Setelah operasi berhasil, Ardi dipindahkan ke ruang perawatan intensif karena masih harus menunggu keadaannya setelah siuman. Namun secara garis besar, operasinya berhasil dan tidak lagi berbahaya. Seperti kata Raka, selama prosedur operasi dilakukan secepatnya, kemungkinan berhasil sangat tinggi.
Orang tua Ardi yang mendengar bahwa anak mereka telah melewati masa kritis akhirnya bisa bernapas lebih lega. Dan mereka memutuskan untuk tetap menunggu di rumah sakit sampai Ardi siuman.
Melihatnya, Raka menawarkan untuk membelikan makanan karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Awalnya mereka menolak, tapi karena bujukan Raka, akhirnya mereka menerimanya.
Untungnya rumah sakit tempat Ardi berada ada di tengah-tengah komplek perumahan yang bukan hanya dekat dengan mall tapi juga beberapa restoran cepat saji yang buka 24 jam. Jadi Raka dan Laras tidak kesulitan membeli makanan.
"Kamu sudah menghubungi Ren?"
"Oh iya lupa," kekeh Laras malu sendiri. Ia terlalu bingung dengan kejadian hari ini sampai lupa memberi kabar pada adiknya.
"Ya sudah telepon aja dulu. Biar aku yang memesan nanti," ujar lelaki berusia 33 tahun itu begitu mereka sudah berada di dalam mobilnya. "Mereka suka burger nggak? Apa mending nasi?" tanya Raka ke Laras yang sedang bicara pada adiknya melalui telepon.
"Tunggu Ren. Hmmm, mereka enggak pernah milih-milih sih. Kayaknya apapun yang Kakak beli, mereka makan kok."
"Kalau kamu?"
Laras memiringkan kepalanya, bingung dengan pertanyaan Raka. Mungkin karena ia mendengar bagaimana Ren meributkan keterlibatannya dengan Ardi yang masuk rumah sakit di ujung sambungan, ia kesulitan menangkap maksud dari Raka. Maklum ia bukan perempuan yang multi tasking seperti seharusnya.
"Makan. Kamu mau makan apa?"
"Loh? Bukannya tadi udah ...!" Laras terdiam sebelum ia berhasil menolak karena tahu-tahu perutnya protes cukup keras. Membuat wajahnya seketika memerah seperti tomat.
Kenapa sih selalu melakukan hal memalukan kalau berada di dekat Raka, kesal Laras. Padahal seingatnya ketika ia pacaran sama Ardi, ia tidak pernah kehilangan muka seperti ini, gerutunya lagi.
"Kenapa?" tanya Raka lagi-lagi tersenyum menatap Laras yang cemberut. Benar-benar deh, tidak ada bosan-bosannya ia menatap gadis satu itu. Ia tidak pernah tahu apakah kalau sedang jatuh cinta dengan seorang gadis, seorang lelaki akan selalu menganggap apapun yang dilakukan gadis yang disukainya menggemaskan seperti dirinya saat ini. Karena ia belum pernah merasakannya hingga ia bertemu dengan Laras.
"Enggak apa-apa. Cuma aneh aja, kenapa aku selalu melakukan hal bodoh kalau sedang bersama Kakak sih," protes Laras sambil menggembungkan pipinya.
"Itu artinya kamu nyaman denganku, 'kan?" jawab Raka sambil mengedipkan sebelah matanya.
Okay, rasanya Laras bisa diabetes jika terus seperti ini.
"Loh kok cemberut, Kakak kan cuma bilang yang sebenarnya," ujar Raka lagi, kali ini dibarengi dengan menggandeng tangan Laras.
Gadis itu? Tentu saja terkejut dan sempat menegang. Tapi kemudian memasrahkan diri. Tidak bisa ia pungkiri kalau ia menikmati kelembutan Raka dan menyukai kehangatan tangannya.
"Jadi mau makan kan? Biar perut kamu enggak protes lagi. "
Nope! Biar Laras tarik lagi ucapannya karena Raka ternyata juga bisa iseng.
***
"Terima kasih, Nak," Ibu Nugraha tersenyum ketika Raka dan Laras kembali sambil membawakannya makanan. "Tapi, kita sudah banyak bicara, Tante enggak tahu namamu?" tanyanya lagi sambil melirik sedikit ke arah mantan calon menantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceKetika ia terbangun dari koma, dunia Laras seketika runtuh. Semua yang ia ketahui telah berubah. Belahan jiwanya pergi ke tangan perempuan lain. Tetapi, selalu ada harum menyegarkan setelah hujan deras. Dan kali ini datangnya dari orang yang tidak t...