Bab 12 : Let Everything Go

3K 184 2
                                    

Terhitung sudah empat bulan Permata menjalani prosedur transfer. Permata berusaha untuk menjauhi semua orang yang bermarga Ganendra. Untung saja kedua mantan mertuanya sudah tidak pernah berkunjung ke kantor lagi semenjak pensiun dan menyerahkan semuanya kepada Aditya, atau belum. Intinya, tiga bulan ini Permata menjalani pekerjaan kantornya dengan cukup tenang.

"Bu Permata,"

Kecuali untuk yang satu ini. This woman is really pain in the ass.

Sosok Aini masuk setelah dua kali mengetuk pintu ruangan Permata. Permata harus belajar dengan giat untuk menahan kesabarannya kala perempuan ini mengusik dirinya. Tipe gangguan seperti ini cukup sering datang secara tiba – tiba.

"Ada apa, Bu Aini?"

"Saya ingin menyerahkan proposal ini supaya Bu Permata bisa membuat anggaran keuangannya,"

Permata menerima map dari tangan Aini dengan cepat. Permata tahu Aini sengaja memamerkan cincin berlian di jari manis tangan kanannya. Cincin pertunangannya dengan Aditya. Tapi jangan harap Permata akan terusik dengan hal seperti itu.

"Terimakasih, Bu Aini. Mungkin untuk kedepannya, agar tidak merepotkan dan melelahkan calon Nyonya Ganendra yang baru, Bu Aini bisa minta tolong kepada staff atau OB yang bertugas karena memang sudah tugas mereka untuk membantu kita,"

"It's no problem, Bu Permata. Sebagai calon Nyonya Ganendra yang baru saya harus bisa belajar rendah hati dan berusaha mengenal karyawan satu per satu,"

Sudut perempatan muncul di pelipis Permata. Sepertinya Aini tidak mengerti jika Permata secara halus tidak menerima kehadirannya di ruangan ini. Haruskah Permata menggunakan cara kasar?

"Anda sungguh baik sekali. GC sangat beruntung memiliki calon nyonya baru seperti Bu Aini,"

"Anda terlalu memuji, Bu Permata. Saya masih harus banyak belajar dari Anda sebagai mantan nyonya di sini,"

Cukup sudah!

Permata bangkit dari kursinya dan menggebrak map di tangannya ke meja. Permata segera membuka pintu ruangannya dan memberikan gestur pengusiran halus kepada Aini.

"Silahkan meninggalkan ruangan ini, Bu Aini. Saya harus fokus dan cepat dalam menyiapkan anggaran keuangan yang tadi Ibu minta,"

Aini tersenyum manis bercampur sinis. "Terimakasih, Bu Permata,"

Akhirnya Permata sendirian lagi di ruangannya dan dapat menikmati keheningan sambil menyelesaikan tumpukan tugas – tugasnya.

Tidak terasa sudah tiga jam berlalu. Tiba – tiba Permata mendapat notifikasi di smartphonenya jika akan ada meeting dalam setengah jam untuk proposal yang tadi baru saja di berikan oleh Aini. Seketika Permata "panas" karena menyadari jika Aini berniat mengerjainya. Untungnya Permata bukanlah orang yang menunda – nunda pekerjaan sehingga anggaran ini hanya tinggal bagian konklusi saja. Dia akan membalas Aini, awas saja perempuan itu!

Permata dengan segera menyelesaikan bagian akhir dari anggaran yang akan menjadi topik utama dalam bahasan meeting nanti. Permata menyimpan filenya dalam bentuk USB, mencetaknya menjadi dua rangkap, dan memperbaiki riasannya yang dia rasa sedikit berantakan. Permata tidak lupa juga membawa i-Padnya untuk mempermudah saat presentasi nanti.

Setelah di rasa sudah siap semuanya, Permata melangkahkan kakinya menuju ruang meeting yang sudah di tetapkan. Permata tiba sepuluh menit sebelum mulai sehingga ruangan meeting masih setengah berpenghuni. Tepat pukul setengah lima sore itu, meeting di mulai dan di hadiri juga oleh petinggi – petinggi perusahaan termasuk Aditya dan Pramana.

Permata Satu - Satunya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang