Bab 14 : Pengasingan (2)

2.8K 169 1
                                    

"Nyonya pergi ke Bali menggunakan jalur darat. Tanggal lima belas, beliau membeli tiket bus dari seorang perempuan paruh baya yang tidak jadi pergi. Bus tersebut sampai di Surabaya kurang lebih delapan belas jam kemudian. Ketika sampai di sana, beliau membeli tiket bus dengan tujuan Pelabuhan Ketapang dan sampai di sana dalam waktu delapan jam. Nyonya lalu melanjutkan perjalanan menggunakan kapal hingga sampai ke Pelabuhan Gilimanuk. Nyonya kembali membeli tiket bus dan sampai di Buleleng dalam tiga jam perjalanan. Semua transaksi menggunakan cash, sehingga tim kita membutuhkan waktu lebih untuk melacaknya," Aditya mendengarkan penjelasan Lingga dengan saksama.

Aditya tersenyum sinis. Permata benar – benar pintar dan sudah memikirkan beberapa langkah sekaligus ke depan. Dengan dia mendapat kesempatan untuk membeli tiket orang lain, semakin mudah untuk menutupi jejaknya. Entah Aditya harus bangga atau menahan kesal di hatinya.

"Nyonya bekerja sebagai seorang akuntan di sebuah hotel kecil dan tinggal di perkampungan yang tidak jauh dari sana. Beberapa tim kita sudah bersiaga di sana dan membaur sebagai warga sekitar," kali ini penjelasan Lingga mendapatkan pertanyaan dari Aditya.

"Apakah hotel itu merupakan asetku?"

Sejenak Lingga terdiam. "Sayangnya, bukan, Tuan,"

"Kalau begitu kau tahu apa yang harus dilakukan, bukan?"

Lingga mengangguk cepat. "Baik, Tuan,"

Aditya tahu biasanya dia tidak akan repot – repot berinvestasi di hotel – hotel kecil seperti ini. Sama sekali bukan gayanya. Tapi demi segala rencana licik yang sudah tersusun rapih dalam otaknya, demi memberikan kejutan kepada mantan istrinya yang tersayang, tidak ada salahnya kan menambah satu atau dua aset?

Perjalanan udara dari Jakarta ke Bali hanya memakan waktu kurang dari dua jam. Ketika menginjakkan kaki di Bandara Ngurah Rai, Aditya mendapatkan kabar yang membuatnya menyeringai.

"Hotel itu sudah menjadi milik Anda, Tuan," lapor Lingga.

Aditya mengangguk tanda puas pada Lingga. "Ayo, kita jemput Nyonya-mu,"

"Baik, Tuan," masih dengan raut datar Lingga mengikuti Aditya.

Tim keamanan yang bertugas mengawal Aditya di Bali telah siap pada posisi masing – masing. Tidak lupa juga mereka membukakan pintu mobil untuk Aditya dapat masuk tanpa perlu repot. Mobil tersebut lalu melaju dan meninggalkan Bandara. Tujuan mereka kali ini adalah hotel tempat Permata bekerja.

"Sampaikan pada mereka untuk menyambut pemilik hotel yang baru hari ini. Aku rasa dua jam cukup untuk mereka bersiap – siap," jelas Aditya dengan singkat.

Tanpa menunggu waktu lama, Lingga segera mengabari tim di sana untuk mempersiapkan kedatangan Aditya.

Perjalanan dari bandara ke hotel memakan waktu kurang lebih dua jam. Lingga khawatir kalau Aditya akan kelelahan terutama karena akhir – akhir ini Aditya tidak istirahat dengan baik.

"Apa sebaiknya kita menepi ke hotel terdekat–" Lingga terdengar ragu ketika melanjutkan.

"Aku tidak butuh istirahat, Lingga. Aku hanya butuh dia, sekarang," tekan Aditya frustasi.

Dua bulan tidak mengetahui keberadaan dan keadaan Permata nyaris membuat Aditya hampir kehilangan kewarasannya. Saat sekarang dia sudah mengetahui dimana Permata, Aditya tidak akan ragu untuk segera merengkuh dan memenjarakan Permata di tempat yang hanya diketahui olehnya. Permata harus mengingat baik – baik untuk tidak pernah bermain petak umpet lagi dengannya seperti ini!

---

"Pemilik baru?" tanya seorang karyawan bingung, menyuarakan suara hati yang lainnya.

"Ya, Saya sudah terlalu tua. Saya memang berencana untuk pensiun dan kesempatan itu baru saja datang dua jam yang lalu. Proses resminya akan dilakukan besok, tapi kami sudah menandatangani surat kesepakatan secara digital. Sekarang beliau sedang dalam perjalanan ke sini. Tenang saja, beliau sudah berjanji untuk tidak melakukan pemecatan massal. Dia membeli hotel ini untuk mengekspansinya," jelas Pak Bagyo selaku pemilik Garuda Hotel tempat Permata bekerja sekarang.

Permata Satu - Satunya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang