EksChap: 41) Rizwan Headler

200 33 0
                                    

oOoOo

Beberapa bulan sebelum Rifa dibebaskan

Semua yang akan aku hadapi, seakan sudah terlihat di depan mataku. Seharusnya hari itu, aku tidak mengambil keputusan hanya karena keyakinanku saja. Aku telah melakukan kesalahan besar dengan membuatnya menjadi sahabatku. Ya, seharusnya, aku tidak pernah mengenal dirinya. Seharusnya saat itu, aku membunuhnya.

Aku mengenalnya ketika ia tengah memetikkan senar gitar di bangku panjang di taman pinggir kota, tapi terkadang, aku melihatnya tengah memeluk sebuah kaleng berkarat sembari memamerkan wajah memelasnya kepada orang-orang. Aku tahu, wajah itu sebenarnya palsu.

Rasa penasaranku terhadapnya, membuat aku ingin mengenalnya lebih jauh. Aku tidak memiliki banyak teman, karena mereka, orang-orang yang mereka biasa sebut sebagai "teman sekolah" tidak pernah menganggapku demikian. Hingga suatu hari, mungkin karena ia telah menyadari, kalau aku selalu memerhatikannya di bangku panjang itu, ia menghampiriku.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Ia bertanya dan seharusnya, aku tidak pernah menjawab pertanyaannya.

Jean, pria itu, hanyalah pria palsu dengan beberapa wajah yang berbeda. Ia bisa menjadi seorang malaikat pembawa kebahagiaan dan kematian dalam waktu yang bersamaan. Semua yang telah ia lalui selama ini, menjadi alasan kuat kenapa ia bisa seperti sekarang ini. Bahkan, setelah pertemuan singkat di perpustakaan itu, ia telah menentukan takdirnya sendiri, yaitu mati, di tangan Lucy.

Ya, selama ini, kami memang sudah dibuat menari di atas panggung yang ia buat. Kami, dijadikan seperti sebuah boneka yang digerakan dengan benang yang dikaitkan di jari jemarinya dan lihai memainkannya. Dan ia, sudah mencapai tujuannya yang terakhir, yaitu kematiannya.

Aku, tidak bisa mengatakan atau berbuat apa-apa saat aku sudah mengetahui, apa yang ia inginkan dari tatapan matanya. Aku sudah tahu, akhir dari semua ini. Dengan kejamnya, aku menumpahkan semua beban dan takdir itu pada Rifa.

Ya, aku memang sampah dalam lingkaran misteri ini.

Aku menjadi saksi dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh adikku sendiri, seperti yang sudah direncanakan Jean sebelumnya. Ia menginginkan aku untuk segera memilih antara idealisme, atau perasaan yang biasa orang sebut sebagai hati nurani, dan seperti yang semua orang tahu, aku memilih idealismeku. Meski pun begitu, aku tidak bisa menyangkal bahwa perasaan bersalah ini selalu menghantuiku selama Rifa masih di dalam penjara.

Sejujurnya, aku tidak tahu apa motif pria itu. Apakah ia benar-benar hanya ingin bermain-main atau, lebih buruknya, membawa Lucy pergi, ke mana akhir perjalanannya, yaitu kematian. Jean, tidak pernah menyayangi Lucy. Pria itu ingin membunuh Lucy, dengan tangannya sendiri, sebelum gadis itu memiliki wajah seperti ibunya.

Namun, aku tidak akan membiarkan ini semua berjalan sesuai dengan keinginannya, lagi.

Hingga hari ini, aku bersama Haru kembali ke rumah Sakit Iris, menyamar sebagai seorang perawat magang. Aku tahu, kalau Jean pasti menyembunyikan sesuatu yang bisa membuat semua ini berakhir bahagia, mungkin. Dengan segala persiapannya, aku dan Haru mulai memasuki tempat itu dengan mulus. Tidak ada kecurigaan yang berarti, kami diajari, diberi edukasi, seperti siswa magang biasa.

Sejak peristiwa itu, tidak ada seorang pun dari pihak pelaku yang boleh masuk ke dalam rumah sakit ini atas alasan apa pun. Padahal, bukti yang sebenarnya terpendam di dalam sana. Aku harus menemukannya, bagaimana pun caranya.

Bayangan Putih [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang