Chapter 5 - Pulang

250 55 22
                                    

Tepat pukul tiga pagi dini hari, Raka berjalan menuju bangsal tempat Laras dirawat untuk mengganti infusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat pukul tiga pagi dini hari, Raka berjalan menuju bangsal tempat Laras dirawat untuk mengganti infusnya. Bukan pekerjaan yang semestinya dilakukan oleh dokter, tapi sejak Laras dirawat, Raka selalu melakukan pengecekan sendiri. Bahkan ia selalu menyempatkan diri meskipun tidak sedang jaga.

Makanya rumor tentang kekasih yang hilang itu cukup santer karena Raka sendiri yang sepertinya tidak rela meninggalkan gadis berkulit bersih itu sendirian.

Dengan pelan ia membuka pintu geser bangsal. Berharap untuk tidak membangunkan Laras maupun Ren. Namun hanya ada Laras di bangsal, sedangkan Ren sama sekali tidak ditemukan keberadaannya.

Setelah selesai mengganti infus dan memastikan tidak ada kejanggalan dengan kondisi Laras, Raka keluar maencari Ren.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan lelaki 21 tahun itu. Raka menemukan Ren sedang duduk termenung sendirian. Lelaki yang lebih muda dua belas tahun darinya itu terlihat banyak pikiran. Sesuatu yang tidak wajar untuk anak seusianya.

Raka telah berusia 33 tahun, jadi di matanya, Ren yang berusia 21 tahun masih anak-anak. Tergelitik penasaran, ia mendekatinya.

"Kenapa tidak tidur? Tempat tidurnya tidak enak?"

Suara halus Raka hampir membuat Ren terjungkal dari tempat duduknya. Bukan karena kedatangannya yang tanpa suara, tapi karena Ren terlalu larut dengan pikirannya hingga tidak menyadari kedatangan Raka. Membuat Raka merasa bersalah.

"Maafkan aku. Kukira kamu mendengar kedatanganku," kata Raka buru-buru sambil menjulurkan tangannya, meskipun berhenti setengah jalan karena reflek Ren cukup baik sehingga tidak memerlukan bantuan Raka.

"Dokter? Tidak apa. Aku saja yang gak dengar."

Ren kembali menatap ke kejauhan dengan tatapan kosong. Meskipun pikirannya terus sibuk mencoba untuk mencari jalan keluar terbaik.

"Ada yang bisa kubantu?"

Tanpa melihat ke arah suara yang bertanya, Ren menghela napas panjang. Kedengarannya seperti sedang memanggul beban yang sangat berat di pundaknya.

"Bukannya kamu terlalu muda untuk terlihat seperti sedang menanggung beban dunia?" tanya Raka lagi. Kali ini sambil mendudukkan dirinya di kursi rotan yang berada tepat di sisi Ren.

"Aku tidak ingin Kak Laras pulang. Tapi sepertinya tidak ada alasan untuknya untuk tidak pulang," keluh Ren.

Lelaki yang begitu mirip Laras itu merasa nyaman dengan Raka. Jadi tanpa sadar ia menyuarakan isi hatinya.

"Kamu tidak suka kakakmu pulang?"

Jujur saja Raka terkejut. Ia kira Ren begitu senang karena Laras ternyata masih hidup dan sehat tanpa kekurangan satu apa pun.

"Tentu saja aku senang," ujar Ren hampir berteriak. Merasa tersinggung dengan pertanyaan yang terdengar seperti tuduhan. Dari siapa pun yang mengenal dan dekat dengan kakaknya, mungkin hanya ia satu-satunya orang yang sangat menantikan kembalinya Laras. Ren tidak ingin membicarakan orang tuanya karena ia pun tidak tahu apakah orang tuanya menantikan Laras atau tidak.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang