Ini pertama kalinya Laras datang ke klinik tempat Raka bekerja. Kebetulan anak dari dosennya sakit, jadi kelas ditiadakan. Karena Laras pulang lebih cepat hari ini, ia bermaksud memberi kejutan ke Raka. Selain ingin membahas tentang permintaan ibunya juga, walau ia malas.
Ketika ia tiba di pelataran parkir klinik, Laras terkejut. Ia kira, karena namanya klinik, besarnya paling tidak seperti sebuah ruko dua lantai. Tapi klinik itu menempati seluruh barisan ruko yang berada di blok itu. Dan begitu ia masuk, Laras lebih terkejut lagi karena klinik itu ternyata begitu lengkap.
Ada banyak dokter spesialis di sana, ia kira hanya aka nada dokter umum atau paling tidak dokter anak. Tapi klinik itu bahkan memiliki dokter gigi, THT, bahkan ob/gyn. Bukankah itu luar biasa.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang satpam yang melihat Laras tampak kebingungan menatap papan jadwal dokter yang bertugas.
"Hah? Oh ... itu, aku mau bertemu dengan dokter Raka. Raka Ganendra," sahut Laras yang terkejut dengan kedatangan satpam yang tiba-tiba.
"Kalau begitu, harap daftar dulu ke resepsionis. Untuk pemeriksaan umum kan? Tapi sepertinya mungkin akan sulit untuk mendapatkan konsultasi dengan Dokter Raka karena biasanya jam sgini pasiennya sudah penuh," jelas satpam sambil berjalan berusaha mengajak Laras menuju ke resepsionis.
"Bukan itu. Aku enggak mau periksa tapi mau bertemu sama Dokter Raka."
Si satpam yang bernama Khoirudin itu menatap Laras dari atas kepala hingga ujung kaki. Menilai penampilannya lalu menggeleng. "Nona, dokter Raka enggak akan menerima permintaan bertemu di luar konsultasi. Sebaiknya jika ingin mencari pacar, jangan di klinik."
Wajah Laras memerah karena malu. Ucapan lelaki yang sepertinya berusia tiga puluhan itu cukup keras sehingga banyak orang yang menunggu di sana tertawa mendengarnya.
Merasa menyesal telah datang ke klinik tanpa memberitahu Raka dan merasa harga dirinya jatuh, Laras berniat angkat kaki secepatnya dari klinik. Namun sebelum ia berhasil melangkah, suara laki-laki tidak dikenal memanggilnya dengan panggilan yang hanya Raka yang melakukannya.
"Seraphina?! Benar kan? Kamu Seraphina kan? Tunggu!"
Laras berhenti melangkah dan menoleh ke arah datangnya suara. Lelaki itu berlari ke arahnya dengan kaki panjangnya dari arah belakang gedung. Tempat ruang konsultasi rawat jalan diberikan.
Penasaran mengapa ia bisa memanggilnya demikian, Laras menunggu lelaki itu sampai ia tiba di dekatnya.
"Hai! Kamu Seraphina bukan? Aku pasti enggak salah," katanya lagi sambil tersenyum jenaka. Manik matanya menatap Laras yang terkejut dengan tingginya.
Selama ini, ia kira ia sudah melihat semua lelaki tinggi di sekitarnya. Ardi sendiri memiliki tinggi 185 sentimeter, sedangkan adiknya 184, sementara Raka 183, jadi ia mengira ia sudah tidak mungkin lagi terkejut.
Tapi dokter yang ada di depannya memiliki tinggi yang bahkan melebihi tinggi Ardi. Jangan-jangan tingginya sampai 190 sentimeter, pikirnya. Walaupun sebenarnya, dokter Fajar hanya memiliki tinggi 188 sentimeter.
"Halo?" panggil lelaki berbaju dokter yang menatap bingung Laras karena sepertinya ia sibuk dengan pemikirannya sendiri hingga pertanyaannya tidak digubris.
"Hah? Oh Maaf," cengir Laras tidak merasa bersalah. "Tadi ngomong apa ... uhmm ... Dokter Fajar?!" tanya Laras sambil melirik name tag yang terpasang di jas putihnya.
"Kamu Seraphina, benar?"
"Namaku bukan itu sih," sahut Laras menggeleng.
"Tapi Raka yang memberikan nama itu untukmu bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceKetika ia terbangun dari koma, dunia Laras seketika runtuh. Semua yang ia ketahui telah berubah. Belahan jiwanya pergi ke tangan perempuan lain. Tetapi, selalu ada harum menyegarkan setelah hujan deras. Dan kali ini datangnya dari orang yang tidak t...