Alfred memandang nasi goreng yang belum habis itu. Kemudian menoleh ke arah Kimberly yang menuju ruang tamu. Dia pun mengambil piring itu, lalu menaruhnya di depan Kimberly.
"Makanlah, kau belum menghabiskan makanan mu," ucap Alfred.
Kimberly mengambil bantal di sampingnya, menaruhnya di atas pahanya. Kemudian memencet tombol remot di depannya. Acara berita pum berlangsung dan Alfred mengambil remote itu kemudian mematikan tv itu.
"Makanlah Kimberly," paksa Alfred.
"Aku rasa kau tidak perlu seperti ini."
Dengan kasar Kimberly merampas remote di tangan Alfred. Dia pun memutar memencet kembali.
"Kimberly, ada apa dengan mu? Apa aku punya salah? Katakan,"
"Aku ingin kau jujur, kau jujur siapa Jennie?" Tanya Kimberly dengan sorot mata yang tajam.
Deg
Alfred menelan ludahnya susah payah, tubuhnya menegang, wajahnya langsung pias seketika. Bagaimana kakak iparnya bisa tahu?
"Dia ... "
"Pacar mu? Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dari ku?" Tanya Kimberly lagi. "Alfred, aku tidak menerima semua ini. Aku ingin secepatnya kita bercerai."
Kedua mata Alfred mengembun, dia menunduk lekat. Ia tidak bisa menjawab apa pun.
Deg
"Tuan Alfred?" Bibi Mira menepuk pundak Alfred. Setelah kepergian sang nyonya, tuannya melamun dan satu kali tepukan di pundaknya membuat tubuh Alfred terlonjak kaget.
"Bibi Mira?" Alfred mengusap wajahnya dengan kasar. Ia menghela nafas, lalu kembali mengusap wajahnya. Pagi-pagi sekali keringatnya keluar bercucuran.
Dia pun langsung beranjak dan mengambil jas serta tas kerjanya. Meninggalkan bibi Mira yang tercengang. Baru kali ini wanita setengah baya itu heran dengan sikap sang tuan. Melamun di pagi hari dan membuatnya terkejut.
Sedangkan Kimberly, dia menatap suaminya pergi merentang tas kerjanya sedangkan jasnya dia taruh di atas sebelah tangannya.
Alfred menutup pintu mobilnya dengan kasar, ia kembali mengusap wajahnya. Dia membayangkan sesuatu yang tidak mungkin.
Sebuah dering ponsel berbunyi, dia mengambil ponselnya di sakunya dan menatap nama yang tertera. "Jennie,"
Dia menaruh ponselnya di sampingnya dan melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan ia mengingat lamunan tadi, otaknya seakan tidak bisa mencerna apa pun.
"Kita tidak mungkin," gumam Alfred.
Dia menancapkan gasnya, membuat mobil putih itu melaju kencang membelah kota jalanan yang lumayan padat.
Sesampainya di kantornya, Alfred masuk dengan wajah gusar, setiap karyawan yang menyapanya. Ia tak menanggapi sama sekali. Biasanya ia akan mengangguk, namun tidak. Hatinya merasakan nyeri sangat sakit. Jantungnya berdetak dengan kesakitan tiap hembusan nafasnya.
Dia bukan suaminya, tapi kenapa rasanya sangat sakit sampai ia tak mampu bernafas.
***
Seorang wanita menggunakan dress berwarna merah selutut, membelah bagian dadanya, lipstik yang merah merona dan rambut pirang yang bergelombang. Dia turun dari mobil hitam itu, lalu menatap gedung pencakar langit di depannya, kedua matanya tajam bagaikan elang yang siap mematuk ikan yang sedang berenang santai.Dengan langkah elegan, di ikuti dua pengawal, dia pun memasuki gedung itu. Para karyawan yang telah mengenalnya memberikan hormat. Dia pun menaiki lift milik CEO, menuju lantai dimana tempat sang CEO.
"Nyonya," sapa Asisten Kenan. Dia membungkuk hormat.
"Apa Bos mu ada?"
"Ada Nyonya, tapi beberapa hari ini wajah Bos tidak biasa," ucap Asisten Kenan.
Gadista mengangguk, dia akan memberikan pelajaran pada Afrik karena telah membuat cucu menantunya merasa tak nyaman.
Asisten Kenan pun membuka pintu kaca itu, Gadista masuk lebih dulu bersama dua pengawalnya.
Gadista melambaikan tangannya pada Asisten Kenan dan membuat pria itu mengerti kalau sosok kehadirannya tidak di butuhkan.
"Kau merasa puas?"
Deg
Alfrik mendongak, dia melihat wanita di depannya dengan mata melebar. "Mom,"
Dengan cepat Alfrik menghampiri Gadista, wanita itu tampak acuh pada anak keduanya. Dia memilih duduk di sofa, lalu menaruh tas di sampingnya dengan menyandarkannya.
"Mommy ingin minum apa?"
"Aku tidak perlu minum, singkat saja, apa yang kau lakukan pada Kimberly?" tanya Gadista menatap tajam pria di hadapannya yang berdiri menunduk.
Gadista tersenyum sinis, kakaknya mengorbankan nyawanya demi adiknya dan sekarang harus berakhir koma.
"Dari dulu kau selalu menyusahkan kakak mu, kau tidak pernah membuatnya aman. Hah,"
Buuk
Dengan penuh amarah, dia melemparkan tas di sampingnya ke dahi Alfrik. Dia malas melihat sikap diamnya Alfrik, semenjak kecil, Alfrik lah yang selalu membuat Alfred dalam bahaya. Dia tidak pernah membuat kakaknya aman. "Inilah alasan ku tidak pernah menyukai mu, aku kira cukup waktu kau masih kecil."
Tidak ada yang bisa di lakukan Alfrik, dia hanya diam sambil mengepalkan kedua tangannya. Selalu saja ia yang di salahkan, apa pun ia yang si salahkan, tidak bisakah kedua orang tuanya melihatnya. Dia ingin di sayang seperti kakaknya, sayangnya hanya kakaknya lah yang menyayanginya.
"Kenapa tidak menjawab?" tanya Gadista dengan nada menekan. "Hah, pasti karena wanita itu kan? aku hanya kau menggantikan posisi kakak mu sementara waktu untuk menjaga kakak ipar mu,"
"Sampai kapan Mom, Kimberly pasti kecewa kalau tahu kebohongan ini."
"Kau tidak perlu ikut campur, apa pun yang di sukai oleh kakak mu, kami sebagai orang tua akan menyukainya."
"Kakak menyukai ku? Apa Mommy dan Daddy juga menyukai ku?" Tanya Alfrik dengan mata mengembun. Dia ingin mendengarkan langsung dari bibir sang ibu. Tidak seberartikah hidupnya?
Gadista tak menjawab, dia beranjak berdiri. Salah satu pengawal maju mengambil tas di lantai itu.
"Ini Nyonya,"
Gadista mengambil kasar tas branded berwarna hitam itu, tanpa sepatah kata, dia meninggalkan Alfrik yang menatap nanar ke arahnya.
###
Holaaaa🤭 lama ya aku hiatus, semoga masih di berikan kesehatan ya kakak zeyenk. Jangan lupa tekan tombol like nya dan Votenya😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkarnasi Istri Pajangan
FantasiaKimberly Madline, baru merasakan betapa hangatnya pernikahan. Setelah pernikahannya berjalan satu tahun. Kimberly di hadapkan sebuah kenyataan pahit, bagaikan di sambar petir siang bolong, hatinya merasakan di cabik-cabik saat suaminya mengatakan ak...