Chapter 23 - Kenyataan yang Mengejutkan

102 16 2
                                    

Ardi yang terlalu terkejut sampai tidak bisa bergerak, meskipun sosok punggung kecil yang selalu berada di sisinya dulu, telah menghilang dari pandangannya.

Ia sangat mengetahui kalau perasaannya pada Laras ternyata belum hilang.

Walaupun ia memaksakan diri untuk memilih Eva atas alasan tanggung jawab. Namun apa boleh buat, perasaan seseorang ternyata memang sulit untuk diubah.

Lelaki beralis tebal itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Berusaha memusnahkan pikiran jahatnya. Ia tidak boleh plinplan hingga menyakiti kedua perempuan yang ada di sisinya.

Dan sejak ia mengingkari janjinya dengan Laras, ia seharusnya sudah secara tidak langsung memilih Eva dibandingkan Laras.

Jadi ia sudah tidak memiliki hak untuk menahan langkah Laras.

Ia berharap, ketika ia sudah tidak lagi berada di sisinya, Laras bisa kembali mengepakkan sayapnya.

Meski ia tidak ingin mengakuinya, sedikit banyak, Laras mulai mengurani kebebasannya dalam mengekspolarasi hobi fotografinya sejak mereka pacaran.

Jadi ini mungkin memang yang tebrbaik untuk Laras, meskipun apa yang telah Ardi lakukan terlebih dulu tetap tidak bisa dibenarkan.

Perlahan, lelaki bermata tajam itu mengalihkan netranya ke kamera yang teronggok kesepian di atas tempat tidurnya.

Tanpa sadar, tangannya meraih benda penuh kenangan itu dengan sendirinya.

Tangannya sedikit gemetar ketika ia mulai menyalakan kamera yang baru ditinggalkan oleh Laras itu.

Dan akhirnya, emosi yang sebelumnya terpendam rapat mengmengalir deras dalam wujud air mata ketika ia melihat foto-foto hasil tangkapan Laras yang tersimpan dalam memori kamera.

Ardi memeluk erat kamera itu di dadanya yang terasa sakit. Ia menangis tersedu-sedu seakan ada sebilah pisau yang mengoak jantungnya.

Setelah kehilangan diri seorang Laras, ia baru mengetahui kalau ternyata rasa cintanya pada gadis itu ternyata sebegitu besarnya.

Mama Nugraha mendengar dengan jelas, tangisan memilukan anak lelakinya yang sudah berusia 23 tahun itu dari balik pintu kamarnya. Namun apa yang bisa ia lakukan.

Mencegah Laras meninggalkan Ardi, ia tidak mungkin sanggup. Melihat bagaimana kelakuan anaknya belakangan ini pada Laras.

Karena itu, Mama Nugraha memilih untuk diam dan merelakan. Berharap waktu dengan sendirinya akan menyembuhkan keduanya.

Dan waktu berlalu begitu saja dengan depat.

***

"My dear friend!" seru dokter Fajar ketika melihat Raka akhirnya keluar dari ruangannya dengan wajah lelah. "Dokter idola kita," ujarnya lagi, mengalungkan tangannya ke pundak Raka.

Raka membiarkan temannya yang sekaligus pemilik klinik itu merangkul pundaknya tanpa membalas ucapannya.

Ia sangat lelah sekarang karena semua pasien umum memilih untuk memeriksa padanya. Padahal demi tidak membeludak di satu bagian, klinik itu menyediakan dua dokter umum dan beberapa dokter spesialis lainnya.

Kalau tahu jadwalnya akan sangat padat begini, mestinya ia memilih bekerja sesuai spesialisasinya saja, pikirnya menyesal. Bekerja di rumah sakit sebagai neurologis.

Namun apa daya, ia sudah menanda tangani kontrak dengan temannya dan belum aan bisa keluar untuk satu tahun ke depan.

Untungnya, setidaknya ia masih bisa negosiasi waktu sehingga ia memilikibanyak waktu luang untuk mengantar dan menjemput Laras. Ia bahkan masih bisa menemaninya pergi untuk hanya sekedar nongkrong.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang