Chapter 1 - Ketika Ia Terbangun

858 94 39
                                    

Suara nyanyian binatang malam mulai ramai ketika Raka Ganendra berjalan menyusuri jalan setapak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara nyanyian binatang malam mulai ramai ketika Raka Ganendra berjalan menyusuri jalan setapak. Matahari di ufuk barat juga sudah mulai turun ke peraduannya. Menciptakan bayangan memanjang pada pepohonan yang berdiri kokoh di sepanjang jalan. Seperti pagar tanaman.

Langkah ringannya menyusuri jalanan berbatu tanpa ragu. Ia telah melewati jalanan ini selama bertahun-tahun. Tepatnya sejak ia lulus dan ditugaskan ke daerah dekat dataran tinggi Dieng.

Raka mencintai kedamaian di daerah terpencil itu. Ia sudah terlalu bosan dengan daerah perkotaan yang bising dan berdebu. Jadi begitu ia diminta bertugas di daerah tersebut, ia bersyukur dalam hati.

"Pak dokter sudah mau bertugas," tanya salah seorang warga yang sepertinya baru kembali dari ladangnya.

Senyuman merekah terlebih dulu dari bibir Raka sebelum menjawab sambil mengangguk. "Iya nih Pak. Baru pulang dari ladang? Jangan terlalu lelah, Pak. Bapak tidak lupa besok ada janji temu dengan saya kan? Nanti kapan sembuhnya."

Memberengut lucu, lelaki paruh baya yang bajunya masih kotor akibat tanah itu mengangguk. Seperti anak kecil yang tertangkap basah telah melanggar aturan.

Berbeda dengan warga yang baru saja diajaknya bicara, Raka justru tersenyum melihat bagaimana ekspresinya.

Lelaki berusia 33 tahun itu sudah bertugas hampir tujuh tahun disana. Jadi tidak ada warga yang tidak ia kenali atau mengenalnya. Mereka sudah seperti keluarga sendiri baginya yang yatim piatu.

Ia kemudian pamit dan meneruskan langkahnya menuju pusat kesehatan yang sejak lima tahun lalu sudah dikembangkan menjadi rumah sakitkecil meskipun peralatannya tidak secanggih yang berada di kota.

"Bagaimana kabarnya?" tanya Raka sambil memakai jas dokternya kepada perawat yang sedang duduk di meja resepsionis.

"Maksud dokter, Seraphina? ... Masih seperti biasa. Belum ada tanda-tanda terbangun, Dok," tanya dan jawab perawat itu begitu mendapatkan anggukan pelan dari Raka.

"Begitu," ujarnya sambil lalu karena sedang memeriksa laporan pasien yang baru saja diberikan padanya. Tidak banyak pasien di rumah sakit kecil itu. Bagaimana pun, tempatnya cukup terpencil dan hanya memeiliki tidak lebih dari dua puluh brankar untuk rawat inap.

Beberapa kasus bahkan tidak mungkin ditangani di rumah sakit itu. Biasanya, jika ada kasus berat, mereka hanya memberikan pertolongan pertama sebelum mengirimnya ke rumah sakit dengan alat yang lebih lengkap.

Satu-satunya pasien kasus spesial yang masih bertahan di rumah sakit itu adalah Seraphina. Bukan nama sebenarnya. Karena tidak mungkin mereka terus-terusan memanggilnya "pasien tanpa nama". Rakalah yang memberikannya nama Seraphina. Nama malaikat bersayap enam.

Bukan tanpa alasan, Raka menamainya Seraphina. Lelaki dengan tinggi 182 sentimeter itu memilih nama tersebut karena begitu ia menemukannya, pasien yang masih terbaring tidak sadarkan diri itu memang tampak seperti malaikat.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang