G

354 56 2
                                    

Hari-hari manis terlewati, tanpa sadar satu bulan hampir berlalu, Timy dan Irene saling mengenal satu sama lain semakin dalam dan semakin baik, banyak hal menyenangkan yang mereka lakukan bersama, termasuk hal-hal romantis berbau percintaan. Mereka semakin akrab dan terbuka satu sama lain, seperti sudah saling mengetahui siapa diri mereka satu sama lain dengan sangat baik, walau sebenarnya hal-hal itu hanyalah sebuah kamuflase.

Irene mulai mencintai Timy sebagaimana bayi itu terus bertumbuh di dalam dirinya begitu juga perasaan miliknya tumbuh perlahan pada ayah bayinya. Sementara Timy, memang sedari awal sudah jatuh cinta pada Irene dan semakin hari semakin jatuh ke dalam cintanya. Mereka sangat menikmati kehidupan di pulau pribadi Timy tanpa mengetahui hiruk pikuk dunia di luar sana. Di sini, hanya ada Timy, Irene, dan calon buah hati mereka.

Sepuluh hari sekali dokter menyambangi pulau itu, tentu dengan peralatan yang sudah Timy pindahkan juga ke pulau untuk membantu dokter memeriksakan Irene, sejak berada di pulau, kondisi Irene dan bayi mereka memang selalu baik dan Timy tentu senang mendengarnya. Sampai pada bulan ke lima usia bayi mereka, alias kehamilan Irene yang baru hampir menginjak dua bulan, dokter kembali mengingatkan.

"Apa kau sudah memikirkan pesanku saat itu, Timy? Kalau kau mau dan setuju, kita harus melakukan tindakan itu pada Irene 30 hari dari sekarang" ucap dokter di ruang kerja Timy.

Yang tanpa mereka sadari, Irene baru saja hendak memasuki ruangan itu untuk membawakan minum bagi dokter dan juga Timy.

"Aku tidak tahu, dok. Aku tidak ingin Irene meninggal saat melahirkan bayiku nanti. Tapi aku juga tidak ingin Irene meninggal di meja operasi" apa maksudnya?

"Tapi kau tetap harus memilih salah satu kemungkinan itu, Irene bisa saja selamat jika kita mengeluarkan bayimu sebelum waktu ia lahir, ia bisa jadi bayi prematur yang sehat tanpa harus menyakiti Irene ketika melahirkan jika menunggu due date"

"PRANG!" nampan yang Irene bawa terjatuh membuat distraksi dua orang yang tengah berbicara di dalam ruangan.

Sekilas Timy melihat bayangan Irene berlalu dari celah pintunya dan ia segera mengejar ibu dari anaknya itu.

"IRENE! TUNGGU!" shit! Waktunya tidak pas untuk Irene mendengar hal seperti ini sekarang.

Dokter sudah pulang sedari tadi sementara Timy masih mengelilingi pulau untuk mencari sang kekasih hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dokter sudah pulang sedari tadi sementara Timy masih mengelilingi pulau untuk mencari sang kekasih hati. Ayolah, matahari perlahan sudah hampir kembali ke singgahsananya dan Irene belum kunjung ia temukan.

"Hiks" suara ibu dari anaknya mulai terdengar dan Timy segera bergerak menuju sumber suara.

Itu wanitanya yang sedang menangis sambil terduduk di pinggiran pantai dengan rambut diterpa angin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Itu wanitanya yang sedang menangis sambil terduduk di pinggiran pantai dengan rambut diterpa angin. Melipat kakinya sesekali menyenyembunyikan wajahnya di sana walau perut besarnya sudah mulai membuatnya sulit melipat kakinya.

Timy dengan segera menghampiri, melepas jaket miliknya dan menyampirkannya pada bahu Irene.

"Di sini dingin, sayang. Angin laut tidak baik untukmu" tapi tangis Irene semakin pecah dan Timy mendekap wanitanya erat.

"Hiks, jelaskan. Hiks, jelaskan padaku semuanya, Timy. Hiks, apa maksudnya mengeluarkan bayiku sebelum waktunya? Hiks, apakah terjadi sesuatu padanya yang aku tidak ketahui? Hiks, apakah ia tidak baik-baik saja? Hiks, apa yang terjadi sesungguhnya, Timy! Jelaskan padaku! Hiks, aku ibunya juga! Aku berhak tahu kondisi baby yang sesungguhnya, Timy!" Timy hanya mampu menenangkan Irene dan mengusap punggung Irene dengan lembut.

"Baby baik-baik saja, mommy. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tidak perlu bersedih. Nanti baby jadi sedih juga" tapi berkata demikian, Timy malah ikut menangis.

Irene menaikkan pandangannya membuat iris mata mereka saling menatap.

"Jujur kepadaku, Timy. Apa yang terjadi? Atau apa yang akan terjadi?" Timy mengusap air matanya dan memberikan senyum terbaiknya.

"Percayalah, tidak akan ada hal buruk yang terjadi" Irene meronta dari pelukan laki-lakinya itu.

"Bohong! Aku tidak akan mengizinkan kalian melakukan hal buruk pada bayiku! Kalian tidak bisa mengeluarkan dia sebelum waktunya! Aku tidak ingin ia jadi bayi prematur dengan banyak risiko yang harus bayiku tanggung! Jangan sekali-sekalinya kalian berani menyakiti bayiku" saat Irene akan bangkit berdiri, Timy menahan tangannya.

"Tapi risiko lainnya adalah kau, Irene. Aku, tidak bisa kehilangan dirimu" lalu tangis Timy pecah.

Irene kembali mengambil sikap duduk dan menatap ke arah Timy dengan penuh tanya.

"Apa maksudmu?"

"Kau bisa terluka bahkan meninggal ketika melahirkan bayiku dengan cara normal, Irene. Atau bisa dikatakan ketika waktunya ia lahir, ia akan banyak menyakitimu yang bisa membuat aku kehilangan dirimu, dan aku tidak mau! Aku tidak sanggup kehilangan dirimu! Maka dari itu dokter menyarankan untuk memajukan hari kelahiran baby. Walau ada risiko yang masih mungkin terjadi, mungkin saja kau atau baby bahkan kalian tidak selamat pada prosedur operasi itu. Tapi setidaknya masih ada kemungkinan juga kalau kalian akan selamat kan? Aku lebih suka memikirkan kalian berdua akan selamat jika baby lahir prematur ketimbang kau yang berkorban sendiri demi melahirkan baby pada waktunya ia ingin lahir" Irene mulai paham ke mana arah pembicaraan Timy walau tak sepenuhnya paham.

Irene memeluk Timy untuk meredam tangis pria itu. Belum pernah terbayang dalam benaknya akan memiliki pria yang mencintainya sedemikian dalam pada kehidupan ini.

"Timy, itu adalah risiko seorang ibu ketika melahirkan buah hatinya, kan? Aku yakin aku bisa melaluinya, aku ibunya. Aku yang tahu kondisi tubuhnya dan juga tubuhku. Kalaupun memang nanti hal buruk benar-benar terjadi ketika hari persalinan datang dan aku tidak lagi ada di sisi kalian. Berjanjilah untuk jadi ayah yang baik, Timy. Kita lalui bersama ya? Jangan menyakiti baby hanya karena keinginan egoismu untuk mempertahankanku seorang. Ingat, baby anak kita yang harus kita jaga dan rawat bersama" ucap Irene mengarahkan tangan Timy untuk menyentuh perutnya yang kian hari kian besar.

Timy masih menangis sambil mengusap perut Irene dan berkata banyak sekali maaf pada bayinya. Tapi dalam hati, ia masih menyesali pilihan Irene untuk melahirkan tepat waktu, ia masih ingin membujuk Irene untuk melahirkan baby sebelum waktunya. Karena kalau benar ia akan kehilangan Irene ketika baby lahir. Maka seumur hidup ia akan menyesal pernah menghamili Irene di kehidupannya.

"Maaf, sayang" ucap Timy lalu memeluk Irene, menciumi wanitanya itu.

"Mulai sekarang, kita jaga baby berdua saja, ya? Aku tidak mau dokter itu datang lagi ke pulau ini. Aku tidak suka berhubungan dengan orang yang mau menyakiti bayiku. Jadi, kita lalui ini bersama dengan baik, ya? Hanya ada kau, aku, dan bayi kita saja"

 Jadi, kita lalui ini bersama dengan baik, ya? Hanya ada kau, aku, dan bayi kita saja"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

090722

A Perfect LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang