Terlihat semilir angin pada pohon – pohon rindang di sekitar Pantai Lovina. Meskipun tidak seterkenal Pantai Kuta dan pantai – pantai lain di Bali, pantai ini tetap memiliki pesona kecantikannya sendiri. Sebenarnya Permata tidak memiliki tujuan khusus ketika memutuskan untuk menjauh. Hanya takdir saja yang membawanya kesini.
Berawal dari Permata yang sedang mencari pekerjaan lewat internet di daerah yang jauh dari Jakarta. Permata menemukan sebuah hotel kecil membutuhkan akuntan di daerah Buleleng, Bali. Permata melihat daerah ini belum terlalu terjamah oleh banyak orang termasuk wisatawan. Dia juga sudah dari jauh – jauh hari membiasakan dirinya menggunakan uang cash untuk transaksi.
Ketika wawancara singkat secara daring berjalan dengan baik dan pihak hotel tidak ragu untuk memanggil Permata, disitulah Permata juga tanpa ragu menyetujui panggilan tersebut. Gaji yang di terima Permata memang tidak bisa dibandingkan dengan gaji perusahaan sebesar GC di Jakarta. Permata berpikir yang penting cukup untuk kehidupannya sehari – hari karena toh dia tidak berniat untuk hidup hedon. Dia hanya ingin sendiri saja sampai jangka waktu yang tidak di ketahui.
Penyesalan Permata hanya satu, yaitu berpamitan dengan Bu Ajeng dan anak – anak secara tidak layak. Permata hanya sanggup menulis sebuah surat sederhana dan meninggalkan uang yang tidak seberapa untuk mereka.
Pemata sudah sangat memikirkan dengan matang saat memutuskan untuk pergi. Dia tidak bisa lama – lama berada di lingkungan yang terus – menerus memberikan rasa sakit padanya. Berpapasan dengan Aditya yang membencinya. Tidak bisa mengunjungi orang tuanya meskipun hatinya sangat rindu. Bergaul dengan teman – teman kantor yang menggosipkannya di belakang. Menahan diri akan rundungan dari Aini yang terus mengganggunya. Permata hanyalah seorang perempuan biasa yang memiliki hati dan batas kesabaran!
Jadi demi kesehatan batinnya, sebelum dia benar – benar positif menderita gangguan jiwa, lebih baik Permata mengalah dan menyembunyikan dirinya dari dunia ini tanpa memberitahu siapapun. Permata tidak bisa jika harus kembali mengonsumsi obat penenang. Dia harus bisa menjaga kewarasannya, karena siapa lagi jika bukan dia? Permata hanya seorang diri sekarang.
Bekerja sebagai akuntan di hotel kecil tidaklah terlalu sulit. Data yang harus di olah Permata tidak sebanyak data – data sewaktu Permata bekerja di Jakarta. Yang menjadi titik permasalahan hanya satu, karena sistem yang masih agak sederhanalah, sebagian pekerjaan Permata akhirnya dilakukan secara manual. Hal ini menyebabkan Permata akan pulang kantor lebih telat sekitar satu jam karena harus membereskan hal – hal yang bersifat manual ini.
Yang sangat disyukuri oleh Permata adalah semua karyawan – karyawan di hotel ini sangatlah ramah padanya yang merupakan pendatang baru. Mereka sempat bertanya – tanya kenapa seorang perempuan muda dari kota besar harus pindah ke tempat terpencil seperti ini. Namun karena mereka sangat menghargai privasi orang lain, Permata hanya cukup membalas kebingungan mereka dengan senyuman tipis.
Permata tinggal di sebuah kost kecil di dekat hotel. Lokasi hotel ini berbatasan langsung dengan desa penduduk meskipun terdapat pagar tembok yang panjang dan tinggi. Tempat kost Permata juga bukan tempat yang luas. Hanya sebuah kamar kecil dengan satu tempat tidur, satu lemari, satu meja persegi, dan satu jendela kecil. Untungnya, tempatnya bersih dan terawat. Jangan lupakan terdapat kamar mandi sederhana di dalamnya dan harga sewanya yang ramah kantong.
"Saya pamit pulang ya, Bu, Pak," kata Permata ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul enam sore dan dibalas senyuman oleh orang – orang yang masih tersisa di kantor.
Akhirnya, untuk pertama kalinya dalam dua bulan, Permata dapat pulang "tepat waktu". Kegigihan Permata untuk membereskan hal – hal manual guna mempermudahnya di masa depan sudah membuahkan hasil. Mulai besok, seharusnya Permata tidak perlu untuk lembur lagi. Permata lalu bersiap untuk berjalan kaki sambil berniat mampir di pasar sederhana untuk membeli lauk makan malamnya.
Pilihan Permata jatuh kepada Pisang Rai. Jajanan khas warga sini yang terbuat dari pisang yang diberi parutan kelapa. Memang, semenjak mengasingkan dirinya, Permata belum pernah makan dengan "benar". Permata tidak memiliki nafsu makan untuk makanan berat, tapi dia tahu dia tidak boleh jatuh sakit dan menyusahkan dirinya sendiri di sini.
Setiap pagi, Permata akan sarapan dengan selembar roti tawar dan segelas teh hangat. Jika Ibu yang biasa berjualan makanan sedang membuat bolu, maka dia akan membeli bolu tersebut untuk sarapan pagi. Untuk siang hari di kantor, Permata bersyukur kala tempatnya bekerja menyediakan Nasi Jinggo bagi setiap karyawannya. Selain memudahkan Permata agar tidak perlu mencari – cari makanan lagi, dia juga bisa berhemat. Porsinya kecil, sangat cukup untuk nafsu makan Permata. Kalau karyawan lain biasanya tidak cukup hanya dengan Nasi Jinggo tersebut sehingga perlu membeli tambahan makanan atau membawa bekal dari rumah masing – masing. Pada malam hari, Permata akan membeli jajanan ringan seperti ini atau memakan buah jika harganya sedang diskon.
Sekilas tidak ada yang salah dengan pola makan Permata. Tapi entah mengapa, berat badan Permata turun nyaris tujuh kilo dalam dua bulan terakhir. Permata sempat mengabaikannya, ketika pagi ini dia mendapati luka gores di kulit bagian tulang selangkanya akibat tidak sengaja terkena kukunya sewaktu berpakaian. Beberapa menit Permata habiskan untuk melamun di depan cermin sambil memperhatikan luka tersebut sampai dia memutuskan untuk tidak memperdulikannya dan lanjut mengancingkan kemejanya.
Sehabis menggosok giginya, Permata merebahkan dirinya pada kasur lipat sederhana di ruangan kostnya. Tidak butuh waktu lama untuk Permata terjatuh dalam tidurnya. Meringkuk di balik selimut yang selalu Permata pakai, bahkan sejak saat dia masih bersama dengan Aditya.
---
"Ulang semua laporan keuangan ini!" terdengar seruan dari dalam ruangan Aditya.
Tidak lama, dua orang pria paruh baya tergesa – gesa meninggalkan ruangan tersebut. Terlalu takut akan perangai buruk Aditya yang sudah dua bulan ini meledak – ledak. Aditya seakan tidak bisa menoleransi kesalahan sekecil titikpun.
Suasana kembali sunyi sehabis pintu lift tertutup dan membawa dua pria paruh baya tadi meninggalkan lantai ini. Satya dan Lingga saling menatap sebelum bersama – sama memutuskan masuk ke dalam ruangan. Terdengar bunyi map tebal yang di banting ke bagian pinggir meja kerja.
Mereka berharap, berita ini dapat membawa secercah harapan bagi Tuan-nya.
"Tuan–" ucapan Satya terputus.
"Kalian lebih baik keluar sebelum–"
"Kami sudah menemukan Nyonya," potong Lingga.
Pupil mata Aditya langsung menegang dan dia langsung menghabiskan segelas sloki whisky yang tersedia dalam satu kali teguk.
"Satya, gantikan Aku dalam dua minggu ke depan. Atur ulang semua jadwal," ucap Aditya dengan nada tidak terbantahkan.
"Baik, Tuan," Satya langsung duduk di mejanya untuk mengatur ulang semua jadwal Aditya yang berantakan.
"Lingga, siapkan jet pribadi,"
"Semua sudah siap, Tuan. Hanya tinggal menunggu penerbitan ijin terbang,"
Sudut bibir Aditya naik, puas karena Lingga merupakan orang yang cekatan. Aura seorang Aditya terasa seperti singa yang siap dan tidak sabar memangsa buruannya. Aditya tidak lagi membuang waktu dengan segera meninggalkan ruangannya diikuti oleh Lingga.
Satya dan Lingga tahu, kali ini dengan atau tanpa persetujuan, Aditya pasti akan membawa pulang Nyonya mereka bagaimanapun caranya.
---
TBC
Halo semuanya. Aku sedang mengusahakan yang terbaik supaya bisa update 2x seminggu, mohon doanya ^^ Semua tulisan ini adalah murni dari imajinasi ku ya. Aku sadar karya ini masih banyak kekurangan. Mohon kritik dan sarannya yang membangun, terutama jangan lupa komen dan vote/lovenya supaya aku semakin semangat! Untuk tetap keep in touch dengan aku dan karya - karyaku, silahkan follow : wattpad, karyakarsa, dan IG ku juga ^^
Tolong budidayakan untuk tidak menjiplak dan menghargai karya orang lain sekecil apapun, ya! <3
Karyakarsa, Watppad, dan IG : @thebluemoon247
Terimakasih ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Permata Satu - Satunya (END)
Romance"Permata Satu - Satunya" : Aditya & Permata Ganendra Series #1 Permata merasa seperti hidup di dunia dongeng. Bertemu laki - laki yang tampan, kaya, dan sangat mencintainya seperti Aditya. Tidak pernah terbayang dalam khayalan terliarnya sekalipun...