K

352 58 10
                                    

Timy kembali membantu Irene ke tempat tidur, ternyata pembukaannya memang hampir lengkap.

"Pembukaan delapan, Rene. Bersabar sebentar lagi, ya?" Irene menggeleng tanda penolakan, karena rasa sakitnya sudah luar biasa dan Irene ingin segera mengakhirinya.

"Aku membaca beberapa artikel mengenai obsesi laki-laki saat wanitanya melahirkan, aku yakin kau tahu apa maksudku, dan hal itu bisa membantu pembukaanku, Timy. Apa kau tidak ingin melakukannya pada tubuhku? Astaga, bahkan sekarang aku terdengar seperti jalang yang tengah memohon pada tuannya" Timy heran tapi juga mengerti, Irene sangat frustrasi dengan rasa sakitnya, tapi Timy tidak pernah berfikir untuk melakukan hal itu sebelumnya.

"Kau bukan jalang, sayang. Semuanya salahku, sehingga kau harus melalui proses yang menyakitkan ini. Aku tidak memiliki obsesi seperti itu, aku takut membahayakanmu dan juga bayi kita jika melakukan hubungan di saat kau hendak melahirkan seperti ini, Rene"

"Ku rasa harus kau lakukan sekarang, Timy. Aku tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi"

Timy berusaha sebaik mungkin untuk mempercepat bukaan Irene. Sampai di mana dirinya kembali dikejutkan.

"Aku merasakannya, Rene" Timy segera menyudahi kegiatan panas miliknya dan melihat bahwa memang betul bayinya sudah mulai terlihat di jalan lahir milik Irene.

"Iya, aku juga sudah merasakannya, Timy. Apa sekarang aku sudah boleh mengejan?" Timy mengangguk sambil tak hentinya mengucap syukur di dalam hati.

"Sedikit lagi, Rene. Kepalanya sudah terlihat tapi masuk lagi ketika kau berhenti mengejan" Ucap Timy memerhatikan.

Ini hal baru baginya, bayangan bayinya akan lahir dengan membelah perut Irene sekarang sirna. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri sebuah keajaiban bahwa bayinya lahir dengan cara normal layaknya manusia. Apakah bayinya dengan Irene adalah manusia? Apapun bayinya, manusia ataupun penyihir sepertinya, Timy berjanji akan menyayanginya dan tentu saja Irenenya.

Teriakan kesakitan dari Irene menyudahi dorongan terakhir miliknya yang mengeluarkan seluruh tubuh bayinya dengan darah dan juga cairan ketuban.

"Sudah lahir ya?" Tanya Irene yang sedikit tersengal karena kelelahan.

Timy masih menyedot sisa cairan pada hidung dan mulut bayinya setelah itu baru sang bayi menangis.

"Huaa, hiks, huaa" Anggap saja suara bayinya nyaring dan menimbulkan senyum pada kedua orangtuanya.

"Bayi perempuan yang sangat cantik seperti ibunya, dengan paru-paru yang sehat" Baru Irene menerima bayinya dan Timy memotong tali pusarnya, Irene merasakan kontraksi lagi.

"Timy, bisa tolong cek lagi? Aku merasakan sedikit kontraksi" Sementara sang bayi sudah mengisap sumber makanannya dalam beberapa waktu ke depan.

"Seharusnya tinggal kantung ketuban yang akan kau keluarkan, Rene. Aku akan membantumu" Tapi Timy salah, saat Irene mengejan, yang terlihat malah kaki mungil pada jalan lahir Irene.

"Timy? Kenapa rasanya sakit sekali?" Irene hampir menangis, padahal saat melahirkan sang bayi tadi, ia tidak sampai menangis.

Timy panik, demi apapun ini di luar dugaan mereka.

"Bayi kita kembar, Rene. Yang ini footling breech" Irene menarik nafasnya mengumpulkan tenaga, tapi rasanya sudah tidak mampu.

"Aku, tidak sanggup lagi, Timy" Pandangan Irene menggelap, darah semakin banyak keluar dari jalan lahirnya.

"Tidak, Irene. Ku mohon. Bertahan sedikit lagi. Kau pasti bisa, bayi kita dan aku membutuhkanmu sayang" Irene kembali mengumpulkan tenaga dan mengejan lebih kuat mengeluarkan bayinya.

Perineumnya robek, ia tidak sadarkan diri. Bayinya tidak menangis. Hanya kegelapan yang menyambut beserta bau anyir dari darah yang semakin mendominasi tempat tidur mereka mengiringi kelahiran sang bayi kedua.

Timy kehabisan akal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Timy kehabisan akal. Irene semakin memucat dan ia masih sibuk mengusap bayi keduanya agar mau menangis menandakan suatu kehidupan. Sementara bayi pertamanya turut menangis, seperti mengetahui keadaan sang ibu dan adiknya yang tidak baik-baik saja. Timy sudah mulai menangis dan mulai lelah dengan keadaan. Pada akhirnya memang takdir selalu mempermainkan dirinya, bayinya sudah lahir dengan cara normal dan tidak menyakiti Irene, tapi kenapa pada akhirnya tetap ia harus kehilangan Irene?

Dengan rasa putus asa ia mengambil ponselnya mengingat pesan Jericho untuk menghubunginya. Pada dentingan pertama Jericho langsung mengangkat panggilan Timy.

"Halo? Timy? Ada apa? Apakah semuanya baik-baik saja?"

"Irene"

"Ada apa dengan Irene?"

"Ia sudah melahirkan buah hati kami, dua bayi perempuan yang cantik dengan cara normal layaknya manusia"

"Itu memang di luar dugaan tapi seharusnya kau senang, ada apa dengan nada bicaramu, Timy?"

"Ia mengalami pendarahan, wajahnya semakin pucat, hiks. Bayi kedua kami juga belum menangis, hiks. Aku harus bagaimana, Jericho? Apa yang harus ku lakukan? Hiks" Tangisan bayi pertama Timy juga turut mendominasi pendengaran Jericho.

"Ada dua kemungkinan kalau Irene melahirkan bayi kalian dengan cara normal, pertama, Irene manusia keturunan kerajaan murni, atau kedua, ia sebenarnya penyihir seperti kita. Kalau memang Irene penyihir, kau tahu apa yang harus kau lakukan, Timy. Kalau untuk bayi keduamu, sebentar lagi ia akan menangis, percaya perkataanku" Ya, Jericho memang bisa melihat hal pada masa depan, walau tidak untuk semua penyihir.

"Terima kasih, Richo" Timy sudah tahu hal apa yang harus ia lakukan.

Lagi-lagi ia mengambil cairan pada mulut dan hidung bayi keduanya lalu mengusap bayi itu sambil mengucapkan ribuan kata sayang, sampai bayi itu memerah dan mulai menyahuti tangisan sang kakak.

"Huee, hiks" Timy kini membersihkan kedua bayinya dan juga Irene, lalu mulai berlutut dan berdoa dengan sungguh,

"Kepada penguasa bumi dan langit, terima kasih sudah memberikan kesempatan padaku untuk memiliki keluarga yang utuh, akan tetapi ada satu permintaanku yang mungkin terlalu lancang tapi tetap aku inginkan. Tolong biarkan Irene hidup dan tetap berada di tengah-tengah kami. Aku berjanji akan menyayangi dan mencintainya seumur hidupku jika Engkau berkenan mengembalikannya pada pelukanku, aku percaya jika memang permohonan ini selaras dengan kehendak-Mu, maka Kau akan mengembalikan Irene padaku dan bayi kami. Sekali ini aku memohon dengan sungguh, tolong Engkau mengabulkan permintaanku"

Sepertinya memang Irene ditakdirkan untuk hidup lebih lama dan Timy tidak berhenti mengucapkan terima kasih pada sang pencipta, karena perlahan Irene mulai memerah dan kembali bernafas walau belum sepenuhnya bangun. Dengan terkabulnya doa ini, Timy tahu, bahwa ternya wanita yang melahirkan bayinya ini adahalseorang penyihir sepertinya, karena setiap penyihir laki-laki mendapatkan satu kesempatan untuk memohon pada sang pencipta ketika penyihir perempuan melahirkan bayi penyihir untuknya. Dan permintaan itu hanya akan terkabul, jika yang meminta itu penyihir laki-laki ketika yang melahirkan itu penyihir perempuan.

"Timy?" Panggilan itu akhirnya terdengar dari si penyihir wanita yang barusam melahirkan buah hati mereka.

"Penyihir cantikku yang sangat nakal"

090822

A Perfect LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang