Bab 31

0 2 0
                                    

"Akan ada saatnya kepompong mampu berakhir dengan bentuk yang sangat menjijikkan dan menakutkan bagi retina yang melihatnya”

Setelah kejadian malam bahagia itu, hubungan kita benar-benar terasa berat apalagi aku sudah mengemban amanah yang cukup berat. Jarak kita sudah dekat, tetapi waktu seakan tidak tepat. Jarak kita semakin mengikis seiring keperluanku untuk menghantarkan sesuatu yang berada tak jauh dari kantormu. Namun, lagi-lagi waktumu tak banyak untuk sekedar mengunjungiku atau menyapaku lewat tatap mata yang lebih lekat.

“Hari ini aku akan mengirimkan semua persyaratan ke kantor pusat. Apa kau ada waktu untukku?”

Bagaimanapun aku masih mengharapkan sedikit pengorbananmu untuk menyisihkan waktu. Kau tahu kali ini aku sangat berharap pertemuan yang mendatangkan obrolan, bukan hanya tenggelam dalam dunia virtual atau hanya tatapan mata nanar seperti pertemuan singkat kemarin.

“Maaf, di kantor sedang ada rapat dan aku belum bisa menemui mu. Hati-hati dengan keadaan di sana selalu waspada dan jangan lupa selalu jaga hati dan pikiranmu untukku!”

Seharusnya aku sadar diri lebih awal. Permintaanku terlalu dini untuk ku uraikan. Seharusnya aku sadar pada siapa aku meminta temu. Kau adalah mawar merah yang sedang indah-indahnya untuk merekah dan mendapatkan pujian. Sementara aku hanyalah ulat kecil yang masih beranjak pada ranting pohon untuk membentuk sebuah kepompong.

Pagi itu, aku benar-benar pergi dengan beberapa lembar berkas yang sudah aku siapkan sebelumnya. Sama seperti sebelumnya, sahabatku lebih mempunyai waktu lebih untuk menemaniku berdiri diantara kerumunan yang mempunyai tujuan yang sama denganku.

Satu persatu lautan manusia mulai mengendur dari antrian yang kuyakini berjumlah puluhan ribu nyawa. Besar harapku jika aku adalah satu kandidat yang akan mendapatkan tempat terbaik di dalam sana. Namun, tak ku pungkiri jua ada satu celah yang aku takutkan jika keberadaanku sama sekali tak diperhitungkan.

Dengan langkah yang begitu gusar aku mulai menaiki anak tangga satu persatu. Di depanku sudah berdiri dua orang pelajar yang siap memeriksa kelengkapan data yang aku bawa. Hati dan jiwaku tiba-tiba membisikan hal serupa, jika aku harus kuat dan lebih tabah akan sesuatu yang akan aku dengarkan nantinya.

10 detik kemudian…..

“Maaf kak, semua berkas sudah memenuhi persyaratan hanya saja, nilai yang kakak miliki belum mengizinkan kakak untuk melangkah lebih maju!”

Sepersekian detik kakiku melemah seutuhnya. Semua ketakutan yang aku resahkan terasa terlalu cepat untuk terealisasikan di depan mata. Walau begitu, aku mencoba mengiklaskan segalanya meski masih ada banyak harapan jika ini semua hanya mimpi di malam hari.

“Tak apa teman, rezeki masih bertebaran di luar sana, kita hanya perlu lebih berusaha dari hari ini!”

Kalimat itu keluar dari manusia yang bernasip sama denganku. Jadi tak ada alasan untuk menjulukinya seorang penipu ulung. Hanya saja, ada kalimatnya yang harus aku revisi dengan sempurna. Usaha yang aku lakukan untuk hari ini sudah sepenuhnya aku kerahkan, tetapi satu hal yang lupa aku sematkan, yaitu niat kokoh dan keikhlasan dalam menerima kebenaran.

“Hari ini aku gagal dan siang nanti aku akan kembali pulang ke rumah”

Prosesi mengutarakan kebenaran pada keluarga sudah aku lakukan. Jadi, selanjutnya aku harus memberitahukan segalanya padamu. Aku sudah siap menahan malu pada keluarga yang aku kecewakan melalui dukungan material dan non material. Serta akupun sudah siap menerima semua kekecewaan yang nantinya akan kau hanturkan juga padaku.

“Tidak masalah, kau sudah usaha selanjutnya biarkan Allah yang bekerja. Oh iya, do’akan aku hari ini, aku akan diuji untuk naik tingkat ke tahap selanjutnya. Jika aku naik, Insya Allah, aku akan datang ke rumah!”

Balasan yang kau kirimkan untukku begitu penuh makna. Namun, mampu menghilangkan rasa kecewaku akibat gagal melangkah maju.

“Baiklah, semoga dipermudah dan semoga Allah permudah juga pertemuan kita nantinya!”.

Mencintaimu Dengan Kemunduran Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang