Bab 39

0 0 0
                                    

Kuharap setelah ini kau merasa tenang. Perihal rasaku biarkan aku menyembuhkannya dengan cara terbaik dariNya”

Pada tiap hati yang lebih dulu pernah patah sudah berhasil ku diskusikan tentang nasib hubungan kita yang terjal ini. Tak ada satupun makhluk yang membuatku harus mempertahankanmu lebih lama lagi di sini. Ya, di sini dihubungan yang belum menemui titik kejelasan hati.

“Tak ada yang perlu dilanjutkan pada hati yang berani mendua untuk mencari tempat ternyaman lainnya” ucap salah satu kakak terbaikku

“Jika dia benar laki-laki yang baik untukmu, dia tidak akan memintamu dengan cara menunggu tetapi, dengan cara bertamu menemui orang tuamu lalu menghalalkan mu” ucap seseorang yang selalu tak ingin melihat aku menangis perihal apapun di dunia ini.

Malam ini di cuaca dingin yang mampu menusuk kulit tanganku yang sedikit terbuka aku ingin mengutarakan semuanya. Aku tak akan menunda-nunda kembali apa yang harus segera diselesaikan dan di utarakan. Ku harap hati dan telingamu sudah siap untuk breaksi mendengarkan.

Beberapa hari ini aku memang dengan sengaja menarik diri darimu. Namun, semua itu kulakukan untuk menenangkan hati dan mencari jawaban antara dilanjutkan atau ku tinggalkan. Dan pada akhirnya aku memilih untuk meninggalkan semua tujuan kita dan impian yang pernah kita diskusikan pada semesta.

Perlu kau tahu, keputusan ini sangat berat untuk diutarakan. Karna jujur, di hati ini masih terukir jelas namamu. Namun, mau tak mau aku harus merelakan demi kebaikan kita bersama kedepannya.

Aku tak bisa terus bersama di hubungan yang semakin menarik kita ke dalam kemudharatan dan kemaksiatan. Aku harus tega pada hati untuk mengakhiri demi memperbaiki hubunganku pada Ilahi.

Ku lihat air matamu sangat berdesakan untuk turun ke bumi. Ingin sekali aku turut membantumu mengusap segala kesedihan atas ulahku. Namun, sebisa mungkin ku cegah tangan ini untuk berhenti menyentuh sesuatu yang sama sekali belum menjadi milikku.

Maaf, jika keputusanku menyakitimu dan keluargamu. Perlu kau tahu aku telah lebih dulu merasakan sakit dan sesak untuk merangkai kalimat agar orang tuaku bisa berbesar hati menerima keputusanku yang begitu tiba-tiba. Perihal keluargaku, biarkan mereka menjadi tugasku untuk menetralkan segalanya. Kan kusambut bahagia untuk keduanya di waktu selanjutnya.

“Aku pamit, jaga kesehatanmu dan ingatkan terus hatimu untuk senantiasa mengingat-Nya dalam segala pinta baik itu suka dan duka”

Air mataku tak dapat lagi ku bendung. Sembari melepaskan benda sakral yang beberapa bulan ini pernah melekat di jari manisku lalu dengan sekuat tenaga aku mulai menaruhnya di atas meja tepat dihadapan mu.

“Maaf, aku tak bisa menua denganmu!” ucapku lalu beranjak pergi

Dengan tertatih aku mulai meninggalkanmu di dinginnya malam yang menerpa. Tak lagi ku hiraukan berapa ribu pasang mata yang menghakimiku malam itu. Serta tak ku pedulikan lagi kerudung yang hampir pudar warnanya akibat air mata yang sejak tadi tak ingin memperlihatkan jeda.

Aku sangat berharap malam ini Tuhan menurunkan keberkahannya agar tak menambah rasa penasaran penduduk bumi akan riuhnya air mataku. Tapi lagi-lagi, semua itu hanya sebuah pengharapan yang sukar untuk aku dapatkan.

Mencintaimu Dengan Kemunduran Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang