O

252 40 13
                                    

Besok pagi Barbara sudah tidak ada di rumah dan hanya meninggalkan selembar notes kecil di meja.

"Benar-benar gaya ibu sekali. Sudah ku bilang ia tidak serius memperhatikanku dan anak-anak, Timy" Komentar pedas Irene lontarkan ketika menemukan notes di meja.

"Mungkin ibu ada urusan mendadak sayang, jangan cemberut begitu, bagaimana kalau kita langsung berangkat ke apartemenku saja hari ini?"

"Seharusnya tidak ada hal yang lebih penting ketimbang aku dan anak-anak, Timy. Kami darah dagingnya, jika ia lupa"

"Aku tahu, aku juga ingat sebenarnya ibumu adalah manajer pribadimu. Tapi kan semua urusan kita sudah langsung diambil alih oleh agensimu, sayang. Ibu juga sudah mengutarakan pendapatnya, kita tinggal diskusi final dengan Richo, dan aku akan menyetujui apapun keputusan akhirmu"

"Kau yakin? Apapun itu?"

"Iya, aku yakin. Apapun itu"

"Sekalipun aku tidak ingin hamil lagi?"

"Aku akan menyanggupinya"

"Walaupun aku lebih senang berkata kalau aku keguguran"

"Aku akan setuju mengenai apapun yang bisa meringankan beban dan kesakitanmu"

"Kalau aku ingin kita adopsi?"

"Lebih baik kita menikah dulu dan kita bicarakan lagi, seperti arahan ibumu" Kali ini jawaban Timy tidak mengiyakan.

"Katamu apapun keputusanku?"

"Rene, kita punya bayi kembar yang masih sangat kecil, darah daging kita yang butuh perhatian kita 100%, apabila kau mengadopsi anak orang lain, bukan aku mengecilkan dirimu. Apakah kau yakin bisa memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama pada ketiganya?" Irene bahkan tidak berpikir kalau Timy sudah sejauh itu.

"Baiklah, kita pulang ke Bel Air dulu, baru kita bicarakan dengan Jericho masalah ini"

Richo ternyata sudah selesai membereskan apartemen Timy dan menunggu kedatangan keluarga kecil Timy.

"Aku tahu kalian pasti ingin membicarakan masalah publikasi final. Aku bisa membaca pikiranmu, Timy. Kita bicarakan saat makan malam saja ya? Kalian istirahat dulu, babies juga pasti lelah setelah perjalanan jauh" Tutur Richo yang dianggukki keduanya.

"Bagus kalau kau langsung mengerti keadaan kami. Siapkan jawaban terbaikmu malam ini, Richo. Keputusan kami ada di tanganmu" Richo memberikan anggukkan.

Richo tidak pulang, ia berdiam diri di apartemen Timy menunggu Timy dan Irene bangun untuk mendiskusikan hal krusial milik mereka, juga untuk mengurusi kedua bayi yang sedari tadi sebenarnya telah menangis kencang karena kelaparan, akan tetapi kedua orangtuanya tak kunjung bangun.

"Sabar ya, twins. Sebentar lagi mommy daddy kalian akan bangun. Aku tidak enak jika harus membangunkan mereka ketika tangis kencang kalian saja tak terdengar"

Benar saja, setelah itu Irene bangun, masuk ke dalam kamar twins walau matanya masih belum terbuka sempurna.

"Maaf merepotkan ya, Richo. Sini twins sama mommy" Irene dengan refleks membuka kancing piyamanya untuk menyusui si kembar.

Tiba-tiba Timy sudah muncul di depan Irene dan menutupi calon istrinya itu.

"Kalau kau tahu diri sebaiknya kau keluar sekarang, Richo. Sebelum kau tidak bisa melihat lagi" Ah, dasar Timy si over protective.

"Aku juga tidak berniat mengintip Irene, Timy. Ia membukanya begitu saja dan aku segera memalingkan wajahku"

Richo segera keluar dari kamar twins dan menutup pintu kamar dengan rapat.

"Seharusnya tidak perlu sekasar itu dengan Richo, Timy. Salahku juga, tidak sadar. Mungkin efek baru bangun tidur" Kesadaran Irene masih 50%.

"Tidak apa, Richo sudah biasa ku tegur. Lagi pula aku tidak menyalahkanmu, sayang. Aku tahu kita sama-sama lelah setelah perjalanan. Terutama kau dan twins.

Setelah kedua bayi kembar itu kembali tertidur, Irene, Timy, dan Richo berbicara serius di ruang tamu.

"Aku sudah mendengar beberapa pemikiran kalian dan opsi-opsi yang kalian inginkan. Jujur saja, memang paling mudah mengatakan kau keguguran, Irene. Tapi kembali pada idealisme dirimu, jika. Memang benar pada saat kau mengandung twins kemarin atau nanti saat kau mengandung adik twins dan hal buruk itu benar-benar terjadi. Bagaimana perasaanmu?" Irene memalingkan wajahnya.

"Aku tidak mau memikirkannya" Jawab Irene terdengar pilu seolah bisa merasakan kepedihannya.

"Jangan memaksa Irene untuk memikirkan hal-hal yang tidak baik, Richo!" Timy segera memeluk Irene dan memberikan ketenangan pada pasangannya.

"Aku bukan sedang menakut-nakuti, tapi kita semua tahu, ucapan adalah doa. Begitu juga doa akan terkabul, seperti ketika Timy memintamu untuk tetap hidup bersama dirinya dan anak-anak kalian ketika kau berada di ambang kematian setelah melahirkan. Dan untuk opsi adopsi, aku sepemikiran dengan Timy, takutnya kita, bukan cuma dirimu selaku ibunya. Tidak bisa memperlakukan mereka sama rata, lagi pula mencari anak di luar sana dengan paras menakjubkan seperti kalian, aku yakin akan sulit" Irene tahu apa akhirnya.

"Kau menyuruhku untuk hamil lagi, kan?" Tebak Irene.

"Irene, Richo hanya mencoba memberikan solusi terbaik"

"Aku tidak memaksa, Rene. Tapi memang kedengarannya yang paling masuk akal adalah kau hamil lagi" Irene memejamkan matanya membuang nafasnya kasar.

"Solusi terbaik yang sangat masuk akal bagi kalian. Bagiku bagaimana? Kalian kira aku kucing atau apa? Birth machine? Berpikirlah sebelum berbicara!" Irene pergi ke kamar membanting pintunya dengan keras.

"Aku tahu akan sulit membuat Irene mau mengandung benihku lagi, setelah yang pertama saja ia sangat kesulitan. Tapi aku juga setuju denganmu, Richo. Solusi yang paling masuk akal adalah memberikan twins adik. setelah itu biar aku yang mengurusnya. Kau boleh pulang, Richo. Aku akan mencoba sebisaku untuk membujuk Irene"

"Tidak usah mendekat, Timy!" Ujar Irene yang menyadari pintu kamarnya terbuka menghadirkan Timy.

"Hei? Bukannya kau bilang, hanya jika bersamaku tidurmu nyenyak bahkan without having sex? Tidak seperti dengan pria lain, kau bahkan langsung mengusir mereka karena perasaan tidak nyaman dan tidak bisa tidur dengan orang lain?" Ah, dinyatakan seperti itu, Irene jadi mengingat peristiwa 3 bulan lalu di mana proses twins dibuat.

"Tidak perlu membahas masa lalu, Timy" Nada Irene melemah.

"Baik, kita bahas mada sekarang, ya? Aku tahu hamil dan melahirkan itu berat" Belum selesai Timy bicara, Irene sudah melawan.

"Tidak cukup hanya tahu, Timy. Kalay kau tahu hamil dan melahirkan anakmu itu memberatkanku, bagaimana bisa kau memintaku hamil lagi secepat ini?"

"Sejujurnya kau tahu mengapa kita harus melakukan hal itu" Timy menekankan kata harus di sana.

"Jalan terbaik? Bagaimana bisa dikatakan jalan terbaik Timy?"

"Kau juga tahu jawabannya, sayang. Aku berjanji akan menjadi pasangan yang lebih baik lagi untukmu, menjadi suami siaga, dan ayah yang mengayomi bagi anak-anak"

"Ada satu kondisi jika kau benar menginginkan aku hamil adik twins dalam 3 bulan. Aku ingin kau vasektomi setelahnya"

 Aku ingin kau vasektomi setelahnya"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

070922

A Perfect LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang