33. Rumah sakit

51.7K 5K 167
                                    

Vio terbangun tengah malam, perutnya terasa sangat mual. Membuat dia tidak bisa melanjutkan tidurnya. Mengusap perut buncitnya, Vio terduduk di sofa yang berada di dalam kamarnya.

Memejamkan matanya guna menghalau rasa mual yang kembali datang, namun semuanya sia-sia. Vio berjalan masuk ke dalam kamar mandi, mengeluarkan isi perutnya.

"Gue kenapa sih, nggak mungkin morning sickness kan?"

Vio mengusap dahinya yang penuh peluh, menyandarkan tubuhnya di dinding.

"Jangan-jangan, tadi gue minum susu vanilla?"

Vio bergegas keluar kamarnya, keadaan rumahnya masih terlihat terang. Karena memang, keluarga Violet tidak pernah mematikan lampu di malam hari. Ibu hamil itu berjalan menuju dapur, mencari kotak susu hamil.

Diraihnya satu kotak, yang ia yakini susu yang ia minum tadi.

"Vanilla? Pantes gue mual-mual terus."

Vio duduk di kursi meja makan, suasana sangat sunyi. Karena keluarga Vio sudah pergi ke alam mimpi.

Rasa mual kembali, Vio bergegas mendatangi wastafel untuk memuntahkan isi perutnya. Mengusap keningnya yang semakin basah karena keringat, Vio berpegangan pada pinggiran wastafel. Menopang berat tubuhnya yang tiba-tiba lemas.

"Astaga." Vio sulit untuk bernafas.

"Mama!" Vio susah payah berteriak, ia butuh bantuan sekarang. "Mama!"

Tidak ada sahutan, Vio meraih gelas kaca dan melemparkannya ke lantai. Tidak hanya satu, Vio melempar tiga gelas agar suaranya mengganggu tidur orang-orang. Dan benar saja, Devan datang dengan wajah bantalnya.

Mata mengantuk laki-laki itu langsung menghilang, tatkala melihat sang adik kesakitan.
"Mama!" Devan berteriak, membangunkan sang ibu.

"Devan ada ap-Astaga Violet!"

"Pa, tolong siapin mobil!" Adrian mengangguk mengerti, lalu pergi keluar menyiapkan mobil untuk membawa Vio ke rumah sakit.

Devan mengangkat tubuh Vio dengan cepat, membawanya ke dalam mobil. Diikuti Gea di belakang, dia terlihat sangat khawatir dengan keadaan putri satu-satunya.

Adrian yang menyetir, sedangkan Devan yang menjaga Vio di belakang. Tangan Vio tak lepas dari tangan Devan, wanita itu terus mengeratkan genggaman tangannya.

"Pa, cepet dong!" Kesal Devan, karena ia merasa mobilnya melaju sangat lambat.

Adrian menambah kecepatan mobilnya, ia tidak perduli lagi dengan peraturan lalu lintas. Lagipula hari sudah malam, ia yakin tidak akan ada polisi.

Sampai dirumah sakit, Vio langsung mendapat penanganan dari dokter. Setelah menunggu, dokter keluar dari ruangan tempat Vio di rawat.

"Dengan keluarga pasien?"

"Kita dok."

"Pasien mengalami alergi dengan rasa vanilla, apa sebelumnya pasien mengonsumsi makanan yang mengandung rasa itu?"

Gea mengangguk. "Iya dok, anak sayabtadi minum susu rasa vanilla."

"Untuk kedepannya hindarkan pasien dari makanan yang membuatnya alergi."

"Bagaimana keadaan anak say dok?" Kini Adrian bertanya dengan cemas.

"Keadaan putri bapak sudah mulai membaik, kalau begitu saya permisi."

Ketiganya mengangguk, lalu masuk ke dalam ruangan Vio. Gea menangis sedih, merasa bersalah.

"Gara-gara mama, Violet jadi gini." Adrian mengusap bahu Gea menenangkan.

Istri Sang Antagonis  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang