Chapter 16 - Ksatria Berbaju Jirah

164 49 2
                                    

Ketika ponselnya berdering, Raka sedang menatap kosong ke arah layar televisi yang menyala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika ponselnya berdering, Raka sedang menatap kosong ke arah layar televisi yang menyala. Terlalu bingung harus berbuat apa. Ia tidak pernah mengambil libur. Bahkan sejak masih kecil. Selalu saja ada yang dikerjakan. Ia selalu sibuk, entah bekerja atau belajar. Sebagai anak yatim piatu, Raka tidak memiliki kemewahan yang bernama hari libur.

Sekali-kalinya mengambil liburan adalah ketika ia bertugas di Rumah Sakit Dataran Tinggi Dieng. Itupun dipaksa karena jumlah cutinya yang menumpuk.

Ketika itu Seharusnya Raka dipaksa mengambil libur beberapa hari, tapi di hari pertama pun langsung gagal. Sebab di hari itulah ia menemukan Laras yang terluka. Namun Raka tidak pernah sekali pun menyesalinya.

Baginya, kejadian saat itu adalah kenangan yang patut dikenang sepanjang masa hidupnya.

Mengingat pertemuan pertama mereka, tanpa sadar bibir Raka merekah. Menampilkan senyuman lembut dan membuatnya merindukan sosok perempuan bertahi lalat di bawah mata kirinya.

"Halo? Ren? Ada apa?" jawabnya terburu-buru setelah menerima telepon.

Jantungnya berdebar begitu kencang begitu ia membaca nama Renjana-kah yang muncul pada layar ponselnya. Tangannya bahkan sedikit bergetar ketika mengangkat telepon Ren dengan panik. Jika Fajar melihatnya, ia mungkin tidak pecaa dengan matanya sendiri. Karena selama ia bergaul dengan lelaki berwajah menenangkan itu, ia tidak pernah melihatnya sepanik itu.

Berangsur-angsur, wajah paniknya mereda begitu mendengar ucapan Ren dari ujung sambungan. Tidak seperti yang ia takutkan sebelumnya, ternyata Ren menghubunginya bukan karena Laras kembali masuk Rumah Sakit. Meskipun masih ada hubungannya dengan perempuan berbibir tebal itu.

Meskipun begitu, permintaan Ren tetap membuat dahinya mengernyit saking terkejutnya dengan permintaan Ren. Memangnya ia siapa. Apa mungkin ia bisa melakukan apa yang diminta Ren, padahal selama ini, hubungannya dengan LAras masih hanya sebatas dokter dan pasien.

"Tolong ya Dok. Aku enggak mungkin menemani Kak Laras. Padahal sudah aku larang, tapi Kak Laras terlalu keras kepala," mohon Ren.

Mau semarah apa pun Ren pada Laras, sepertinya Ren tidak mungkin benar-benar tidak mempedulikan kakaknya itu. Tampak luarnya saja ia terlihat tidak peduli. Padahal sejak ia meninggalkan rumah untuk berangkat kuliah, jantungnya terus berdebar. Takut terjadi sesuatu pada kakaknya.

Karena itu, ketika ia menghubungi Raka, Ren sangat cemas. Takut Raka tidak menjawab karena ada pekerjaan. Sebagai dokter, Ren kira Raka sulit mendapatkan waktu luang. Setidaknya itu yang ia tangkap ketika dulu suka menemani Laras nonton drama korea yang bergenre medis. Maka dari itu ia jadi was-was.

"Aku takut Kak Laras beneran nekat pergi. Jadi Dokter, kalau melihat Kak Laras bermaksud pergi ke rumah Ardi, tolong dilarang ya," kata Ren lagi dengan terburu-buru.

"Loh kok tumben kamu enggak bisa nemenin?"

Mengingat bagaimana adik Laras itu terus berusaha membolos meskipun kakaknya melarang, tindakannya kali ini membuatnya curiga.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang