Chapter 8 - Dunia Tanpa Warna

200 47 0
                                    

Ren menuntun Laras ke kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ren menuntun Laras ke kamarnya. Sepanjang perjalanan tadi, kakaknya sama sekali tidak membuka suara. Ren bahkan curiga kalau kakaknya tidak tahu kalau mereka sedang dalam perjalanan pulang.

Ia khawatir.

Dari luar, Laras yang terlihat memang seperti orang yang selalu bahagia. Tampak tidak pernah mengalami masalah di dalam hidupnya. Selalu tersenyum dan memberikan energi positif untuk orang di sekitarnya. Namun di balik itu semua, Laras yang sebenarnya adalah seseorang yang sangat waspada dengan orang lain, terutama orang asing.

Ren merasa karena kakaknya tidak ingin berharap banyak pada orang lain. Karenanya, Laras lebih suka mengandalkan dirinya sendiri. Sebab itu, hanya ada segelintir orang yang akhirnya bisa membuka hatinya.

Meskipun demikian, Ren tidak pernah menyangka kalau kakaknya akan mengalami syok berat seperti sekarang. Sepertinya Laras telah memberikan seluruh hatinya untuk lelaki yang namanya saja menyisakan rasa pahit di mulut Ren.

Akan tetapi, jika dipikir-pikir lagi, mungkin yang membuatnya semakin syok bukan hanya karena perselingkuhan — jika memang bisa dianggap demikian — Ardi saja. Namun juga karena yang menjadi pasangannya adalah Eva.

Aroma parfum White Musk langsung menyeruak menyambut kakak beradik Maeswara sesaat setelah pintu kamar terbuka. Aroma yang sangat familiar bukan hanya pada Laras, tapi juga Ren.

Dengan berhati-hati, Ren mendudukkan Laras di tepi tempat tidurnya lalu menyusuri kamarnya. Memastikan apakah mungkin ada benda berbahaya yang mengancam kehidupan Laras. Hanya berjaga-jaga. Lebih baik mencegah daripada tidak sama sekali bukan.

"Kakak ingin sendiri, Ren," bisik Laras tiba-tiba.

Jika suasana di kamar tidur Laras tidak sedang sunyi, Ren mungkin tidak akan mendengar permintaan Laras.

"Kak?" panggil Ren hati-hati. "Kakak tahu sekarang ada dimana?"

Ren hanya bisa melihat pandangan kosong kakaknya. Jiwanya terlihat seperti tidak ada di dunia. Bagaimana ia bisa meninggalkan kakaknya?

"Tinggalkan aku sendiri, Ren. Please," lirih Laras lagi. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan adiknya.

Menghela napas panjang, Ren menatap khawatir. Kemudian memejamkan matanya erat-erat. Mengulum semua pertanyaan yang mengancam ingin keluar. Sepertinya memang lebih baik membiarkan kakaknya sendiri dulu baru bertanya, pikirnya.

"Kalau begitu aku ada di bawah kalau Kakak memerlukanku, ya?" ujar Ren berusaha menarik perhatian kakaknya. Ia tidak akan bergerak sebelum mendapatkan jawaban pasti dari Laras. Biar saja dianggap tidak pengertian. Ia butuh tahu apakah kakaknya mendengarnya atau tidak.

Anggukan halus Laras yang hampir tidak terlihat menjawab pertanyaan Ren. Namun cukup membuat adiknya menyunggingkan senyum, meski masih terlihat begitu enggan untuk pergi.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang