Bab 17 : Mau Kemana Kau?

4.5K 189 0
                                    

Kamar hotel tempat Aditya sedang tertidur terlihat seperti pulau yang habis diterjang angin puting beliung. Baju berserakan di lantai, baik baju yang semalam dikenakan Permata maupun yang dikenakan Aditya. Sangat berantakan. Tapi anehnya, tidur Aditya tidak terlihat terganggu sama sekali. Malah sepertinya ini adalah tidur ternyenyaknya dalam satu tahun terakhir.

Secara alamiah, Aditya mencari kehangatan dari belahan jiwanya, Permata. Tangannya meraba bagian ranjang sebelah kiri. Beberapa detik berlalu, namun hanyalah kekosongan dan selimut yang sudah dingin yang di rasakan Aditya. Matanya pun terbuka secara tiba – tiba. Aditya langsung menoleh ke sebelah kirinya dan tidak menemukan siapa – siapa sehingga ketakutannya makin menjadi. Aditya dengan cepat meraih baju dan celana seadanya yang terjangkau olehnya.

"Permata?!" suara Aditya yang memanggil Permata tidak terdengar santai sama sekali sangking dia merasa takut. Takut jika Permata hilang lagi dari jangkauannya. Aditya tidak akan sanggup!

Aditya tiba – tiba merasa menyesal karena menyuruh Lingga dan tim-nya untuk berjaga sedikit jauh dari kamar mereka untuk alasan privasi. Jangan sampai Lingga melepaskan pengawasannya! Aditya langsung mengecek kamar mandi, tidak ada. Aditya juga mengecek walk in closet, tidak ada. Aditya hampir frustasi ketika mengecek area pantry, Permata juga tidak diketemukannya!

Sampai suara kekehan kecil tertangkap indra pendengarannya. Suara itu berasal dari balkon. Tidak membuang waktu lagi, Aditya menghampiri suara itu dan mendapati Permata sedang bertelponan dengan posisi membelakangi pintu balkon sehingga sepertinya Permata tidak menyadari kehadiran Aditya yang daritadi pusing mencarinya.

Aditya langsung memeluk Permata dari belakang sehingga terdengar pekikan kaget dari Permata.

"Kakak, baik – baik saja, kan?" terdengar sayup – sayup suara di smartphone milik Permata. Perempuan, analisis Aditya.

"Y-ya, Mentari. Aku baik – baik saja. Kita lanjutkan nanti. Aku akan lebih sering mengabarimu. Tolong titip salam kepada Ibu Ajeng dan anak – anak. Sampai nanti, Mentari,"

"Baiklah, akan aku sampaikan! Sampai nanti, Kak Permata. Sayang kakak selalu!"

"Kakak juga menyayangimu selalu,"

Lalu sambungan telpon itupun tertutup. Permata mendelik pada Aditya.

"Kamu mau membuatku jantungan, ya?"

Bukannya membalas, Aditya justru mengeratkan pelukannya pada Permata. Dia membenamkan wajahnya pada pundak Permata yang dirasanya semakin kurus karena tercetak jelas tulang belulangnya.

Permata mengelus sayang lengan Aditya yang memeluk perutnya. "Let's eat. Hana dan Hani sudah mengantarkan sarapan. Kamu harus makan karena semalam aku mengacaukan makan malammu,"

Bersiap untuk berpindah ke area meja makan, tetapi tidak jadi karena Aditya tidak bergeming. Permata mengerutkan dahinya bingung. Kenapa Aditya mendadak terdiam seperti patung begini? Cukup lama mereka terdiam menikmati angin pagi di balkon kamar hotel dengan suara kicauan burung yang sesekali terdengar. Entah sudah berapa lama Permata tidak pernah merasakan kedamaian seperti ini.

"Bagaimana denganmu?" Thank God, akhirnya Aditya bersuara. Permata kira Aditya benar – benar berakhir menjadi patung.

"Aku juga akan sarapan, bersama denganmu–"

"Makanmu juga kacau, kan?"

"Semalam aku memang tidak sempat memakan–"

"Selama ini, kamu makan dengan kacau, kan?"

"Apa maksudmu–"

"Apa kamu makan dengan baik, Permata?"

Seketika Permata tidak sanggup berkata – kata karena merasa kehilangan nyali. Aditya bertanya dengan lembut, tapi Pertama tahu terselip nada mengancam disana.

Permata Satu - Satunya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang