60 (ending)

1.8K 68 13
                                    

Lima tahun kemudian, kehidupan Fahri dan Bella bersama putra mereka, Deva, tampak bahagia dan penuh dengan tawa. Di sebuah rumah sederhana, keluarga kecil ini berkumpul, saling bercanda dan berbagi momen-momen lucu. Fahri, sang kepala keluarga, tengah bercerita tentang kenakalan yang ia lakukan semasa sekolah dulu. Di depannya, Deva, putra mereka yang berusia empat tahun, mendengarkan dengan serius.

"Papa, aku mau tanya?" tanya Deva dengan mata penasaran.

Zyandru Bakrie Radeva, nama lengkapnya, wajahnya yang blasteran bule mewarisi kedua orangtuanya, membuatnya terlihat lucu dengan ekspresi polos.

"Ada apa, nak?" tanya Fahri, tersenyum.

"Kok aku punya tiga nenek dan tiga kakek sih?" Deva bertanya lagi, wajahnya serius.

Fahri terdiam, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Memang dulu opa dan oma dari pihak papa, pernah bercerai begitu?" tanya Deva, dengan tampang penuh rasa ingin tahu.

"Hal itu nanti papa ceritakan lain kali saja ya, kamu belum cukup umur," jawab Fahri, sambil mengelus rambut Deva yang lebat.

Deva pun tersenyum lebar, puas dengan jawaban ayahnya.

"Deva tidak mau punya adik bayi," kata Deva tiba-tiba, membuat Fahri dan Bella saling berpandangan.

"Kenapa tidak mau, hm?" tanya Fahri, bingung.

"Pokoknya tidak mau!" Deva bersikeras, mengangkat bahu dan melipat tangan.

"Sepertinya anak kita terpengaruh sinetron, maklum ibu kamu suka banget nonton sinetron ibu-ibu," kata Bella, mencoba menjelaskan sambil tertawa.

"Maaf ya papa, tadi aku melakukan kesalahan," kata Deva dengan serius, membuat Fahri terkejut.

"Memang jagoan melakukan kesalahan apa, sampai minta maaf gitu?" tanya Fahri, tersenyum geli.

"Hm, itu kertas putih yang kubaca sebagai skripsi papa nggak sengaja kena susu milikku. Aku siap kok dihukum, tapi jangan kurung aku di gudang kayak di sinetron itu," ucap Deva dengan takut-takut.

Fahri, yang awalnya ingin marah, malah tertawa. Ia memeluk Deva erat. "Sayang, kamu kan sudah mengakui kesalahan, jadi papa nggak akan marah kok," ujarnya penuh kasih sayang.

"Papa beli mainan dong!" Deva tiba-tiba merengek, membuat Fahri dan Bella terkekeh.

"Kamu ini Deva, kemarin baru saja beli mainan pesawat, sekarang minta lagi," kata Bella, sedikit geli.

"Biarin kan uang papa!" jawab Deva dengan santai, seolah-olah itu bukan masalah besar.

"Hush, nggak boleh gitu, kalau mama ngomong jangan diledekin ya, itu nggak baik," nasihat Fahri, berusaha serius.

"Maaf mama," ucap Deva dengan menundukkan kepala.

"Iya nak," jawab Bella, sambil tersenyum lembut.

"Wajahmu mirip mama sekali," kata Fahri, dengan nada bangga.

"Papa jelek sih, aku pilih gen mama deh. Rambut papa putih kayak kakek-kakek, buat malu aja," ucap Deva, polos sekali.

"Heh, ini diwarnai tahu, nak!" Fahri langsung menggelitik perut Deva, membuat anaknya tertawa terbahak-bahak.

"Hahahaha, papa geli!" tawa Deva, sambil mencoba melindungi perutnya.

Fahri berhenti menggelitik Deva dan mulai mencium wajah Deva dengan lembut. Deva tertawa semakin keras, merasa bahagia. Suasana semakin hangat, penuh tawa dan cinta.

Bella yang melihat semua itu hanya tersenyum bahagia, sebelum berlalu menuju dapur.

Fahri berhenti bercanda dengan Deva dan tersenyum padanya. Mereka saling memandang sejenak, mengerti satu sama lain tanpa perlu kata-kata. Fahri tiba-tiba melirik ke dapur, menyadari bahwa ini saatnya untuk sedikit kejahilan lagi.

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang