29. Ruang untuk yang dirindukan

1.1K 119 0
                                    

Bantu promosikan cerita saya juga di sosmed kalian ya ☺️
SELAMAT MEMBACA ❤️

Bumi, 30 Agustus 2022. 12.30

♡•♡•♡

"Aduh maaf ya Pa, Rain nggak bisa dateng malam ini, tapi Rain janji buat acara siang Rain pasti akan datang," ujar Rain dari seberang sana.

"Iya Rain nggak papa, minta doanya saja ya. Ngomong-ngomong kenapa nggak bisa datang?" Tanya Aiden.

"Mama sakit Pa, jadi Rain yang harus nemenin Mama check up ke dokter," jelasnya.

"Jaga saja Mama kamu, nanti Iris biar papa yang kasih tau. Sampaikan salam pada orang tua kamu ya?"

"Iya Pa, Rain tutup dulu telfonnya ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Ayo Den, udah mau mulai," panggil Marvin.

Hari ini, malam sebelum hari kematian Zefa. Malam ini ALASKAR kembali menangis, kembali berduka. Kata orang tak apa sesekali merindukan orang yang sudah meninggalkanmu, tapi jangan berlarut dalam kesedihan itu.

Membuka dan mengingat memori lama itu benar-benar butuh keberanian. Keberanian agar tidak menangis dan keberanian agar tidak tersenyum lalu terbawa perasaan 'ingin'. Ingin mengulang. Padahal jelas bahwa semesta tak akan mengizinkan. Sekalipun kamu mengemis pada kesempatan.

Dengan iringan doa yang ikhlas dilantunkan, mereka berharap Zefa bisa bahagia di sana. Tak lupa mereka mendoakan diri sendiri, supaya diberi tabah yang lebih. Tetap saja selalu ada ruang untuk mereka yang telah meninggalkan, entah itu ruang untuk di rindukan, atau sekedar membenci waktu yang di rasa terlalu singkat untuk daftar bahagia yang belum tercapai.

"PERHATIAN!" Aiden berdiri di tengah mereka, lelaki dengan koko dan sarung putih itu masih terlihat sangat gagah, meski umurnya sudah menginjak kepala tiga.

"Hari ini, sebuah hari bersejarah bagi ALASKAR. Dimana ibu kalian, Zefanya Battari Yunita meninggalkan kita semua," Aiden menahan dirinya supaya tak menangis, hari ini hari baik, hari mengenang seseorang yang penuh cinta, harusnya senyum terbit di wajah mereka, bukan tangis.

"Terimakasih pada kalian yang sudah menyempatkan hadir di acara baik ini, Terimakasih mau berkumpul kembali menjadi ALASKAR."

"WE ARE ALASKAR!"

"WE ARE ONE LIFE, BROTHER TILL THE END!" sorak mereka bersamaan, di akhiri dengan riuh tepuk tangan di antara mereka.

"Zefa, kita kembali untuk kamu," Aiden memandang hamparan bintang yang bertengger di langit luas sana.

Senyum simpul perempuan itu, tak pernah hilang dari memorinya. Meski badai berusaha menghapus, tak akan pernah dia biarkan kenangan itu ikut terbawa pergi.

Seribu lilin menerangi lapangan markas, dengan puluhan lampion yang siap diterbangkan.

ALASKAR saling merangkul, membuat titik temu besar di lapangan itu. Aiden, Airis dan Aksara berdiri di tengah mereka, dengan membawa sebuah lampion besar.

ETERNIDADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang