2. Tak akan kabur

111K 11K 211
                                    


Vio berlari keluar dari rumah sakit, tidak perduli dengan tatapan heran orang-orang disana. Vio berlari mencari halte, setidaknya disana ia akan memikirkan tujuannya pergi ke mana. Vio menggigit jari telunjuknya, kebiasaan Vio jika sedang cemas.

"Gimana gue bisa nyungsep ke sini sih?" Gerutu Vio sembari mendudukkan dirinya di bangku. Vio menahan nyeri yang tiba-tiba menyerang perutnya. Vio berdecak kesal, mengacak rambut abu-abu tua panjangnya kasar. "Kalo gue masuk ke novel, seharusnya masuk ke female lead aja. Ini udah tokoh nggak terkenal, istri si antagonis burik lagi." Protes Vio kesal.

"Gue harus pergi kemana? Mana tokoh Vio cuma disebutin pas lagi pembunuhan." Vio menatap sekitar halte yang sepi. "Ini nggak ada orang, selain gue disini?" Vio menghembuskan nafasnya kasar, gadis itu memperhatikan kedua tangannya. Matanya berbinar melihat cincin berlian tersemat di jari manisnya.

"Ini kayanya cincin kawin deh, apa nggak masalah gue jual?" Vio melepas cincinnya dan memperhatikan benda berkilap itu.

"Kalo gue jual, Violet marah nggak ya? Tapi gue butuh banget duit!"

"Bodo amat, Violet marah sama gue. Dia juga udah nggak adakan? Sekarang raganya diisi jiwa gue, jadi semua kehidupan Violet udah milik gue sepenuhnya." Kata Vio yakin. "Gue bakal jual cincin ini buat usaha dan kabur dari kota ini!"

Setelah satu jam berputar di tengah kota dengan menggunakan ojek, Vio akhirnya sampai di toko perhiasan. Menghiraukan tatapan aneh dari pengunjung toko, karena Vio masih mengenakan pakaian rumah sakit. Vio memasang senyum manisnya saat pegawai toko menyapanya.

"Ada yang bisa saya bantu nona?" Vio mengangguk, dan melepaskan cincin berlian dari jari manisnya.

"Saya mau jual ini." Vio menyerahkan cincinnya pada pelayan toko. "Bisa dipercepat prosesnya? Saya butuh uang secepatnya." Pelayan toko itu mengangguk, saat hendak berbalik untuk mengurus penjualan cincin. Seseorang dibelakang Vio membuat semua kegiatan di dalam toko perhiasan tersebut berhenti. Termasuk pelayan toko yang sedang melayani Vio.

"Mba, cepet dong! Saya buru-buru!" Sentak Vio kesal, kenapa semuanya berhenti bergerak dan hanya menunduk.

"Untuk apa istriku membutuhkan banyak uang?" Tubuh Vio menegang seketika, bulu kuduknya seketika berdiri saat mendengar suara berat itu. Vio memejamkan matanya saat tiba-tiba pusing menyerang, gadis itu bahkan sudah berkeringat dingin.

Vio memutar tubuhnya menghadap ke belakang, yang disana sudah disambut dengan tubuh tegap Shaka. Mata Shaka juga menatapnya tajam, menatap Vio seakan gadis itu adalah santapan lezat.

"Om, disini?" Lirih Vio.

"Tentu saja, aku disini untuk menjemput istriku." Jawab Shaka datar.

Vio tertawa kaku sembari memukul lengan Shaka ringan. Selang dua detik, ekspresi wajahnya berubah menjadi ketakutan dan pukulan tangannya berubah menjadi cengkeraman kuat di lengan Shaka. Bukannya kesakitan, Shaka malah terkekeh ringan, bukan apa. Pukulan dan cengkeraman tangan istrinya terasa seperti gelitikan baginya.

"Kenapa om mengikuti ku terus sih?" Ucap Vio pelan, takut sekaligus kesal.

"Aku tidak pernah mengikuti mu istriku, tapi kau sendiri yang memberitahukan tempat keberadaanmu."

"Maksud om apa?" Shaka tidak menjawab, melainkan mengambil cincin pernikahan Vio dan memasangkannya kembali di jari manis istrinya. Tangan besar Shaka meraih tubuh mungil Vio dan sekejap mata, tubuh Vio sudah berada di gendongan Shaka. "Hey, lepaskan aku! Ini termasuk pelecehan om tahu, aku bisa menuntut om dan melaporkan ke polisi!"

"Tolong! Aku diculik! Siapa saja tolong aku, kenapa kalian diam saja?!" Vio berteriak seakan Shaka adalah penjahat yang akan menjualnya ke rumah bordil. Dalam gendongan Shaka, Vio memberontak kuat. Namun semua hal yang dilakukannya untuk lepas dari pria berjas hitam itu sia-sia, dia sama sekali tidak di tolong oleh siapapun. Mereka semua hanya melihat dan tidak ada yang berani bergerak.

Istri Sang Antagonis  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang