[Episode 37--Luka Di Masa Lalu]
"Manusia mampu bertahan bukan karena mereka hebat, namun keadaan yang memaksa untuk menjadi kuat."-7 WISHES.
***
Mata sendunya berair menatap lekat-lekat sorotan elang seorang pria paruh baya yang ia sebut-sebut sebagai ayah. Deru napas Riki kian menggebu-gebu tatkala tangan berurat Devan belum kunjung mau melepaskan cengkeraman mematikan pada leher mulusnya.
"Apa yang sedang kamu rencanakan bersama Chandra, hah?!" tanya Devan bernada tinggi. Wajahnya tampak begitu serius.
Dapat Riki lihat, ada sedikit raut ketakutan pada pahatan wajah sang pemilik panti. Bagaimana Devan tidak takut coba? Saat ini topengnya telah terbongkar habis-habisan hingga tak ada lagi misteri kejahatan yang tersembunyi.
Riki menggelengkan kepala ragu-ragu. Sekujur tubuhnya gemetar disertai keringat dingin yang mulai membasahi kening. "Nggak, Riki ng-nggak lagi ngerencanain apapun. Riki nggak ada ngapa-ngapain, Yah," dustanya.
Mata Devan memicing, jelas dia sama sekali tidak percaya. Devan bukan manusia bodoh, dia tidak mudah dikibuli."Jawab yang benar, Bodoh" tekannya menerka.
Riki kian memejamkan mata sempurna berusaha menahan rasa sakit dan ngilu yang datang menerjang bagian lehernya akibat cekikan Devan yang semakin menjadi-jadi. Sesak, tenggorokan Riki tercekat. Bahkan untuk sekadar bernapas saja dia merasa amat kesulitan.
Meski begitu, Riki tak pernah pasrah pada nasib. Diam-diam tanpa sepengetahuan Devan, tangan anak itu bergerak meraih ponselnya di belakang punggungnya, tanpa diduga-duga tangan Riki berhasil mengusap layar ponsel tersebut hingga sukses memulai aksi rekaman video.
Tidak masalah jika Riki tak bisa mendapatkan gambar dari videonya, setidaknya yang terpenting dia masih bisa mencuri bukti berupa rekaman suara. Kita tak pernah tahu, mungkin saja bukti tersebut akan berguna nanti.
"A-Ayah t-to-long lepasin. Leher Riki s-sakit...," rintihnya meringis kesakitan, memohon ampun setengah mati.
"Bohong Mas, nggak usah kamu lepasin. Biarkan saja dia menderita, kalau perlu bunuh saja. Lagipula penghianat seperti dia tidak pantas untuk hidup," cibir Zalfa mencetus pedas. Terlanjur kesal atas pengkhianatan yang dilakukan Riki.
"B-Bunda kok ngomongnya gitu sih...," cicit Riki bernada kecewa. Tak habis pikir Zalfa akan berkata se-menyakitkan ini. "Kenapa B-Bunda tega? Ke-napa kalian ja-hat? Ada salah apa kami sama kalian?"
"Apa kamu bilang?! Bunda yang seharusnya bertanya sama kamu Riki! Apa salah bunda sama kamu?! Sampai kamu tega melakukan semua ini, apa salah bunda, hah?!" tandas Zalfa penuh emosinal. Tiba-tiba saja air matanya menurun tanpa diperintah. Benar, Zalfa menangis di hadapan Riki bak manusia paling tersakiti.
"Selama ini bunda selalu ngerawat kamu dan saudara-saudaramu dengan sangat baik, bunda kasih kalian tempat tinggal, bunda didik kalian sampai kalian tidak kekurangan apapun...." Zalfa tak sanggup melanjutkan kalimatnya membuat Riki mematung di tempat. Entahlah, apakah Zalfa betulan menangis sungguhan atau justru ia melakukannya hanya untuk mempengaruhi Riki? Supaya anak itu mau berada di pihak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 7 WISHES
Teen Fiction[ PART LENGKAP + SUDAH DIBUKUKAN! BISA DIBELI DI SHOPEE @choko publisher 2 ] Di sebuah panti asuhan bernama 'Cahaya Harapan' terdapat 7 anak laki-laki yang paling berbeda dari yang lain: 1). Januari Kasandanu, anak penderita tunanetra dari lahir ya...