Bab 30

0 0 0
                                    

“Raga kita sudah berdekatan namun, sayangnya keberanian dan rutinitas kita mampu menahan rindu yang sudah kian menyesakkan”

Aku semakin tenggelam dengan dunia virtual menelisik tiap berita terbaru yang di tampilkan di beranda terdepan. Sementara sosok di sampingku terus siap sedia memasang telinga untuk mendengarkan giliran nama yang akan di panggil dari sumber suara.

Namun, ternyata aku tak bisa benar-benar melupakan suara decitan yang di hasilkan dua pintu kaca itu. Kali ini sosok yang ia tampilkan begitu familiar di retina ku. Seperti sudah lama mengenalnya, tetapi dalam dunia yang berbeda.

Memori di kepalaku terus memutari kenangan-kenangan tentang kejadian tentang sosok di depanku. Sosok itu terus melangkahkan kakinya melewati ku, tetapi sayangnya kepalaku belum juga berhasil menampilkan data yang akurat tentang siapa sosok itu di kehidupan ku.

“Hei, dia itu kan pangeran virtual mu!” ucap sahabatku sambil menunjuk kearah sosok yang baru saja ku telisik

Seketika pikiranku melayang pada dunia virtual yang selama ini aku jalani. Ya, sosok di depanku saat ini adalah kamu, pangeran virtual ku. Laki-laki yang berhasil mengubah cara pandang dan merubah kecewa menjadi rona bahagia.

“Seriusan, itu dia?” tanyaku pada sahabatku demi memastikan kebenarannya

“Dih, bisa-biasanya kamu tanya aku, sementara kamu yang setiap malam tersenyum bahagia karena melihat pesan darinya!”.

Kembali aku menelisik sosok di depanku dan mulai menyelami pertemuan pertama kita bulan lalu. Detik kemudian, aku tersadar dan yakin jika itu benar-benar kamu. Inilah resikonya jika dunia kita hanya sebatas virtual saja. Jangankan rupa, suaramu saja masih samar ditelingaku jika keadaannya berada di dunia nyata bukan dunia maya.

Kita memang sudah terlalu nyaman tenggelam dengan dunia maya. Hingga tak sadar jika semesta ikut geram akan tingkah laku kita yang seakan tak perduli dengan jarak yang selama ini menerpa.

Pertemuan kedua ini benar-benar tidak terencanakan sebelumnya. Bahkan, kemarin malam kita sama-sama tak memberikan informasi apapun tentang kegiatan yang akan kita lakukan di kantor yang lantainya kita pijaki saat ini.

Walau begitu, aku merasakan kebahagian yang luar biasa, bisa menyaksikan ragamu dalam bentuk nyata. Meski kita sama sekali tak bertegur sapa atau menyampaikan rindu yang sungguh-sungguh sangat menyiksa. Kita benar-benar fokus dengan tujuan kita sesuai dengan rencana.

“Aku sangat rindu padamu!”

Seandainya kalimat itu bisa kujelang dengan keberanian,  maka siang itu rindu kita akan berkurang dari jumlah sebelumnya. Kenyataannya aku hanya mampu mengamati langkah kakimu melalui pantulan cahaya kaca jendela yang sengaja terpasang di depan mata.

Mencintaimu Dengan Kemunduran Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang