19. Lelah yang butuh rumah

1.3K 127 0
                                    

Bantu promosikan cerita saya juga di sosmed kalian ya ☺️
SELAMAT MEMBACA BUN❤️

Bumi, 23 Agustus 2022. 15.01

♡•♡•♡

Pulang, satu kata yang Rain tidak pernah nyaman dengan kata itu. Rumah yang tak pantas disebut rumah, Rain mau tidak mau harus bersahabat dengan luka itu.

"Ma?" Panggilan dari Rain menggema di ruang tengah rumah besar sepi itu.

"Baru pulang kamu?" Suara bariton seorang lelaki menyahut panggilan Rain, dia adalah Mahendra Agnibrata, ayah Rain.

Seperti biasa, Rain membuang mukanya acuh. Dirinya terlalu lelah hari ini jika harus berdebat dengan sang ayah.

"NGGAK PUNYA TELINGA KAMU TIDAK MENJAWAB PERTANYAAN SAYA?" Suara Mahendra mulai meninggi.

Rain berhenti, menelan ludahnya kasar. Tangannya mengepal, ingin sekali ia menghabisi lelaki ini, tapi ia selalu mengingat nasihat Iris, mau seburuk apapun dia, dia tetaplah ayahnya Rain.

"Apa perlu saya jawab pertanyaan tidak penting dari anda?"

Bugh!

Satu tinjuan bertenaga berhasil merubuhkan tubuh Rain. "HENDRA! BERHENTI!"

Amora berlari menuruni tangga dengan tergopoh-gopoh. Langsung saja dia membantu putra semata wayangnya itu untuk berdiri. Amora memeluk Rain, membiarkan air matanya meluruh karena rasa sakit yang selama ini dia pendam.

"Jangan bantu anak tidak berguna ini!" Mahendra menarik Amora ke belakang.

"JANGAN PERNAH SENTUH MAMA!" Rain ingin maju tapi langkahnya segera ditahan oleh Amora.

"Udah Rain, Hendra, mau sampai kapan kamu seperti ini?" Ucapan Amora memelan.

"SAMPAI KALIAN MATI!" Perkataan Mahendra begitu menyayat hati Amora. Padahal selama ini dirinya sudah berusaha sabar hidup bersama suaminya itu, ketika Mahendra selalu kasar kepadanya, selalu menyakiti Rain, dan parahnya selalu membawa jalang murahan ke rumah, semua Amora terima. Tapi apa? Bukan usahanya saja, dirinya hanya dianggap angin lalu oleh Mahendra.

"Aku bisa terima kalau kamu kasar! Tapi jangan bawa jalang murahan itu ke sini lagi!"

Plak!

Amora memegang pipinya yang berdenyut nyeri, karna tamparan Mahendra yang cukup keras.

"Diam kamu! Justru kamu adalah si jalang di sini! Dan anak sialan itu, dia bukan anak saya!"

Brak!

Rain menggebrak meja kaca di sampingnya sampai pecah, nafasnya memburu, tangannya sudah penuh luka dan darah.

"Apa? Tidak terima saya bilang seperti itu?" Tatapan Rain begitu penuh dendam, sedangkan Mahendra masih dengan lagak sombongnya.

"KELUAR ANDA DARI SINI!" Suara Rain begitu tenang, tapi mematikan.

Mahendra menampilkan senyum smirk nya, ia menatap anak dan ibu itu remeh.

ETERNIDADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang