Bab 16 : Selamanya Milikku

4.5K 191 0
                                    

Usapan pelan pada bahunya membuat Permata terbangun. Permata masih menerka – nerka jam berapa ini ketika suara lembut seorang perempuan terdengar. Sudah berapa lama dia tertidur? Matahari sudah tidak menampakkan dirinya lagi.

"Nyonya, mari bangun dan bersiap. Air panas sudah tersedia. Kita harus berburu dengan waktu untuk berpakaian dan berdandan,"

Permata menatap arah suara dan ternyata ada dua orang perempuan, bukan hanya satu. Mereka terlihat seperti sepasang anak kembar karena tampilan dan garis muka yang nyaris mirip. Atau memang mereka kembar? Permata yang masih linglung di papah pelan – pelan menuju kamar mandi. Dengan tenang dan menurut, Permata menikmati mandinya yang sudah lewat dari sore hari.

Selesai mandi, yang menghabiskan kurang lebih setengah jam, Permata di arahkan untuk duduk di depan meja rias. Di sampingnya sudah tergantung sebuah gaun dengan warna merah muda pastel, yang sangat sesuai dengan selera Permata. Entah siapa yang membawa dan memilihkan gaun itu. Aditya, kah?

"Aku boleh tahu nama kalian?" tanya Permata memecah keheningan di kamar itu.

"Nama Saya adalah Hana," sahut perempuan yang berada di sisi kiri Permata.

"Nama Saya adalah Hani," dilanjutkan perempuan yang berada di sisi kanan Permata.

"Kami adalah kakak beradik. Saya adalah kakaknya. Salam kenal, Nyonya. Persilahkan kami melakukan tugas kami yang sudah semestinya," perjelas Hana yang dibalas anggukan dan senyum tipis dari Permata.

Hana dan Hani lalu bekerja secara bersamaan. Yang satu fokus dengan wajah, yang satu lagi fokus dengan rambutnya. Semua dilakukan dengan hati – hati dan hasilnya sangat memuaskan. Rambut Permata yang sepanjang setengah punggung dibiarkan tergerai indah dengan jepitan motif bunga di sisi kiri dan kanan telinganya. Riasan di wajahnya juga tidak terlihat tebal, sangat pas namun menonjolkan lekuk wajah dan kecantikannya.

"Apakah ada acara penting?" akhirnya Permata tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya.

Kedua perempuan yang tinggal memberikan sentuhan akhir pada Permata hanya tersenyum menahan tawa kecil mereka. Mereka tidak diijinkan untuk membuka mulut dan membocorkan rencana Tuan-nya. Akhirnya Permata sadar, mau dia bertanya sampai kehilangan suara pun mereka akan tetap tutup mulut susuai arahan dari Tuan-nya itu. Lebay.

Waktu yang tersisa digunakan oleh kedua perempuan itu memuji betapa cantiknya Permata sampai – sampai pipinya memerah seperti tomat. Permata tidak pernah mendapat pujian secara bertubi – tubi seperti itu kecuali dari Aditya...

Penampilan Permata sudah sempurna. Untuk melengkapi gaun Permata, sepasang high heels model ankle strap berwarna putih telah terpasang pada kedua kaki jenjangnya. Setelah yakin Permata nyaman dengan heels-nya, kedua perempuan itu menuntun Permata untuk keluar dari ruangan kamar. Mereka bertiga memasuki lift menuju lantai teratas hotel ini. Ketika sampai, Permata dapat melihat pemandangan laut yang dihiasi lampu kerlap – kerlip yang menggantung. Terdapat dekorasi bunga – bunga di setiap sudut mata memandang. Terdengar sayup – sayup suara alunan musik instrumen piano dan biola. Dalam sekali lihat Permata tahu, tempat ini sudah di pesan dan di dekorasi secara khusus, terutama karena tidak ada satupun pengunjung selain dirinya di sini. Kedua perempuan tadi pun sudah menghilang ketika Permata masih sibuk mengamati suasana di sekitarnya.

Lalu di ujung suasana romantis ini, terdapat sebuah meja dan sepasang kursi dengan tatanan fine dining penuh pita dan lilin yang elegan. Satu dari dua kursi itu sudah terisi, siapa lagi kalau bukan Aditya yang mendudukinya. Permata baru menyadari bahwa sedari tadi tatapan Aditya tidak pernah lepas dari gerak geriknya. Merasa tidak ada jalan untuk kabur, Permata berjalan tegak untuk menghampiri dan duduk di kursi satunya.

Permata Satu - Satunya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang