25) Tewasnya Ayah Devi

279 74 3
                                    

oOoOo

Kak Lolita nampak membuka matanya lebar-lebar. Ia terlihat syok tanpa meneteskan air mata. Sepertinya, ini pertama kalinya gadis itu melihat mayat yang mengenaskan tergeletak di hadapannya dengan kondisi tidak lazim ini.

Ia mendongak, kemudian menatapku. "Rifa ..., " ucapnya, dengan nada ketakutan.

Rambutnya nampak berantakan, dengan gaun yang tidak indah lagi. Keringat membasahi seluruh tubuhnya, aku tidak tahu apa saja yang telah dilalui gadis itu sampai semuanya nampak seperti yang ada di hadapanku.

Aku berlari menghampirinya. "Kak! Apa yang terjadi? Mr. Lorad!" Aku berteriak ketika melihat dengan jelas ayah dari sahabatku, tengah terbaring dengan mata terbuka dan memperlihatkan ekspresi ketakutan di sana. Siapa pun yang melihatnya, aku yakin dihantui oleh rasa ketakutan setiap malam.

"Kak Lolita, sadarlah! Aku di sini! Katakan sesuatu!" Aku mengguncang tubuhnya pelan, berharap mendapat respon dari teman kakakku ini. Ia hanya diam sembari menatap jenazah yang sudah tidak bernapas lagi.

"Dia ... terbang." Sebuah kata keluar dari bibir kecilnya.

Seketika, seorang gadis berlari cepat menghampiri kami berdua. Sebuah tragedi yang tidak pernah aku harapkan, sebuah hari yang dinantikan oleh sahabatku, telah menjadi hari dimana ia diberikan sebuah hadiah mengerikan dari Tuhan. Aku melirik Devi kaku, alisnya ditarik dengan mata yang membulat sempurna. Mulutnya sedikit menganga, menandakan kalau ia sendiri tidak percaya kalau yang ada di hadapannya saat ini adalah kenyataan yang terjadi dalam hidupnya.

"Ayah ...." Akhirnya, panggilan itu keluar dari mulutnya. Air mata pertama mulai jatuh, mengaliri pipinya yang merah semu. Tangannya bergetar, mencoba mengusap wajah ayahnya dan mencoba menutup matanya. Tak lama, ibunya menyusul. Melihat kondisi pasangan hidupnya, ia memeluknya paksa dan menangis sejadi-jadinya. Aku merangkul kak Lolita dan mencoba menariknya agar sedikit menjauh.

"Ayah!" teriak nyonya Lorad. Seperti sebuah panggilan, beberapa orang dan rekan-rekannya berhamburan dari dalam gedung dan seketika kami dikelilingi oleh orang-orang yang asing bagi kami. Suasana menjadi riuh dengan pertanyaan dan kesedihan. Aku memundurkan langkahku dari kerumunan itu.

Sungguh, aku benar-benar tidak sanggup melihat kondisi sahabatku yang selalu memamerkan senyuman manisnya. Kini, matanya yang berkilauan nampak suram, senyumannya menjadi hilang, air mata bahagia menjadi kesedihan. Tidak ada yang menyangka, menduga kalau semua ini sudah menjadi suatu takdir dalam hidupnya.

Sekarang, sirine mobil ambulan dan polisi menyaring kencang. Beberapa orang yang menggunakan seragam putih mendekati kerumunan itu. Garis polisi mulai dibentangkan dan mereka mulai menenangkan suasana.

Mereka, menjauhi dan keluar dari garis polisi itu hingga menyisakan dua orang wanita di sana yang masih menangis di depan mayat itu. Tidak ada yang bisa memisahkan cinta kasih di antara mereka. Rasanya, aku melihat cerminan diriku pada masa suram itu. Padahal, aku berharap pada Tuhan agar tidak ada lagi yang mengalami hal yang sama sepertiku.

Tak lama, seorang pria dengan jas tanpa dasi berlari dari dalam gedung. Ia menerobos garis polisi dan mendekati mayat itu, meski pun polisi sudah berusaha menahannya. Dari situ aku tahu, kalau itu adalah kakak. Dari mana saja dia sebenarnya? Kenapa ia meninggalkan kak Lolita yang saat ini ada di pelukanku? Pakaian pria itu nampak berantakan dengan rambut yang basah. Aku tidak tahu apa yang baru saja ia lalui beberapa saat yang lalu.

Bayangan Putih [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang