Ren berjalan hilir-mudik. Sesekali mendongak, menatap ke arah dimana kamar Laras semestinya berada.
Rumah keluarga Maeswara memiliki dua lantai. Masing-masing seluas enam puluh meter persegi. Untuk ruang makan, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi berada di lantai bawah. Sementara di lantai dua hanya terdapat satu kamar utama lengkap dengan kamar mandi, dua kamar tidur untuk Ren dan Laras, dan sebuah ruang keluarga yang terhubung dengan balkon.
Tidak terlalu besar, untuk Ren berlari jika Laras memerlukannya. Namun meninggalkan Laras sendirian di kamar, tetap membuatnya khawatir. Mengingat pesan Raka yang menyatakan kalau kakaknya belum boleh stress.
Secara fisik, Laras memang terlihat baik. Itu langka, walau bukan tidak mungkin. Sebagai orang yang sudah berbaring selama satu setengah tahun, Laras termasuk sangat sehat. Namun bukan berarti tidak mungkin ada komplikasi. Bisa saja ada efek samping koma yang belum muncul atau terdeteksi.
"Ingat Ren, jangan sampai Laras stress. Saat ini, kondisinya memang baik. Tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Apalagi Laras butuh satu setengah tahun untuk bangun dari tidur panjangnya," ujar Raka tepat sebelum ia pulang bersama Laras.
Mengingat ucapan Raka, Ren jadi tercabik antara ingin menuruti kata Laras atau tidak. Lelaki berusia 21 tahun itu terlihat begitu kesusahan memutuskan apa yang harus ia perbuat. Terlihat jelas melalui raut wajahnya yang bimbang.
Brugh!
Kaki Ren sudah setengah ingin melangkah ke arah tangga ketika mendengar suara mengejutkan dari lantai atas. Saking kagetnya, Ren sampai membeku sesaat, sebelum akhirnya tersadar kalau ia harus memeriksanya, bukan malah bengong. Berharap bukan Laras yang terjatuh.
Terburu-buru, Ren melangkahi dua anak tangga sekaligus untuk menghemat waktu. Tidak sulit untuk kakinya yang panjang. Di saat seperti inilah ia bersyukur kalau rumah mereka tidak besar. Dengan begitu, ia bukan hanya bisa bergerak cepat tapi juga mendengar jika ada yang jatuh di lantai atas.
Tidak terbayang jika rumah mereka sebesar rumah di kawasan Jakarta Selatan, ia pasti tidak bisa mendengar jika ada yang jatuh.
Tanpa mempedulikan sopan santun, Ren membuka pintu kamar Laras dengan kasar tapi gagal.
"Hah?"
Sambil memelototi handel pintu yang tidak bersalah, Ren kembali mencoba membuka pintu, tapi tidak juga berhasil.
"Kakak?!" teriaknya, memanggil Laras sambil mengetuk pintu kamar dengan brutal. "Kak! Woi! Jangan bercanda, Kak?!"
Entah berapa kali Ren memanggil, tapi tidak juga ada jawaban dari Laras. Membuatnya terpaksa menggunakan seluruh kekuatan tubuhnya untuk mendobrak pintu. Sayangnya, mendobrak pintu itu tidak semudah yang terlihat di drama-drama. Apalagi model pintu jaman sekarang lebih tebal dan kokoh. Jadi bukannya pintu terbuka, justru malah membuat bahu Ren nyeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceKetika ia terbangun dari koma, dunia Laras seketika runtuh. Semua yang ia ketahui telah berubah. Belahan jiwanya pergi ke tangan perempuan lain. Tetapi, selalu ada harum menyegarkan setelah hujan deras. Dan kali ini datangnya dari orang yang tidak t...