Bab 2 : Cobaan dari Masa Lalu

3.1K 204 1
                                    

"Mama Permata! Mama Permata!" panggil bersamaan anak – anak panti.

Setiap Permata pulang kerja, sambutan yang menghangatkan hati inilah yang di tunggu – tunggunya. Rasanya kalau sudah seperti ini, lelah saat bekerja tidak terasa sama sekali. Melihat senyuman dan mata mereka yang bercahaya, seakan mengobati rasa rindu Permata pada dia.

Permata lalu mengecup dahi mereka satu per satu dan berakhir pada seorang anak laki – laki kecil berumur 7 tahun. "Stop, Mama! Aku bukan anak kecil lagi!" seru anak itu.

Sepertinya menggoda anak laki – laki ini boleh juga. "Baiklah, seperti yang Nakula mau," lalu perlahan Permata meninggalkan Nakula untuk masuk ke kamar dan berbenah.

Mendapat tanggapan yang cuek seperti ini membuat Nakula malah panik dan mengejar Permata sampai ke depan pintu kamarnya lalu berakhir memeluk pinggang Permata sambil menyembunyikan wajahnya di punggung Permata.

"Kenapa, Nakula?" tanya Permata dengan lembut. Nakula malah semakin mengeratkan pelukannya.

Permata tersenyum lalu dengan lembut melepas pelukan Nakula dan akhirnya mengecup dahi anak itu dengan sayang. "Mama mandi dulu, ya. Nakula makan dih sama anak – anak yang lain,"

Setelah di kecup dahinya, Nakula balik mengecup pipi Permata lalu kabur ke ruang makan bersama untuk menutup rasa gengsinya. Melihat hal itu, Permata terkekeh kecil dan kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar mandi di kamarnya. Permata membuka bajunya satu per satu lalu mulai melakukan ritual mandinya.

Saat selesai, tidak sengaja sudut matanya melirik cermin yang terpasang di lemari dan menampilkan lekuk tubuhnya yang masih langsing di umurnya yang sudah dua puluh delapan tahun. Bukannya mengagumi tubuhnya, Permata malah buru – buru mengalihkan pandangannya dari cermin. Enggan untuk melihat seakan – akan ada bekas luka menjijikan di tubuhnya.

Permata lalu mengambil satu set baju tidur untuk dipakainya. Sejak bercerai, Permata sudah tidak pernah menggunakan lingerie lagi. Dirinya lebih memilih pakaian tidur dengan lengan dan celana panjang guna menutupi lekuk tubuhnya. Sambil menggunakan skincare rutinnya, pikirannya melayang dengan sembarangan.

"Sini, Adit! Jangan kabur! Aku mau pakein skincare ini ke muka kamu!" Permata berusaha mengejar Aditya di kamar mereka yang luas, sedangkan Aditya sedang berlindung di balik sofa kamar mereka.

"Gamau, Permata! Aku kan laki – laki, masa pakai skincare, sih?!" Aditya tetap bersikukuh untuk menghindar.

Tidak menyerah, Permata dengan nekat melompati sofa mereka yang panjangnya hampir tiga meter dan berakhir tersandung. Hampir saja kepala Permata terantuk lantai jika saja Aditya tidak sigap bergerak. Mereka berakhir saling tindih di atas sofa dengan posisi Aditya berada di bawah Permata. Kedua tangan Aditya melingkupi kepala dan tubuh Permata seakan – akan Permata adalah barang pecah belah yang sangat berharga.

Permata terkejut karena kejadian tersebut terjadi dengan sangat cepat. Belum sempat merespons, Aditya langsung menyela. "Ada yang sakit, ga?!"

Permata dapat mendengar suara Aditya yang penuh kekhawatiran. Dia hanya menggeleng sebagai jawaban karena jantungnya sendiripun masih bertalu – talu. Sejenak mereka berdua terdiam menikmati irama jantung mereka masing – masing.

"Jangan diulangin lagi, Permata. Kalau kamu kenapa – kenapa, gimana? Atau bahkan kalau kamu lagi mengandung anak kita, gimana?"

Kalimat tersebut langsung menyadarkan Permata dari lamunannya dan mengirimkan ribuan jarum yang menusuk hatinya. Sayangnya, hati Permata sudah sangat kebas. Ribuan jarum itu menusuk, membuat darah menetes dengan deras, tapi tidak mampu memberi rasa sakit lagi kepada hatinya yang sebagian membusuk karena sudah pernah terluka.

Permata Satu - Satunya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang