Bab 7

1 2 0
                                    

"Biarkan aku beradaptasi dulu dengan hal yang serba baru ini. Setelah nyaman, aku berjanji akan mempersilahkan kau masuk dengan cara terbaikku”

Malam ini, topik pembahasan kita hanya melanjutkan kisahmu. Entah kenapa, aku merasa candu untuk tau lebih jauh tentang setiap jengkal kehidupanmu. Aku tak tau apa alasan yang mendasarinya, tetapi satu hal yang pasti, aku hanya ingin menjadi teman yang baik dan paham akan dirimu.
Pesan yang sudah berubah menjadi dua arah membawa kita ke dalam informasi yang sangat akurat. Mulai berani membuka aib-aib pribadi yang kita miliki. Mulai dari rutinitas hingga masuk ke ranah yang seharusnya tidak aku ketahui dalam waktu yang terbilang singkat ini.

“Mamaku seorang muallaf!”

Otakku berpikir keras membaca pesan yang baru saja kau layangkan. Jemariku ikut bergetar memilih kata yang tepat untuk membalas pesan yang sedikit mengejutkan batinku.

Ini bukan pertama kalinya aku mendengarkan hal itu. Hanya saja aku belum pernah sedekat ini pada pembahasan yang seperti ini. Aku janji tidak akan merubah rasa pertemanan kita. Namun, aku takut jika pembahasan ini akan membawa kerumitan dan aku tak pandai mengolah kata untuk melanjutkan topik.

Namun, lagi-lagi sifat dewasamu mengalahkan ketakutanku. Seakan tau pemikiran lawan virtualmu sedang dipenuhi pikiran-pikiran aneh. Kau kembali melayangkan satu pesan yang cukup membantu menormalkan pernapasanku.

“Tak usah khawatir, Insya Allah, sekarang Papa sudah berhasil membawanya ke jalan yang benar”

Maaf, sudah salah paham denganmu. Maaf, sudah terlalu jauh memikirkan nasib persahabatan kita ini. Namun, jujur aku takut kau hilang dan lenyap dalam rutinitasmu lagi ketika aku salah melayangkan sebuah kata untuk melanjutkan topik kita. Tolong, jangan lagi!

“Bagaimana dengan rutinitasmu di sana?”

Aku begitu takut untuk melanjutkan pembahasan di atas. Jadi, kupilih saja langkah aman mencari topik ringan untuk pembahasan kita selanjutnya.

Lagi-lagi kau begitu dewasa untukku yang masih belia.  Ya, untuk beberapa kalinya penjelasan yang kau layangkan berupa pesan suara agar aku bisa mecernanya dengan seksama dan paham tentang rutinitasmu di sana.

Maka, hari-hari berikutnya, aku sudah kalah dengan pemikiran dan pertahananku. Pelan tapi pasti kau berhasil mendorong pintu ini secara perlahan. Meskipun belum terbuka sepenuhnya.

Namun, aku tak boleh lengah begitu saja. Sebisa mungkin kuperingatkan juga diriku untuk tidak lepas kontrol terhadap aksimu. Karena bagaimanapun kau hanya tamu baru yang masih asing dengan keadaan hatiku.

Mencintaimu Dengan Kemunduran Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang