"Sebaiknya kondisi Irene dengan kehamilan kedua yang waktunya cukup dekat dari kehamilan pertama, di rawat intens di kota bersamaku" ucap Dokter Hope.
"Kita pulang ke apartemenku atau ke rumahmu saja bagaimana, sayang? Dokter tidak mungkin bisa ikut tinggal di pulau ini bersama kita selama berbulan-bulan" usul Timy.
"Aku, ikut keputusanmu saja, yang terbaik untuk semuanya, dan tidak menyusahkan dokter" Tentu, Irene juga tidak mau menganbil risiko.
"Kalian bisa ikut dengan pesawatku malam ini, agar tidak ketahuan awak media, jika kalian ingin begitu" Irene dan Timy segera memberikan anggukkan.
Ibu segera membantu Irene dan Timy berkemas, terutama barang-barang si kembar, karena kalau barang Irene kebanyakan sudah Timy kemas sekalian.
"Barang anak-anak sudah ibu kemaas, apa ada yang bisa ibu bantu lagi?" Pertanyaan ibu yang terdengar tulus tiba-tiba membuat Irene menangis.
"Sudah bu, kita tinggal tunggu Dokter Hope untuk jemput. Sayang, apa kataku tadi untuk tidak menangis lagi?" Ya, Irene terharu saja, tidak biasa ibunya bisa benar-benar membantunya dalam keadaan genting.
"Aku tidak tahu, hiks. Ibu juga kenapa tiba-tiba perduli dan membantu kami, hiks" Barbara segera menghampiri anak tunggalnya yang kini tengah manja itu dan memeluk tubuh kecil nan rapuh itu sambil mengusap punggung bergetarnya.
"Seharusnya kau tahu, bagaimanapun aku ibumu, dan tetap selalu mencintaimu dalam keadaan apapun" ucap Barbara tersenyum getir.
Mereka tiba di kediaman Dokter Hope dan tinggan di salah satu mansion kecil dekat mansion utama. Dokter dengan senang meminjamkan bangunan itu untuk ditinggali Irene dan Timy. Sejak tinggal di sana, Irene merasa lebih aman dan nyaman karena berada di dekat dokter mereka, ketika ia mengalami rasa sakit, dokter segera datang untuk memeriksa.
Kali ini ibunya juga tidak meninggalkannya. Mereka semakin dekat dan semakin akrab. Perkiraan tanggal lahir anak ketiga mereka juga diperkirakan akan sama dengan kakak kembarnya.
"Ku harap kali ini tidak ada kejutan saat aku melahirkan" ucap Irene berharap kali ini bayinya tidak kembar.
"Tapi kan kita tidak tahu sayang, kalau memang ternyata kita diberi rejeki dengan bayi kembar lagi bagaimana?" Tanya Timy.
"Tentu aku akan menyayangi mereka, anak-anak kan darah daging kita, Timy. Hanya saja mengurus empat bayi di bawah 3 tahun bukan hal yang mudah" keluh Irene yang kualahan dengan bayi kembar pertama mereka juga satu dalam kandungannya, ia harap hanya satu kali ini.
"Ibu akan membantu menjaga bayi-bayimu, cucu-cucu ibu, Timy akan selalu membantumu, berperan aktif dan tidak akan meninggalkanmu" jujur kehadiran ibu sangat membantu Irin dalam menghadapi si kembar.
"Berani Timy meninggalkanku dengan anak-anaknya ini? Ku rasa besok kemaluannya akan hilang ku buat. Enak saja sudah menitipkan benih sebanyak ini tidak mau tanggung jawab" Timy menelan salivanya dengan sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Liar
FanfictionThere is no different, when lie or the truth come out.