Laras sangat terkejut ketika suara Ardi-lah yang terdengar di ujung sambungan telepon rumahnya. Sama sekali tidak terbayangkan kalau Ardi yang akan menghubunginya lebih dulu. Apalagi kejadian semalam masih membekas di ingatannya.
Tidak tahu harus melakukan apa, Laras hanya diam. Menunggu lelaki yang dulu menempati posisi spesial di hatinya bicara terlebih dahulu.
Sebenarnya Ardi masih menduduki posisi itu hingga sekarang, tapi ia sudah berjanji pada Ren untuk tidak lagi peduli dengannya dan pada dirinya sendiri untuk melupakan semuanya.
Sementara Laras terlihat serba salah dan tidak tahu bagaimana harus menyikapi teleponnya, Ardi berbeda lagi. Lelaki itu juga tiba-tiba canggung begitu mendengar suara yang sangat ia kenal telah menerima teleponnya.
Semalam, ketika ia melihat Laras berada di pelukan orang lain, Ardi merasa kesal. Dan sepanjang malam, otaknya sama sekali tidak bisa beristirahat karena bayangan itu terus mengganggunya seperti virus.
Malam itu, ia menyadari kalau perasaannya pada Laras ternyata sama sekali tidak berubah. Tidak juga berkurang, ia kira sikapnya yang kurang bersahabat dengan Laras adalah karena perasaannya yang telah berkurang. Ternyata tidak demikian.
Ia baru menyadarinya semalam kalau selama ini sikapnya yang seperti landak waspada itu karena ia membangun sistem pertahanannya sendiri. Bukan karena tidak mencintai Laras lagi, tapi lebih ke tidak ingin disakiti lagi oleh Laras. Kehilangan Laras membuat trauma tersendiri untuk dirinya. Sehingga tanpa sadar ia membangun sistem imun sendiri.
Dan ia menyesalinya.
Karena itu, ia menghubungi Laras hari ini ke telepon rumahnya. Ia tidak memiliki nomor telepon genggam Laras yang baru, jadi mau tidak mau ia menghubungi pesawat satu-satunya yang ia tahu.
Sengaja ia memilih siang hari agar bukan Ren yang mengangkat teleponnya. Tidak perlu diberi tahu pun, Ardi tahu kalau Ren sangat membencinya dan ia pasti tidak akan menyerahkan teleponnya pada Laras.
Ia juga akan melakukan hal yang sama dengan Ren jika ia menjadi Ren. Karena ia pun membenci semua sikap yang telah ia lakukan pada Laras.
Betapa ia merindukan suara itu. Kini di kala ia menyadari semua sikapnya, Ardi bisa merasakannya dengan jelas bagaimana perasaannya ketika mendengarkan suara Laras.
Rasanya seperti remaja yang ingin mengungkapkan pernyatan cinta pada perempuan yang sudah ia taksir sejak lama. Gugup, bingung, malu, takut ditolak, dan berdebar-debar.
"Halo?!" suara Laras kembali terdengar. Menariknya kembali ke kenyataan. Sepertinya perempuan itu ingin memastikan apa ia masih di sana atau tidak. Sepertinya gadis itu akhirnya mengalah dengan bicara lebih dulu karena jeda kosong yang berkepanjangan.
"I-iya. Laras ...," panggilnya dengan lembut.
Laras lagi-lagi terkejut. Ada apa dengannya, pikir Laras ketika itu. Apalagi maunya, jeritnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceKetika ia terbangun dari koma, dunia Laras seketika runtuh. Semua yang ia ketahui telah berubah. Belahan jiwanya pergi ke tangan perempuan lain. Tetapi, selalu ada harum menyegarkan setelah hujan deras. Dan kali ini datangnya dari orang yang tidak t...