Epilog : Forever to Go

5.8K 165 5
                                    

"Love, dasi aku yang warna biru–"

Belum sempat Aditya menyelesaikan perkataannya, Permata sudah muncul di ambang pintu ruangan walk in closet sambil menatap malas dan menunjukkan dasi biru yang sudah ada di tangannya.

Aditya hanya bisa menyengir. "Thankyou, My Love,"

Permata memutar bola matanya jengah. "Kamu sudah berani memutar bola matamu–"

Permata makin memelototi Aditya. "Apa?"

Aditya yang gemas lalu mengecup bibir Permata dengan satu kecupan yang dalam dan basah. Meskipun sudah tertutupi dengan makeup, Aditya tahu Permata tidak dalam kondisi sehat hari ini. Terbukti dengan Permata yang memuntahkan sarapan yang sudah di konsumsinya tadi.

Sudah enam bulan ini, Permata bekerja lembur karena membantu membereskan kekacauan yang Damian perbuat. Sampai direktur operasional yang baru siap untuk menjalankan tugasnya dengan baik, Permata ditunjuk langsung oleh Aditya untuk membimbingnya. Hal itulah yang membuat Aditya merasa bersalah.

"Hari ini kamu cuti saja–"

"Kamu memang atasan dan suamiku, tapi aku tidak mau cuti seenaknya saja,"

Aditya berniat protes lagi tetapi tidak sempat karena Permata lebih dulu berbicara.

"Lingga dan yang lain sudah menunggu. Aku bertanya pada Satya kemarin mengenai jadwalmu hari ini. Kamu ada meeting penting diluar kantor, kan? Bergegaslah, aku akan ke kantor dengan mobil dan supir yang lain," Permata mengecup pipi Aditya lalu mendorongnya pelan untuk keluar kamar.

Aditya dengan berat hati meninggalkan Permata untuk mengejar meeting pagi ini. Firasatnya kurang mengenakkan. Sepertinya dia akan berusaha mempercepat jalannya meeting ini agar dapat kembali ke kantor sebelum jam makan siang.

---

Ternyata meeting berjalan dengan lambat. Banyak poin – poin penting yang harus di bahas sehingga sampai jem 4 sore pun, meeting itu belum selesai. Aditya sudah tiga kali bertanya pada Lingga mengenai kondisi Permata, terakhir sekitar satu jam yang lalu, yang di jawabnya dengan baik – baik saja. Tapi entah mengapa, firasat Aditya masih tidak tenang. Namun dia berusaha untuk fokus agar meeting cepat selesai dan proyek ini dapat sukses.

Akhirnya meeting selesai pada pukul lima lewat. Aditya bergegas untuk menjemput istrinya di kantor, sebelum itu dia mampir ke toko kue kesukaan Permata yang kebetulan dilewatinya. Baru saja selesai bertransaksi dengan kasir, Lingga dengan tergesa – gesa menghampirinya dan melaporkan berita yang membuatnya hampir terkena serangan jantung dadakan

"Tuan, Nyonya dilarikan ke rumah sakit,"

---

Aditya tidak dapat menahan diri dengan langsung melompat keluar bahkan ketika mobil yang membawanya belum berhenti dengan sempurna di lobi rumah sakit. Aditya tidak perlu bertanya kepada resepsionis karena sudah di beritahu lebih dulu oleh Lingga di lantai dan ruangan berapa istrinya berada. Toh, lantai tersebut memang dikhususkan untuknya dan keluarganya sebagai pemilik rumah sakit ini. Aditya merutuki kemacetan yang membuatnya membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di rumah sakit ini. Terhitung sudah dua jam sejak laporan Permata masuk ke rumah sakit. Aditya berharap Permata dalam keadaan baik – baik saja dan tidak ada hal buruk yang terjadi.

Lantai 3 Kamar Bougenville Nomor 1

Aditya berniat untuk membuka pintu itu saat pintu sudah terbuka dengan pelan dari dalam. Terlihat sosok Aini keluar dari dalam kamar.

"Apa yang kau lakukan disini, Aini?" heran Aditya.

"Aku yang membawa Permata kesini. Berterimakasihlah, Kakak Ipar,"

Panggilan Aini kepadanya sempat membuat keningnya berkerut tetapi Aditya tidak mau ambil pusing dan segera berlalu. Namun kembali tertahan akan sebuah ucapan dari Aini.

"Congrats,"

Aditya sempat berbalik untuk menatap Aini beberapa detik lalu membuang muka dan meninggalkan Aini begitu saja diluar kamar.

"Cih, aktingnya dulu sangat menjiwai. Daripada menjadi businessman, dia lebih cocok menjadi aktor," gerutu Aini.

---

"My Love–!" Aditya tanpa sadar berteriak.

"Aduh, kamu berisik sekali, sih!"

"Maaf," bisik Aditya.

"Apa yang terjadi?" tanya Aditya lembut sambil terduduk di kursi samping ranjang Permata.

"E-ehm.."

Ceklek

Terdengar pintu ruang rawat Permata dibuka dan masuklah sesosok dokter laki – laki paruh baya dengan wajah yang ramah.

"Selamat sore, Tuan Aditya, Nyonya Permata,"

Bukannya membalas sapaan dari dokter yang lebih tua dari mereka itu, Aditya langsung menyerbunya dengan pertanyaan. "Apa yang terjadi, Dokter? Istri saya baik – baik saja, kan?"

Lengan Aditya di tepis pelan. "Kamu ini!" Aditya hanya bergumam minta maaf.

"Tidak apa – apa. Sudah sewajarnya seorang calon Ayah begitu perhatian dan sigap dalam menjaga calon Ibu dari anak – anaknya,"

Permata tersenyum malu – malu sambil mengelus perutnya. Tidak lupa dia membawa satu tangan Aditya yang menggangur di pinggir ranjang untuk ikut mengelus perutnya. Seketika tubuh Aditya kaku dan aliran darahnya terasa seperti akan meledak – ledak.

"Calon A-ayah?"

"Congratulation, Papa," bisik Permata.

Merasa perlu memberikan waktu untuk kedua sejoli ini, dokter tersebut pamit dalam diam. Dia rasa dia akan kembali ketika mereka berdua sudah siap untuk proses konsultasi selanjutnya. Sekarang biarlah mereka menikmati berita bahagia yang baru saja sampai kepada mereka.

"Thankyou! Thankyou, My Love! I'm going to be a Daddy!" Aditya sungguh sangat bahagia dan nyaris tidak mempercayainya.

Aditya terus membubuhi wajah Permata dengan ciuman – ciuman sayang tanda terimakasih. Aditya tidak sabar menunggu malaikat kecilnya untuk terlahir di dunia dan menyapa mereka!

Permata tertawa geli melihat wajah Aditya yang sangat cerah bagai matahari yang terbit di timur.

"And I'm going to be a Mommy. Will I be a good Mom?" suara Permata mengecil di akhir.

Aditya yang mengerti akan keresahan Permata mendekatkan dirinya dan menggenggam kedua tangan Permata penuh kehangatan sambil meletakkan kepalanya dengan pelan ke perut Permata.

"Of course, you will. Kita akan belajar bersama pelan – pelan, ya?"

Permata tersenyum haru. "I love you,"

Aditya membalas dengan sepenuh perasaannya. "I love you, forever,"

---

END

Halo semuanya. Ga nyangka banget sudah END! Meskipun sempat tersendat cukup lama, aku bersyukur dan terharu banget bisa menyelesaikan cerita ini. Aku berterima kasih banyak atas semua dukungan baik vote maupun comment. Ga lupa juga minta maaf karena masih banyak kekurangan maupun kalau ada kata yang menyinggung. 

Semua tulisan ini adalah murni dari imajinasi ku ya. Aku sadar karya ini masih banyak kekurangan, maka dari itu mohon kritik dan sarannya yang membangun, terutama jangan lupa komen dan vote/lovenya supaya aku semakin semangat! Untuk tetap keep in touch dengan aku dan karya - karyaku, silahkan follow : wattpad, karyakarsa, dan IG ku juga ^^

FYI (1) : masih ada extra part ya! Kalau senggang, aku bakal nulis beberapa extra part seputar Aditya dan Permata ^^

FYI (2) : series kedua sedang dalam tahap penulisan, mohon ditunggu dan didukung ^^

Tolong budidayakan untuk tidak menjiplak dan menghargai karya orang lain sekecil apapun, ya! <3

Karyakarsa, Watppad, dan IG : @thebluemoon247

Terimakasih ^^

Permata Satu - Satunya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang