Bab 11 : Pain

2.6K 159 1
                                    

Ballroom hotel milik keluarga Maheswara.

Permata tidak pernah bertemu dan berkomunikasi lagi dengan Damian sejak hari itu. Tapi ketika dia turun dari mobilnya untuk memakai jasa valet parking, dia sudah melihat Damian berdiri sambil bersender ke pilar hotel dan tersenyum kepadanya.

Pegangan Permata pada clutchnya mengerat. Permata tahu ini tidak akan mudah, terutama karena dia baru saja "melarikan diri" dari jemputan Kaisar. Tidak lama lagi pasti Kaisar sampai ke hotel ini. Sebelum itu terjadi, Permata harus memastikan bahwa urusannya di sini sudah selesai dan segera kembali pulang ke kost.

Permata menjaga raut wajahnya agar tetap datar dan menerima uluran tangan Damian. Mereka berjalan beriringan, melewati prosedur keamanan dengan anggun, dan menunjukkan undangan mereka lalu masuk ke sebuah ballroom megah dan luas yang sudah diisi oleh lautan manusia.

"Bu Permata!" tiba – tiba Mentari memanggil sambil mendekat sehingga Permata dan Damian menoleh bersamaan.

Melihat Permata menggandeng seseorang, Mentari terpaku. Orang itukan...

Damian juga sama terpakunya dengan Mentari. Bukan hanya karena terkejut dapat bertemu kembali setelah insiden di tangga darurat, tetapi juga karena penampilan Mentari dengan gaun kuning pastel potongan A-line sangat manis dan pas untuk Mentari yang begitu murni dan polos.

Sedangkan Permata menggunakan gaun one shoulder sederhana berwarna navy yang pas dengan bentuk tubuhnya. Satu – satunya gaun yang Permata punya karena jarangnya dia menghadiri pesta semacam ini. Toh, merupakan sebuah pemborosan jika membeli hal mahal yang sangat jarang di gunakan.

Aditya pasti terkejut melihat gaya hidup Permata sekarang. Permata bukanlah seorang sosialita yang suka menghambur – hamburkan uang, tapi Permata yang sekarang begitu sederhana bahkan nyaris kekurangan.

Saat sidang perceraian mereka, meskipun Aditya tidak pernah hadir, Aditya sudah mengatur harta gono – gini termasuk barang – barang di mansion mereka dulu. Barang – barang itu termasuk gaun, sepatu, perhiasan, dan mobil. Melalui sekretarisnya, Aditya tahu bahwa semua barang itu sudah di ambil sehingga Aditya tersenyum sinis. Puas karena dugaan Permata yang haus akan uang tidak menyia – nyiakan setetespun harta yang dia berikan. Menghiraukan setitik sudut di hatinya yang menyimpan luka menganga.

Kenyataannya, Permata tidak pernah menikmati sepersenpun harta gono – gini itu. Saham, aset, dan barang - barang tersebut tersimpan aman dalam sebuah brankas di apartemen lama Permata saat masih lajang. Mobilnyapun tersimpan di basement apartemen tersebut dengan Permata membayar seseorang tiap bulan untuk mengurusnya agar tidak rusak.

Suatu saat Permata berniat mengembalikannya, ketika Aditya sudah tidak terlalu membencinya dan keadaan Aditya sudah aman. Jika Aditya masih tidak bersedia menerimanya, mungkin akan dia sumbangkan ke Nakula dan Panti Asuhan Kasih Sayang.

Permata bertahan selama ini dari uang tabungannya yang tersimpan utuh selama bersama Aditya karena dilarang untuk dipakai. Permata sempat membeli mobil bekas untuk mempermudah mobilitasnya, sebelum membantu Bu Ajeng. Kini dia lebih berhati – hati dalam menggunakan uangnya. Karena selain memenuhi kebutuhannya, Permata juga merasa harus membantu anak – anak di panti asuhan yang dia sayangi.

Syukurlah Permata sudah terbiasa dengan hal – hal sederhana. Permata hanya tidak terbiasa dengan hal – hal menjijikan seperti yang dilakukan oleh pria di sampingnya ini, yang sebenarnya tidak sudi dia gandeng. Setelah memberi selanat Permata harus segera lepas dari pria ini dan pulang. Harus.

"Watch your eye, Damian. She's my sister," desis Permata.

"Your sister? I thought you're the only child,"

Permata Satu - Satunya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang