I

311 59 6
                                    

Malam itu, Timy tidak tidur. Sepanjang malam hingga pagi menjelang, tak hentinya Timy mengucapkan doa di dalam hatinya entah kepada siapa yang jelas untuk sang pencipta yang bisa menolong Irenenya.

Pagi Irene terbangun, menyadari mata sayu lelakinya dengan kantung mata tebal yang membuatnya segera tahu.

"Kau tidak tidur semalaman, Timy?"

Timy memberi wanitanya senyum terbaik miliknya, walau dengan wajah lelah, ia tetap sangat tampan di mata Irene, apalagi Timy membisikkan selamat pagi dan mengecup keningnya.

"Aku takut ketika aku tertidur, kau kesakitan seperti semalam, sayangku" jawab Timy tak sepenuhnya bohong.

"Itu hanya kontraksi palsu, Timy. Sekarang dengan mata seperti itu, bagaimana kau bisa menjagaku seharian ini? Tidur dulu ya? Aku siapkan sarapan untukmu. Jika sudah selesai akan ku bangunkan" seperti sihir, Timy menurut, mengangguk, dan menarik selimutnya.

Ya, pada nyatanya mata Timy memang meminta dirinya untuk beristirahat. Walau hatinya tetap terus merasa waspada.

"Irene! IRENE! RENE! SAYANG! TIDAK!" teriakan Timy itu membuat Irene yang baru saja menata sarapan pagi sederhana mereka segera menuju ke kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Irene! IRENE! RENE! SAYANG! TIDAK!" teriakan Timy itu membuat Irene yang baru saja menata sarapan pagi sederhana mereka segera menuju ke kamar.

"Hei? Timy, ada apa? Bangun dulu sayang. Kau bermimpi buruk?" Ucap Irene menepuk pipi Timy perlahan beberapa kali.

Timy yang tersadar langsung menyimpan Irene dalam pelukannya, tanpa melupakan bayi yang berada di antara pelukan mereka.

"Apa kau baik-baik saja sayang? Apa kau merasa sakit? Beri tahu aku sekarang!" Timy masih seperti orang bingung dengan rentetan pertanyaan yang membuat Irene merasa aneh.

"Tentu aku baik-baik saja, kau baru tidur 15 menit Timy, bahkan roti panggang kita baru selesai ku tata di meja. Selama kau tidur, aku tidak merasakan kontraksi, dan segalanya baik-baik saja di sini. Ada apa memangnya?" Timy memejamkan matanya bersyukur, ia tidak akan mampu jika mimpinya tadi menjadi kenyataan.

"Hanya mimpi buruk. Tidak usah dipikirkan" jawab Timy yang malah membuat Irene jengah.

"Sepertinya bukan aku yang memikirkan hal itu. Kau yang terlalu banyak memikirkan hal buruk, Timy. Berbagilah padaku juga. Walau aku bukan istrimu, setidaknya aku ibu dari anakmu, yang bersedia menanggung sengsara bersamamu. Aku sungguh-sungguh dengan hal itu" Irene yang seperti ini, selalu membuat senyum Timy terbit.

"Hm, jadi ibu dari anakku ini bersedia menikah denganku, ya? Kapan mau melaksanakan resepsinya? Besok?" Irene semakin jengkel.

"Ish, tidak romantis sekali. Tidak ada persiapan. Dan lagi, pertanyaan macam apa itu? Bersedia menikah denganmu? Bahkan mengandung benihmu saja aku bersedia, bodoh!" Timy tertawa dan mulai menciumi pipi chubby Irene sampai ke leher jenjangnya.

"Sepertinya pagi ini aku tidak ingin sarapan roti panggang, Rene. Aku menginginkanmu sebagai sarapanku pagi ini" ya, mereka bergumul lagi di bawah selimut, karena Irene yang selalu pasrah dan tidak bisa menolak pesona Timy.

A Perfect LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang