Bab 32

3 2 0
                                    

"Kau sangat jauh dari ekspetasiku! Terimakasih!”

“Alhamdulillah, aku berhasil mendapatkan amanah di kantorku, terimakasih Sayang atas do’anya!”

“Alhamdulillah, semoga amanah dan dipermudah segalanya!”

Pagi-pagi sekali, kau sudah mengirimkanku pesan bahagia atas pencapaimu di kantor. Jujur, aku merasa sangat senang dengan pencapaianmu saat ini, terkadang aku malah sudah berkhayal menjadi peran pendampingmu hehehe…

Matahari sudah naik sempurna di atas sana, entah hanya perasaanku saja atau bisa jadi ada sesuatu yang memang sudah direncanakan oleh keluarga jauh-jauh hari. Semuanya tampak sibuk membersihkan segala penjuru dan tiap sudut rumah dari debu yang menempel. Beribu kali sudah aku bertanya, tetapi tak ada satupun jawaban mereka yang mendatangkan penjelasan untukku.

Hingga senja mulai naik kepermukaan suasana rumah makin terlihat mencekam dengan kesibukan dari semua anggota yang tiba-tiba berganti busana menjadi sedikit formal. Tak hanya mereka yang berganti busana, akupun turut dipaksa memakai busana yang tak semestinya aku kenakan ketika malam sudah menjelma.

Dengan segenap tanya akupun mulai menuruti semua perintah tanpa memikirkan hal yang akan terjadi ke depannya. Hingga tiba-tiba, pintu mengeluarkan suara khasnya.

Betapa terkejutnya ketika pintu yang terbuka malah menampilkan sosok yang selama ini aku harapkan bisa bertamu. Pandanganku seketika berubah menjadi pucat pasi apalagi, ketika melihatmu. Turut hadir pula anggota keluargamu dengan datang dengan beberapa souvenir di tangannya.
Apa maksud semua ini Tuhan?
Hingga Ba’da Isya semuanya terjawab dengan sempurna. Malam ini kau benar-benar menepati janjimu untuk datang bertamu ke rumahku. Namun, kedatangamu kali bukan hanya untuk bersilahturahmi, tetapi juga menyambung kedekatan antara keluargamu dan keluargaku dalam sebuah ikatan penegasan.

Dengan detak jantung yang belum normal dan lelehan air mata, perlahan ku serahkan tanganku pada Ibumu yang berada tepat di depanku. Seperkian detik, kulihat jari manisku sudah memiliki benda bundar dengan arti yang sangat bermakna bagi hubungan kita kedepannya.

“Selamat ya Nak, semoga Allah lancarkan segalanya!”

Itulah ucapan yang Ibumu katakan padaku malam itu usai memasangkan benda sakral itu. Lalu, dengan sangat lembut ia mendekapku dengan penuh makna dan tanpa ba bi bu ia mencium kedua pipiku dengan sangat lembut.

Mungkin hari ini hanya Ibunya yang berperan menggemgam tanganku dan menyematkan benda sakral itu padaku, tetapi aku percaya sebentar lagi tanganmu sendiri yang akan menjabat tangan Ayah ku untuk mengucapkan kata sakral itu di depan para undangan dan para keluarga.

Wajahku masih terlihat pucat pasi meskipun sekarang separuh wajahku sudah terbenam dalam pelukan Ibumu. Aku masih tidak percaya dengan semua ini. Masih jauh dari pikiranku jika kau benar-benar menjadikan khayalku berubah nyata.

“Apa maksud semua ini? Kenapa kau tak pernah mendiskusikannya padaku?” tanyaku di sela acara jamuan hidangan

Dengan senyum kebahagian kau jawab pertanyaan ku dengan penjelasan yang menjengkelkan
“Nikmati saja, Anggap ini adalah hadiah dari semua pintamu!”

“Terimakasih!”
hanya itu yang dapat aku ucapkan saat itu seraya air mata ini juga ikut jatuh karena tak dapat menahan rasa bahagia atas semua yang telah tercipta di depan mata.

Mencintaimu Dengan Kemunduran Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang