06. Jangan merasa berbeda

2.1K 201 1
                                    

Bantu promosikan cerita saya juga di sosmed kalian ya☺️
SELAMAT MEMBACA❤

Bumi, 12 Agustus 2022. 18.16

♡•♡•♡

Saat ini Iris, Aksa, Rain, Rey dan Darel duduk sambil tertunduk lesu di hadapan Aiden. Ya, entah salah siapa mereka sekarang harus menjalani sidang kecil yang dibuat Aiden.

Aiden menatap Iris lalu mengangkat sebelah alisnya untuk meminta penjelasan dari putri bandelnya itu.

"Ma-maaf pa, Aksa nggak jagain Iris," ucap Aksa membuka percakapan

Iris menoleh, "Bukan salah Aksa pa, Iris yang bandel nggak izin Aksa kalau mau keluar."

Rey , Rain dan Darel hanya bisa membatin, mereka yang tak tau apa apa harus ikut mendengarkan Aiden berceramah.

"Papa gamau tau siapa yang salah, papa cuma mau tau kenapa sampai ada kejadian seperti ini," tegur Aiden.

Mereka bertatapan, Aksa mengangguk kecil memberi kesempatan kepada Iris untuk menjelaskan.

"Aksa udah larang Iris buat makan coklat pa, tapi karna di markas tadi sepi, makanya Iris keluar ke supermarket buat nyari coklat. Terus ada preman yang nendang motor Iris sampai Iris jatuh," Aiden masih mendengarkan dengan seksama cerita yang Iris lontarkan.

"Untung ada El yang bantu Iris pa, maaf ya papa, Aksa. Iris nakal, Iris nggak dengerin kalian," lanjut Iris lemas.

"El, siapa?" Tanya Aiden bingung.

"Itu loh," Iris menunjuk Rain yang tak berani menatap Aiden.

Merasa namanya disebut, Rain langsung menatap heran mereka.

Aiden menghela nafasnya. Sungguh, ia tidak boleh lengah dalam menjaga Iris. Karena, hanya Iris dan Aksa yang dapat mengobati rindu Aiden kepada Zefa.

"Ris, papa nggak akan marah. Tapi kalau lain kali kejadian ini terulang, papa juga akan hukum kamu. Aksa, Rey, Darel. Saya mohon perhatikan Iris lebih baik ya? Dia seorang perempuan."

Mereka mengangguk paham, "sekali lagi, Rain, terimakasih sudah menyelamatkan putri saya, kirim saja alamat bengkel, motor Iris nanti saya yang urus," ujar Aiden kembali.

"Baik Om, saya izin pulang dulu ya, sudah ditunggu mama," Izin Rain.

"Sekali lagi terimakasih," ucap Aiden.

Tanpa menyapa yang lain, Rain berjalan keluar dari rumah Aiden. Memang benar kata Rey, Rain itu pendiam dan aneh.

"El, El!" Iris berlari kecil untuk menyusul Rain yang sudah sampai di ambang pintu.

Rain menganggukkan dagunya tanda bertanya, "Emm, makasih udah nyelametin gue, lo kelas berapa sih? Ntar gue bawain nasi goreng deh, gue cuma bisa buat itu," tawar Iris.

"12 Bahasa 3," jawab Rain singkat.

"Lo nggak suka nasi goreng ya?" Tanya Iris lagi.

"Gue suka, tapi nggak usah, makasih," tolak Rain.

"Kenapa? Takut nggak enak ya?" Iris dengan cepat memotong perkataan Rain.

"Takut ngerepotin lo."

Iris langsung sumringah, "lo khawatir sama gue, El?" Pekik Iris senang.

"Ekhemmm," Aksa berdehem pelan karena remaja itu sangat asyik mengobrol sampai tak mempedulikan sekitar.

"Yaudah, sampai jumpa besok di kelas ya," Iris tersenyum manis.

ETERNIDADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang