10) Dua Orang Kakak

405 82 6
                                    

oOoOo

"Halo? Kakak? Apa Kakak baik-baik saja?" Aku bertanya dengan cepat, tapi ia hanya diam saja. Aku hanya mendengar suara deru napasnya yang sepertinya tengah kelelahan.

"Tidak, Kakak baik-baik saja. Bagaimana kabar dan pekerjaanmu?" tanya kakak yang sepertinya tengah mengalihkan pembicaraan. Pada awalnya, aku kira saat itu kakak sedang iseng saja, jadi aku tidak serius menanggapinya.

"Iya, Kak. Menjadi Guru ternyata sangat melelahkan." Aku tertawa samar.

"Haha, benar juga, ya! Aku sangat ingin diajari oleh adikku ini." Kakak memberi jeda. "Kakak ... sangat merindukanmu, Kakak berharap bisa bertemu denganmu lagi." Entah kenapa, perasaanku menjadi tidak enak.

"Haha, apa maksud Kakak, ha? Aneh sekali mengatakan hal seperti itu, padahal hampir setiap hari kita selalu bertemu." Meskipun saat ini kami tidak tinggal satu rumah karena pekerjaan, kami menyempatkan untuk bertemu setiap harinya.

"Iya, kau benar." Suara kakak berubah menjadi datar. "Ouh ya, Kakak ... akan selalu bersamamu, tapi kamu juga harus memiliki seseorang yang akan selalu bersama denganmu nanti."

"Apakah Kakak membicarakan tentang perempuan? Berkacalah, Kak. Kakak pun masih betah sendiri sampai sekarang, padahal sudah kepala tiga. Aku tidak ingin melangkahi Kakak." Kakak tertawa setelah mendengar semua perkataanku.

"Hahaha, bukan itu maksudku. Haru, kamu harus memiliki seorang teman." Ia mengatakannya dengan nada serius. "Sampai jumpa di rumah, Haru. Kakak akan membawakan kabar mengejutkan untukmu." Tiba-tiba saja, telepon kami terputus.

Aku terdiam setelah mendengar perkataan kakak saat itu. Ia memang benar, selama ini aku selalu bergantung kepadanya. Aku sulit untuk percaya pada orang lain, oleh karena itu aku tidak memiliki teman dekat. Bukan hanya itu, aku terlalu takut jika tiba-tiba berpisah atau kehilangan mereka, itu benar-benar menyakitkan. Aku terlalu takut jika harus menghadapi kenyataan semacam itu lagi.

Dan akhirnya, aku mendapatkan kabar kalau kakak sudah tiada, tepat sekitar setengah jam saat ia terakhir meneleponku. Seorang pria dengan suara berat menyampaikan kabar buruk itu dengan tangis yang ia tahan.

"Haru ... Wagi, Kakakmu ... ia ... meninggal dunia."

Duniaku benar-benar hancur saat itu, dadaku tiba-tiba terasa sesak dan semuanya menjadi gelap. Aku selalu berharap kalau yang ia katakan hanyalah sebuah kebohongan dan semua ini adalah mimpi yang kelam.

Namun tidak, semua itu adalah kenyataan. Sekali lagi, aku kehilangan seseorang yang begitu berharga dalam hidupku.

oOoOo

Aku dan kakak menyimak seluruh cerita pak guru tanpa melewatkan satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia masih menunduk dengan tangan yang mengepal, seakan semua yang ia keluarkan begitu berat dan menyakitkan. Kakak menatapnya seakan mengintimidasi, meskipun ia sudah tahu, kakak terlihat puas ketika mendengar semua itu secara langsung dari kerabat korban.

Tidak ada kebohongan, pak guru mengatakan semuanya. Semua pengalaman pahitnya, semua hal yang telah membelenggu dirinya selama ini. Aku baru menyadari beberapa bulan lalu, teman-teman di sekolah membicarakan pak guru yang absen hampir satu minggu.

Tapi saat itu aku tidak terlalu mengenalnya, jadi aku tidak mencari tahu lebih jauh. Tapi sekarang, pria yang biasanya menulis angka-angka pada papan tulis itu, tengah menundukkan kepalanya di hadapan kakak.

Ia seperti bukan pak Guru yang aku kenal, dirinya seperti orang lain yang begitu menyedihkan. Apakah ia sedang menahan tangisnya? Aku yakin, pak Guru masih menyembunyikan sesuatu dari kami.

Bayangan Putih [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang