Walau mungkin terlalu mendadak, keputusan Irene mengenai dirinya yang tidak menginginkan perawatan dari dokter, juga sudah cukup telat bagi mereka untuk baru mempelajari perihal melahirkan home birth tanpa dokter yang mengawasi, Irene tetap teguh dengan pendiriannya.
"Kau yakin, sayang?" Pasalnya waktu mereka untuk mempersiapkan dan mempelajari semua hal itu hanya kurang lebih satu bulan lagi.
"Tentu saja, bagaimana bisa aku percaya dengan orang yang bahkan mau menyakiti bayiku, Timy? Walaupun ia seorang dokter" jawab Irene.
Timy cukup banyak dilanda kebingungan saat itu, ia menghubungi dokter kandungan Irene agar tidak datang lagi sesuai jadwal walau tetap memberi pesan agar mau datang jika memang ia membutuhkan, karena menurut Timy, hal seperti itu tidak bisa diprediksi.
Timy bahkan menelepon calon ibu mertuanya untuk membantu dirinya membujuk Irene atau bahkan memberikan sedikit pengertian dan pembelajaran mengenai persalinan pada mereka. Tapi yang ia dapat malah ceramah instan.
"Bukannya aku tidak mau, Timy. Aku memang tidak mau dan tidak bisa. Irene sangat sulit dilawan dan jika sudah berpendapat ia tidak akan mau mengalah. Kalau persalinan, saat itu aku dibantu dokter, kehamilanku normal tidak seperti milik Irene yang katamu hanya 3 bulan, biarkan saja Irene dengan kemampuannya, aku yakin kalian juga calon cucuku akan baik-baik saja" Barbara sengaja berbohong, ia tahu pendapatnya akan sia-sia, Irene memang anak yang keras kepala.
Timy banyak belajar dari internet bahkan juga menelepon kakaknya mengenai persalinan istrinya. Timy tidak tahu kenapa ia sangat giat menggali informasi walau ia sudah tahu, jika pada akhirnya Irene tetap akan meninggalkannya berdua dengan bayinya. Karena bayinya akan membuat Irene terbunuh. Berkali-kali ia menyesali kenapa harus Irene yang ia sukai dan bayinya pilih untuk menjadi tempat bertumbuh kembang? Sebelumnya banyak wanita yang bersamanya tapi tidak satupun berhasil mengandung benihnya.
"Timy? Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" Tanya Irene yang melihat gurat wajah cemas, sedih, dan tidak mengenakkan milik Timy.
"Kau sungguh tidak mau merubah pendapatmu, Rene? Aku tidak suka menjalankan hal seperti ini. Kita berusaha giat mencari solusi ke sana ke mari, yang di mana aku tahu, pada akhirnya kau akan tetap meninggalkanku" Irene memeluk Timy membuat prianya menangis di bahu kecil miliknya.
"Percayalah. Aku berjanji. Aku akan berusaha sekuat mungkin menghantarkan bayi kita untuk lahir dengan selamat ke dunia ini. Dan membesarkannya bersamamu"
Timy masih menangis dan sesekali mengelus perut Irene yang kini sudah lebih besar lagi dari sebelumnya, kandungan Irene berusia 6 bulan setelah 10 hari terlewati sejak peristiwa Irene menolak perawatan dengan dokter untuk kedepannya. Timy mengelus perut Irene seolah berbicara pada anaknya, apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia meminta maaf karena sempat ingin mengambil risiko untuk lebih baik kehilangan sang jabang bayi ketimbang ibunya. Tapi bolehkan sekali saja Timy egois dan ingin menyelamatkan keduanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Liar
FanfictionThere is no different, when lie or the truth come out.