"Aku ... aku ..." Tubuh Alfrik bergetar, bagaimana ia bisa menjawab sedangkan bukan dirinya yang berada di foto itu.
Kimberly mengelus kepala Afrik layaknya anak kecil yang minta di tenangkan. "Kenapa kau gugup? Aku tau kau tidak akan melupakannya." Ia berusaha mencairkan suasana yang begitu canggung. Setelah mengetahui siapa pria di depannya, ia bergitu canggung melakukan sesuatu yang seperti biasanya. Kalau dulu ia akan menempel, namun sekarang ia merasa aneh, sesuatu yang aneh seperti ada dinding yang membatasi keduanya.
"Ya sudah, kau istirahatlah. Aku juga ingin beristirahat sebentar."
Kimberly menaruh beberapa pakaiannya ke lemari, kedua matanya melirik Alfrik yang sedang menatap lekat foto-foto.
Kapan kau akan jujur pada ku Al batin Kimberly
Ia pun meneruskannya hingga selesai, kini tinggal koper Alfrik yang masih utuh. Segera ia menarik koper milik Alfrik dan menaruh memindahkan pakaiannya ke rak lemari sebelah.
"Ehem, sampai kapan kau akan mengenangnya Al?"
"Ah iya," Alfrik tersenyum kikuk. Ia merasa minder berada di dekat Kimberlya dan merasa bersalah, tidak seharusnya ia memperlakukan Kimberly begitu dingin. Kimberly juga korban sepertinya. Ia ingin mengatakan, tapi ada sesuatu yang seakan mengatakannya. Sebuah ketakutan yang membelenggu hatinya.
"Sebaiknya kau istirahat, aku keluar sebentar menemui Mama Yuna." Kimberly pun berlalu, ia menghilang dari pandangan Alfrik.
Pria itu menatap nanar ke arah pintu, kedua kakinya mendekat ke arah ranjang. Sebuah ranjang kecil, tidak terlalu besar tapi cukup untuk tidur berdua.
...
Singapore.
Seorang pria tengah menatap ke arah luar, memandang gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Setelah kesadarannya, ia belum pernah bertemu dengan wanita yang sangat ia cintai. Hatinya sakit, kenapa kekasihnya tidak datang dan saat kesadarannya, bukan kekasihnya yang pertama kali ia lihat.
"Alfred," sapa Mommy Gadista. Ia menghela nafas melihat putra yang tampak murung. "Kau merindukan Kimberly?"
Alfred menoleh, sakit rasanya melihat wanita yang ia cintai tidak mendatanginya. Ia tak menjawab dan kembali menoleh ke luar jendela.
Seorang pria pun masuk dan merangkul sang istri. Keduanya saling bersitatap dan menguatkan, ia tau perbuatannya salah. Tapi semua yang ia lakukan demi Kimberly dan Alfred.
"Mommy dan Daddy ingin mengatakan sesuatu."
Tangan Mommy Gadista dan Daddy Gabrilla mengeratkan genggamannya. "Ada sesuatu yang kami sembunyikan."
Seketika Alfred menoleh, perasaannya tidak enak.
"Kimberly menikah dengan Alfrik,"
Deg
Perkataan Mommy Gadista bagaikan pisau yang menancap ke ulu hatinya. "Apa maksud Mommy?" Tanya Alfred, kedua matanya mengembun.
"Tapi identitas Alfrik adalah Alfred, dan Kimberly menikah dengan mu. Kami membuat suatu perjanjian dengan Alfrik, demi dirimu, Alfrik dengan sengaja menyembunyikan identitasnya dan menggunakan identitas mu."
"Daddy!" Seketika Alfred berteriak. "Kalian keterlaluan!" Rahang Alfred mengeras. Ini masalah cinta yang memperbaiki keduanya. "Alfrik mencintai Jesika dan aku mencintai Kimberly, kenapa kalian mempermainkan aku?"
Mommy Gadista memejamkan kedua matanya, rasanya sakit mendengarkan Alfred berteriak padanya. Tubuhnya bergetar, namun Daddy Gabriella mendekapknya dengan erat.
"Mommy dan Daddy melakukan semua ini demi kamu."
"Bukan, kalian tidak melakukannya demi diriku. Kalian melakukannya dengan keegoisan kalian. Bagaimana kalau Kimberly tau dan membeci ku? Apa kalian bisa bertanggung jawab?"
Mommy Gadista mendongak, "Kita akan bertanggung jawab, sudah saatnya Alfrik pergi dari kehidupan Kimberly. Kami akan menghubungi Kimberly."
"Kalian juga mempermainkan perasaan Alfrik, dia adik ku Mom, Dad, dia juga memiliki perasaan. Hati ku sakit kalian mempermainkan kedua orang yang aku cintai."
Dengan tangan bergetar, Mommy Gadista menghubungi Kimberly. Dalam hitungan detik, terdengar suara seseorang dari sebrang sana.
"Hallo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkarnasi Istri Pajangan
FantasyKimberly Madline, baru merasakan betapa hangatnya pernikahan. Setelah pernikahannya berjalan satu tahun. Kimberly di hadapkan sebuah kenyataan pahit, bagaikan di sambar petir siang bolong, hatinya merasakan di cabik-cabik saat suaminya mengatakan ak...