Kini Vio berada di halaman rumah Shaka, tempat dimana pertama kali Vio kehilangan first kissnya. Ada Jevan di sampingnya, karena pria itu mengatakan merindukan dirinya. Maka dari itu, Devan serta Zevan menyuruh Vio untuk berjalan berdua bersama Jevan.
"Bagaimana kabarmu?" Jevan akhirnya membuka suara setelah lama terdiam.
"Ya, aku baik. Bagaimana denganmu?"
"Sebelumya tidak baik, tapi setelah bertemu denganmu menjadi sangat baik." Ujar Jevan, Vio memutar bola matanya malas. Sepertinya laki-laki di dalam novel sangat suka berkata manis, kecualikan Shaka.
"Apakah kau sudah menikah setelah putus denganku?"
Jevan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak memiliki kekasih setelahmu, karena tidak ada yang bisa menarik hatiku sepertimu."
"Benarkah? Pelet ku berarti kuat ya."
Jevan mengerutkan keningnya bingung. "Apa itu pelet?"
Vio menatap Jevan kagum. "Lebih baik jangan tahu udah." Vio takut mencemari otak Jevan.
"Kenapa temanmu menangis saat melihatku?"
Vio melihat ke arah bunga mawar merah yang tertanam dengan indah. "Karena kamu mirip seseorang yang berarti di kehidupan sahabatku."
"Oh, begitukah?" Vio mengangguk. "Lalu, apakah aku masih berarti dihidupmu?"
Vio mengerjapkan matanya. "Maksudnya?"
"Apakah kamu masih mencintaiku Violet?"
Vio bingung, ia tidak tahu harus jawab apa sekarang. Dia tidak tahu isi hatinya sendiri.
Dengan berat hati, Vio menggeleng pelan. "Maaf."
Jevan tersenyum kecut, mengusap wajahnya pelan. Jevan akhirnya tersenyum kembali.
"Aku dengar kau akan bercerai dengan suamimu bukan?"
Vio mengangguk membenarkan. "Kalau begitu, masih ada kesempatan bagiku kembali." Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan Jevan sendiri.
"Kau ingin kembali padaku?" Jevan mengangguk semangat, pria itu lalu melirik ke arah perut Vio.
"Kita besarkan anakmu bersama, kita akan kembali ke Jerman dan hidup bahagia disana." Ucap Jevan penuh dengan keyakinan, Vio saja dibuat bungkam.
"Kau serius akan menerima anakku?" Jevan mengangguk mantap.
"Bukan anakmu saja sekarang, tapi anakku juga. Anak kita."
Nara menatap Vio dan Jevan dari jendela kamarnya, ada rasa rindu yang sangat kuat di hati Nara untuk Satria. Tapi Nara sadar diri, jika sekarang ia hidup di dunia yang penuh ilusi. Sosok Jevan bukanlah Satria, mereka berbeda walaupun rupa mereka sama.
Gadis itu menoleh ke pintu kamarnya yang terdengar suara ribut dari luar. Nara langsung mengambil langkah cepat, karena ia tahu siapa yang membuat keributan.
Dengan tangan terlipat di depan dada, Nara menghampiri Shaka yang terlihat sangat marah.
"Sialan, kenapa kau mengijinkan istriku berdua dengan pria lain?" Teriak Shaka pada Nara, Devan serta Zevan diam. Setelah lelah berdebat dengan Shaka sebelumnya.
"Kenapa? Vio pantas mendapatkan yang lebih baik dari Lo!" Balas Nara.
Shaka mengepalkan kedua tangannya erat, wajahnya semakin memerah karena amarah.
"Sialan!" Shaka hendak menerjang Nara, namun Zevan segera menghalangi. "Lepaskan aku!"
"Aku semakin yakin untuk memisahkan kalian berdua jika sikapmu seperti ini pada perempuan!" Shaka mendorong Zevan menjauh, menatap tajam ketiganya. Lalu pergi menyusul Vio dan Jevan berada.
Ditariknya tubuh Jevan menjauh dari Vio, lalu mencengkeram kerah kemeja Jevan kuat.
"Jauhi istriku bajingan!" Satu pukulan mendarat di wajah Jevan, membuat Vio berteriak. Shaka tak sampai disitu saja, ia terus memukuli Jevan hingga pria itu babak belur dibuatnya.
"SHAKA HENTIKAN!" Teriak Vio keras, ibu hamil itu membantu Jevan berdiri.
"Lepaskan tanganmu Violet!"
Vio menatap Shaka tajam. "Aku baru tinggal disini dua hari, dan kau sudah membuat kekacauan. Bagaimana hari berikutnya? Apa kau akan benar-benar membunuhku?"
Nara datang bersama Devan dan Zevan dibelakangnya.
"Kau memukuli Jevan yang tidak ada salah apapun padamu Shaka!"
Shaka menatap tajam Vio. "Dia mendekatimu, itu kesalahannya Violet!"
"Tapi aku suka berada di dekatnya, tidak seperti dirimu yang selalu membuatku takut!"
"Jadi, maksudmu ingin meninggalkanku?"
"Ya, aku akan mengurus surat cerai lagi. Dan kau tidak bisa menolaknya lagi, aku akan tetap pergi dengan atau tanpa persetujuan mu!"
Vio pergi begitu saja, meninggalkan para laki-laki yang tengah saling menatap tajam.
"Aku tahu kau mantan kekasih istriku, tapi sadarlah dia sudah bersuami!" Shaka ikut menyusul Vio, tanpa peduli teriakan dari kakak iparnya.
"Pi, Lo jangan gegabah gitu. Lo nggak tahu Jevan sebelumnya." Ujar Nara menghentikan aksi Vio mengemasi barang.
Vio berbalik badan dan menatap tajam Nara. "Dia baik Nara, lebih baik dari Shaka!"
"Tapi Lo baru ketemu dia kali ini, kenapa Lo langsung percaya kalo dia baik?"
"Dan kenapa Lo kaya larang gue buat Deket sama Jevan?" Nara diam, ia juga tak tahu kenapa ia ingin Vio menjauhi Jevan. "Karena Jevan mirip sama Bang Satria? Denger Nar, mereka orang yang berbeda. Janji gue nggak berlaku untuk Jevan."
Nara menggeleng cepat, Vio salah paham.
"Pi, dengerin gue dulu!"Vio menghempaskan tangan Nara. "Gue yakin, kalo Lo bener sahabat gue. Lo pasti dukung hubungan gue sama Jevan."
"Pi, gue bakal dukung Lo kalo bener."
"Maksudnya Jevan nggak bener? Dia mantan Violet, gue yakin Jevan orang yang tepat."
"Keluar!" Nara menoleh ke arah pintu, di sana terdapat Shaka yang tengah berdiri dengan wajah tanpa amarah.
Nara melirik ke arah Vio, lalu keluar dari kamar. Setelahnya, Shaka mengunci kamar dari dalam. Pria itu mendekati Vio dan memeluknya dari belakang.
"Aku tahu, aku sangat jahat padamu. Tidak ada kata maaf yang pantas untuk aku ucapkan." Shaka mengeratkan pelukannya. "Aku akan melepaskanmu, aku juga sudah menandatangani surat cerai kita."
"Aku tidak akan menganggumu lagi, tapi aku mohon. Izinkan aku menjagamu dari jauh."
Badan Vio bergetar karena menangis, wanita itu tak tahu kenapa ia sangat sedih mendengar keputusan Shaka. Seharusnya ia senang bukan, keinginannya lepas dari suami antagonisnya terkabul.
"Izinkan aku bersama calon anakku untuk sehari, tanpa gangguan siapapun."
Dan apa yang dikatakan Shaka semuanya benar, setelah seharian menghabiskan waktu bersama Vio. Shaka memulangkan Vio ke kediaman Requila, wajahnya terlihat datar. Namun matanya menunjukkan kesedihan.
"Aku tahu, aku sangat jahat. Tapi aku berlaku demikian untuk kalian."
Vio menatap Shaka bingung. "Aku harap hidupmu lebih baik kedepannya."
"Jaga anak kita dengan baik."
Shaka mengeluarkan satu surat dari saku jasnya. "Ini, tanda bahwa kita sudah resmi bercerai."
Vio menerima surat itu dengan tangan bergetar. Ditatapnya wajah Shaka, terdapat senyum tulus di sana. Sekarang Vio jadi bimbang, melihat Shaka yang seperti ini.
"Aku pergi." Shaka tersenyum, lalu mencium dahi Vio sebentar. Membungkukkan badannya, Shaka mencium perut Vio lama. "Papa pergi sayang, jaga mama ya!" Bisik Shaka.
Vio menatap kepergian Shaka tidak rela, kenapa dia sedih Shaka sudah melepaskannya.
"Aku tidak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sang Antagonis
FantasyViona tidak tahu harus mengatakan apa setelah membaca novel 'Samudra Rindu', novel yang menceritakan tentang perjuangan cinta sepasang kekasih yang harus melewati banyak rintangan dalam perjalanannya. Apalagi dengan konflik sang antagonis, yang men...