Hari ini tepat satu tahun Laras sadar dari komanya, tapi sepertinya gadis itu tidak mengingatnya. Melihat bagaimana ia bersikap sejak tadi. Namun Raka hanya tersenyum menatapnya. Yang terpenting adalah Laras sehat dan bahagia. Apalagi yang ia takutkan terjadi pada Laras sama sekali tidak ada tanda-tandanya.
Kemampuan mengingatnya juga tidak ada masalah dan semua organ dalamnya sehat. Raka sempat takut jika ginjalnya mungkin akan terpengaruh obat-obatan yang Laras konsumsi selama ia koma. Ditambah lagi efek samping yang mungkin saja ia alami karena telah koma selama itu. Namun sepertinya Laras tidak mengalami semuanya.
Hanya ketika di awal-awal bulan setelah ia sadar, ia sempat dirawat. Itu pun kemungkinan besar karena terpengaruh stress akibat Ardi.
Diam-diam, Raka menyentuh kantung jaket jeans-nya. Meraba sebuah kotak beludru berisikan cincin. Ia bermaksud untuk meresmikan hubungan mereka. Jika Laras belum bisa memutuskan, maka ia yang harus melakukannya terlebih dulu. Yang di tangannya bukan cincin lamaran, hanya sebuah cincin titanium biasa.
Cuma untuk melambangkan hubungan mereka yang berubah saja. Nanti setahun kemudian, ia baru berpikir akan melamarnya. Lagipula ia tidak setega itu mengambil Laras dari keluarganya padahal ia baru saja kembali ke pangkuan mereka setelah lebih daru dua tahun lamanya.
Sesekali, pandangan teduhnya itu berbinar menatap penuh kasih ke arah Laras yang pipinya menggembung karena sedang makan. Gadis berusia 23 tahun itu benar-benar sangat menggemaskan di matanya. Jika ia tidak tahu umur pasti Laras, ia mungkin mengira kalau Laras masih remaja karena aura yang ia pancarkan.
"Ada apa?" tanya Laras memecah lamunannya. Gadis cantik itu mengerutkan dahinya bingung dan sedikit canggung karena terus ditatap oleh Raka sampai lelaki itu lupa kalau ia belum menyentuh makanannya.
Raka yang terlarut dengan pikirannya sendiri, tidak sadar bahwa ia telah menatap Laras begitu lama sampai tidak berkedip. Jadi begitu ia mendengar suara Laras, ia justru mengernyitkan dahinya seakan bertanya, memangnya apa yang aku lakukan?
"Kakak enggak sadar kalau dari tadi ngeliatin aku terus? Emang ada apa sih? Aku belepotan?" tanya Laras.
Tangannya yang sebelumnya berada di atas meja juga sudah mulai bergerak menuju ke wajahnya untuk membersihkan sisa makanan yang menempel di wajah. Meski ia tidak tahu ada dimana.
Raka yang baru menyadari apa yang telah ia lakukan, dengan cepat menggenggam tangan Laras sambil menggeleng.
"Cantik kok."
'Hah?" Sumpah Laras bingung. Kan pertanyaannya bukan itu. Tapi kok jawabannya tidak sesuai.
"Kak ... yang ditanya kan ...." Laras menyipitkan matanya, mencoba menjadi detektif. "Kakak salah makan ya?" tuduhnya asal.
Raka tergelak mendengarnya. Dikiranya, gadis itu akan sadar mengapa ia melihatnya, mengingat bagaimana tatapan menyelidiknya padanya. Namun malah melontarkan pertanyaan asal.
"Maksudku, enggak ada apa-apa di wajahmu. Cuma pengen ngeliatin aja. Karena kamu cantik."
Raka itu belakangan ini sering sekali memujinya. Terlalu sering malah. Semuanya bermula ketika ia akhirnya benar-benar meninggalkan Ardi dan Raka mulaibekerja di klinik. Namun, meski Raka sering melakukannya, ternyata Laras masih belum kebal juga dengan lontaran pujian yang dilakukan Raka. Bagaimana mau kebal jika Raka melihatnya setajam itu ketika memujinya.
Rasanya Laras seperti tersihir begitu ia menatap mata gelap Raka yang memancarkan jujurnya pada Laras. Siapa gadis yang akan tahan jika ditatap sedemikian rupa oleh seorang dokter muda berwajah rupawan seperti Raka.
"Kakak sebenarnya di klinik tuh kerja apa belajar gombal si?" tanya Laras sambil meraih gelas minuman dinginnya. Ia perlu meredakan panas yang menjalar di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceKetika ia terbangun dari koma, dunia Laras seketika runtuh. Semua yang ia ketahui telah berubah. Belahan jiwanya pergi ke tangan perempuan lain. Tetapi, selalu ada harum menyegarkan setelah hujan deras. Dan kali ini datangnya dari orang yang tidak t...