20) Dini Hari yang Sepi

306 69 11
                                    

oOoOo

Di tengah suara tangisan yang semakin aku dekati semakin kencang, aku melihat sorot cahaya yang begitu terang. Aku menyipitkan kedua mataku dan tetap berjalan ke arah di mana suara itu berasal.

"Lily?!" Aku berteriak, memastikan kalau tangisan itu benar dari Lily atau bukan. Namun ia tidak menjawab dan malah tangisannya semakin menjadi-jadi. Setelah aku perhatikan lagi, sorot cahaya itu berasal dari lampu sebuah truk pengangkut kayu di sana.

Sebuah kecelakaan tengah terjadi dan tidak ada yang mengetahuinya. Lily terduduk di sebelah truk yang menabrak sebuah pohon besar dengan lampu yang menyala. Gadis itu menangis kencang, melihat sesuatu yang membuatnya akan mengalami trauma seumur hidupnya.

Di antara truk dan pohon besar itu, George ada di sana. Ia di apit oleh kedua benda besar yang menghantam tubuhnya. Darah nampak mengalir dari batang pohon dan menetes pada semak-semak di sana. Aku tidak bisa melihat keadaannya, aku tidak bisa!

Perlahan aku berjalan, menengok ke arah bagian depan mobil dan melihat apa yang ada di sana. Aku berharap kalau sekarang aku tengah bermimpi pada dini hari karena terlalu banyak minum dan bersenang-senang. Tapi tidak, semua ini adalah kenyataan.

Aku tidak tahu apa yang dirasakan oleh George di saat-saat terakhirnya. Aku tidak tahu ada berapa tulang yang patah dan darah yang keluar. Yang aku tahu, mata adik laki-lakiku itu sudah tidak akan kembali terbuka dan memamerkan senyumnya lagi.

Aku mencoba bertahan meski pun kedua lututku sekarang sudah tidak sanggup lagi menopang tubuh ini. "George! George!" Aku berteriak memanggil namanya kuat-kuat. Dan saat aku periksa, ia sudah tidak bernapas dan jantungnya sudah tidak berdetak lagi.

Rasanya, kehidupanku sudah direnggut begitu saja saat itu juga. Semuanya nampak gelap, meski pun lampu truk itu menyorot langsung ke arah kami bertiga. Lily tidak berhentinya menangis sambil menatap George yang bahkan tidak akan bisa lagi membuka matanya.

"Apa ... apa yang terjadi pada George?" Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada Lily.

"Kakak, Kakak, Kak George ... dia, meninggalkan aku." Lily menjawab diluar dari pertanyaanku. Merasa kalau ada sesuatu yang janggal, aku memeriksa truk besar yang tengah mengangkut batang pohon dari bukit belakang itu.

Tidak ada siapa pun di sana, mesin mobil menyala dan pintu mobil itu tertutup rapat, tapi tidak di kunci. Aku memeriksa setiap sudut dan tidak menemukan apa pun . Apakah ada seseorang yang menabraknya? Apakah ini sebuah kecelakaan?

Rasanya, akan sangat sulit menarik tubuh George di antara dua benda besar itu sendirian. Aku langsung menelepon  nomor rumah untuk memberitahukan keadaan yang sebenarnya. Meski pun berat, aku mulai menjawab pertanyaan ibu yang menanyakan apakah semuanya baik-baik saja.

"George ... ia, kecelakaan." Aku, bisa mendengar suara jeritan ibu dari sana. Seperti ada sesuatu yang tertahan di tenggorokannya. Sama sepertinya, aku yang saat itu tengah menggendong Lily tak sanggup menahan semua air mata.

Tak lama, orang-orang datang menghampiri dan juga beberapa mobil polisi dan ambulan. Dini hari yang sepi kini menjadi ramai lagi, meski pun ada duka yang menyelimuti. Polisi menghampiriku dan ia bertanya apakah aku sudah menyentuh truk itu.

Aku menjawab yang sejujur-jujurnya kalau aku belum menyentuh isi mobil yang telah menghancurkan tubuh adikku itu. Setelah itu, dengan sarung tangannya, ia masuk ke sana dan memundurkan kendaraan berat tersebut sehingga tubuh George bisa langsung dievakuasi.

Ibu dan ayah menghampiri dengan tangisan yang ditumpahkan pada kami. Ayah merebut Lily dariku dan langsung memeluknya. Sementara aku, menerima tamparan dari ibu. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" Ibu berteriak padaku di depan semua orang.

Bayangan Putih [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang