Chapter 4 - Sebuah Perpisahan

281 61 14
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raka kira, suasana hangat yang ia rasakan sebelum pergi membelikan makanan untuk kakak beradik Maeswara akan menyambutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raka kira, suasana hangat yang ia rasakan sebelum pergi membelikan makanan untuk kakak beradik Maeswara akan menyambutnya. Namun suasana yang berbanding terbalik malah yang ia rasakan.

Dokter berusia 33 tahun itu sampai mengira kalau ia salah masuk.

"Kalian kenapa? Bertengkar?"

Raka berjalan mendekati kakak beradik yang sekarang sedang perang dingin.

Laras tampak menggemaskan dengan bibir mencibir. Menolak keras untuk memandang adiknya yang sedang melipat tangannya dengan ekspresi wajah kesal.

"Kalau begitu, lanjutkan pertengkarannya nanti setelah makan. Kalian akan butuh energi untuk bertengkar, bukan?" kata Raka lagi. Tidak terlalu mengambil pusing dengan pertengkaran mereka.

Kakak adik bertengkar itu sudah biasa.

"Aku membeli ini. Tidak semewah makanan di kota, tapi ini sehat dan sudah pasti lebih ada rasanya dibanding makanan rumah sakit kami," ujar Raka sambil mempersiapkan bungkusan makanan yang ia bawa menggunakan kantung kresek.

"Kelihatannya memang tidak terlalu menarik, bahkan orang sini suka menyebutnya dengan nama nasi kotor. Tapi rasanya lebih enak dari penampilannya. Dan aku juga membelikan gorengan untuk kalian, cuma ... Laras hanya boleh memakan satu saja. Tidak ada tapi, Laras," kekeh Raka yang kali ini menjadi obyek cibiran bibir tebal Laras.

Merasa lapar, meski ingin melanjutkan perang dingin mereka, Laras dan Ren memutuskan gencatan senjata lebih dulu.

Sementara mereka sibuk makan, Raka justru memuaskan netranya dengan memandangi Laras yang tampak begitu antusias menikmati makanannya. Pipi gembilnya bahkan menggembung. Membuatnya tampak berkali-kali menggemaskan.

Dalam hatinya, Raka merasa senang karena gadis itu sudah tampak jauh lebih sehat meskipun masih membutuhkan waktu untuk benar-benar pulih.

Saking fokusnya dengan Laras, Raka sampai lupa kalau ada orang lain yang bersama mereka di sana. Dan orang lain tersebut—dari sejak awal Raka dengan telaten menyiapkan makanan untuk kakaknya sampai dengan rela menggeser meja agar Laras bisa dengan mudah memakannya sampai ia tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah kakaknya—terus memperhatikan dan menangkap semuanya dengan baik.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang