Alfred mengetuk pintu kamar bibi Mira, ia ingin menanyakan keadaan Kimberly yang terlihat murung, ingin bertanya pada Kimberly, sudah beberapa kali ia mengetuk pintu kamar lain, iya Kimberly memilih kamar lain. Ia juga tidak tau penyebab Kimberly mengacuhkannya.
Tok
Tok
TokAlfred menyandarkan punggungnya ke dinding di dekat pintu, sambil bersendekap, menunggu bibi Mira membuka pintunya.
Terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa. Pintu itu pun terbuka, terlihat seorang wanita. Kedua matanya memerah, seperti di paksa untuk bangun.
"Tuan Alfred," sapa bibi Mira.
"Maaf mengganggu waktunya bibi, emm aku ingin bertanya. Apa kita bisa mengobrol di ruang makan?" Tanya Alfred dan bibi Mira pun mengangguk.
"Iya tuan," ucapnya.
Alfred duduk di kursi dekat meja makan itu, sedangkan bibi Mira berdiri menghadap Alfred.
"Apa bibi tau Kimberly melakukan apa saja selama ini?" Tanya Alfred, ia begitu penasaran apa yang terjadi.
"Tidak ada tuan, nyonya seperti biasa saja, tidak keluar atau apa pun. Cuman, sewaktu makan wajah nyonya memang sudah terlihat lesu," ucapnya jujur. "Saya sudah bertanya, tapi nyonya begitu enggan mengatakannya." Imbuhnya lagi.
"Tidak ada lagi?" Tanya Alfred memastikan sambil menaikkan kedua alisnya, jari telunjuknya pun mengetuk-ngetuk meja di depannya.
"Tidak ada tuan," ucap bibi Mira dengan mantap.
"Ya sudah, silahkan bibi beristirahat lagi dan maaf mengganggu waktunya," ucap Alfred.
Bibi Mira pun memberikan hormat dan berlalu, sedangkan Alfred, dia menyandarkan punggungnya sambil berfikir. Bibi Mira pun tidak tau siapa dia sebenarnya, yang hanya berkedudukan sebagai suami pengganti sang kakak atau suami sandiwara, namanya Alfrik dan yang menikah Alfred.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Tidak mungkin kan, Kimberly tau sesuatu," gumam Alfred.
Dia beranjak, menaiki anak tangga. Ia membuka pintu kamarnya, namun tidak ada siapa pun. Kosong, di lihat ranjang berukuran size itu masih rapi seperti belum tersentuh.
"Apa dia ada di kamar mandi?"
Alfred mengetuk pintu kamar mandi itu, lalu memanggil Kimberly, tidak ada jawaban. Dia membuka pintu itu dan tidak melihat siapa pun.
"Dia benar marah," ucap Alfred.
Dia pun berbalik, tapi beberapa langkah terdengar suara ponselnya dan hal itu menyita perhatian. Alfred jadi mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Kimberly.
"Iya honey," sapa Alfred dengan tersenyum. Sejenak pikirannya tenang, Jennie kekasihnya selalu bisa menenangkannya.
"Belum, aku belum tidur. Aku selalu memikirkan mu," ucap Alfred sambil menggoda wanita di seberang sana.
"Sama, aku selalu merindukan mu, melihat bintang yang bersinar, aku seperti melihat mu Al," ucap Jennie. Dia sambil mengamati bintang yang menghiasi langit malam.
"Dan kau bulannya, kau mampu bersinar terang dan tidak ada yang bisa mengalahkannya." Goda Alfred, ia semakin menggoda kekasihnya itu. Terdengar suara tawanya.
"Alfred, aku mencintai mu, Love you."
"Love you to, aku juga mencintai mu, sangat mencintai mu."
Tepat di ambang pintu, Kimberly meremas gagang pintu yang baru ia dorong. Niatnya datang ke kamarnya ingin mengambil selimut, namun tak di sangka, ia malah di sambut dengan kejutan sepasang kekasih yang membara.
Dia tersenyum, matanya melihat ke arah lain. Dengan cepat ia menghapus air matanya. Mengusir rasa sesak yang menyelimuti dadanya, membungkusnya dengan erat, hingga tak mampu bernafas lagi.
Ia menarik nafasnya dengan dalam, lalu mengeluarkannya dari mulutnya. Seakan tidak mendengar apa pun, dia menyelenang masuk, melewati Alfred dan membuka pintu Walk in Closet itu.
Tubuh Alfred menegang, ia menoleh ke arah pintu, mulutnya menganga, jantungnya seakan berhenti berdetak.
"Ly .... "
Alfred langsung melangkah ke arah Kimberly, dia berhenti di samping Kimberly yang berjongkok mengambil selimut putih.
"Ly, kau mau tidur di mana? Kenapa membawa selimut."
Kimberly memeluk selimutnya dan menatap Alfred. Ia berusaha tidak menangis di depan laki-laki yang sudah mempermainkannya.
"Aku ingin tidur sendiri,"ucapnya singkat. Ia tidak ingin memperpanjang waktu bersama Alfred.
Alfred memegang lengan Kimberly. "Tapi kenapa? Apa aku punya salah?" Tanya Alfred. Ia menduga Kimberly mendengarkan percakapan.
Kimberly tersenyum, ia terkekeh seperti tidak terjadi apa-apa. Saat ini ia harus bersikap tenang, ia ingin sekali mengatakannya langsung, tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Aku tidak apa-apa, aku hanya ingin sendiri dan tidur sendiri," ucap Kimberly sambil menaikkan kedua bahunya.
Alfred tersenyum, ia bernafas lega. Wajah Kimberly meyakinkannya, bahwa Kimberly tidak mengetahui apa pun dan tidak mendengarkan percakapannya.
"Tidak perlu, kita tidur saja."
"Aku ingin tidur sendiri, malam ini maaf aku gak bisa nemenin. Ya, sebagai permintaan maafnya nanti aku masak pagi khusus buat mu dan malam ini, ijinin aku tidur sendiri untuk mengulang masa gadis ku," ucap Kimberly. Dia melepaskan tangan Alfred dan berlalu begitu saja. Wajahnya yang tadi tersenyum, kini langsung luntur di ganti oleh wajah marah dan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkarnasi Istri Pajangan
FantasiKimberly Madline, baru merasakan betapa hangatnya pernikahan. Setelah pernikahannya berjalan satu tahun. Kimberly di hadapkan sebuah kenyataan pahit, bagaikan di sambar petir siang bolong, hatinya merasakan di cabik-cabik saat suaminya mengatakan ak...