Dante langsung berlari, setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah. Dia tadi sempat melihat Dana berjalan sendiri di tengah malam dan di tengah perkebunan yang luas tersebut. Bahkan, saat Ibunya berteriak dan bertanya ke mana dia akan pergi, Dante tidak mempedulikannya. Dengan tergesa, Dante keluar dari mobil dan langsung berlari keluar.
Sepertinya dia tahu kemana Dana pergi. Karena itu, Dante terus berlari ke tempat yang dia cukup yakin didatangi Dana.
Saat sudah tiba di lokasi pembangunan, benar saja, Dana ada di sana dan gadis itu sedang mengambil sepedanya. Dante berhenti dan mengatur napasnya.
Dia hanya menatap Dana, yang berdiri membelakanginya. Gadis itu terdengar sedang menangis. Dan saat Dante hendak mendekat, kakinya kembali berhenti saat mendengar gadis itu bicara sendiri.
"Maafkan aku sempat melupakanmu. Tapi, kau tetap yang paling spesial, yang paling istimewa."
Entah kenapa, kata-kata tersebut membuatnya terhenyak.
Dana memutar sepeda tadi tanpa menaikinya. Dan, mata gadis itu langsung melebar saat melihat Dante berdiri beberapa meter darinya.
"Kau menangis?" tanya Dante.
"Apa kau menangis? Kenapa kau menangis?" Dante bertanya panik dan berjalan mendekat perlahan. Dia tahu bahwa siang tadi, percakapannya dengan Dana tidak berjalan dengan baik. Dia hanya takut Dana masih marah padanya.
Gadis itu hanya menatap Dante balik dengan matanya yang basah dan sepeda di sampingnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Dante dan hanya terpaku di sana.
Kini, Dante sudah berdiri di depan Dana dengan jarak hanya satu langkah. Tangan Dante terulur dan mengusap pipi Dana perlahan.
"Maafkan aku," lirih Dante.
Dana bisa saja bertanya kenapa Dante mengatakan maaf padanya. Sebagian besar mungkin karena pertengkaran mereka tadi siang. Sayangnya, Dana tidak berani bertanya. Dadanya sudah terasa sesak hanya berdiri di depan Dante.
Dana tidak mengerti apa yang Dante lakukan di sana sekarang, padahal baru saja, dia melihat pria itu baru kembali bersama Mila dan orang tuanya.
Dana tidak menyadari seberapa besar rasa sukanya pada Dante, hingga tadi siang, saat Pak Ansen bercanda dengan menggunakan kata calon mertua, dan barusan, saat dirinya melihat Mila berada dalam satu mobil bersama anggota lengkap keluarga Pramudana.
Dante yang baru saja menyeka air mata Dana, kini meletakkan kedua tangannya di bahu Dana.
"Kau kenapa?" tanya Dante dengan mata penuh kekhawatiran.
"Aku tidak apa-apa," jawab Dana, masih menatap pria itu. Bagaimana besok dia bisa bersebelahan dengan Dante di pesawat. Walaupun perjalanannya cukup singkat, tetap saja Dana kini tidak yakin dia akan sanggup.
"Ayo, kuantar pulang," kata Dante dengan lembut dan hangat. Pria itu kemudian mengambil alih sepeda Dana. Dante tidak lagi menuntut jawaban dari Dana.
Dante naik ke atas sepeda dan menoleh ke belakang, "Ayo, naiklah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon a Wrong Cinderella (END)
RomanceFOLLOW DULU SEBELUM BACA YA!!! "Kau harus membantuku mendapatkan gadis itu. Dia satu-satunya yang melihatku sebagai diriku, bukan sebagai seorang tuan muda," pinta Dante dengan wajah berseri kepada teman masa kecilnya. "Apa yang bisa kulakukan?" "K...