Bab 8

2 2 0
                                    

"Terus bersama denganmu membuat kesehatan jantungku perlu di jaga, takut jika tiba-tiba dia lupa untuk bekerja”

Alarm yang sengaja ku pasang, sukses membangunkanku tepat pukul 04.30 WIB. Kusegerakan bangun untuk bermesraan dengan Rabb ku dan disusul dengan rentetan rutinitas lainnya.

Aku memang sudah memilikimu untuk mengutarakan keluh kesah. Namun, ada tempat dan penerima yang lebih membuatku betah berlama-lama untuk jujur jika hidup ini begitu sulit untuk terjamah.

Hatiku sudah kembali tenang. Itu artinya aku harus mengalihkan pengabdianku pada manusia. Mengerjakan apa yang harus di kerjakan sebelum mentari menunjukkan rupanya.

Posisiku saat ini jauh dari keluarga. Jadi mau tak mau otakku harus bekerja ekstra untuk mengatur segalanya. Mulai dari mempertahankan jiwa hingga berusaha keras mewujudkan keinginan keluarga.
Jika di sana pagimu damai dengan sapaan burung-burung kecil yang bertengger di tiang-tiang pemancar cahaya. Sementara pagiku di sini sudah di sambut oleh rutinitas ekstra berbahaya. Bernyaman dengan tumpukan baju-baju lusuh dan berkutat dengan alat-alat dapur yang mulai ditumbuhi karat secara penuh.
Seperti jarak, rutinitas yang kita hadapi juga berbeda. Walau begitu, ketulusan perteman ini tetap sama. Berlandaskan ketulusan bukan harta semata.

“Apa menu pagimu hari ini?”

Jemariku dengan semangat 45 menjelaskan padamu jika yang ku komsumsi masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Tak ada yang aku tutup-tutupi dari hubungan ini. Karena kau pernah menegaskan jika kau sangat membenci manusia pembohong dan aku pun sama sepertimu.

“Hari ini seperti biasa, sepiring nasi goreng dengan telur dadar di atasnya”

Akhirnya, pagi itu adalah perdana kita sarapan bersama dengan jarak dan menu yang berbeda. Kau menikmati beberapa potong roti berisi selai coklat dan tak lupa susu hangat. Sementara aku dengan lahap menyantap sepiring nasi goreng dengan air putih yang kudapat dari jatah yang sudah di alokasikan untukku sebelumnya.

Walau jauh hidangan ini terasa nikmat. Kau bahkan berkata jika kau tak perlu nasi lagi siang nanti. Karena bagimu, sepotong roti dan beberapa bait pesanku sudah cukup untuk membuatmu bertahan hingga mentari berada di puncaknya.

Entah kapan tepatnya kau berhasil mengubah cara berpikirku tentang dunia maya. Kau berhasil membuat dunia virtualku menjadi nyata. Mungkin kau di sana sedang tertawa, sedang aku di sini sedang menetralkan degupan jantung yang mulai sesak di dada.

Mencintaimu Dengan Kemunduran Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang