07. Rumah untuk pulang

2K 181 1
                                    

Bantu promosikan cerita saya juga di sosmed kalian ya ☺️
SELAMAT MEMBACA SAYANG ❤

Bumi, 13 Agustus 2022. 18.31

♡•♡•♡

"Mama, Rain pulang," ucap lelaki dari balik pintu kokoh rumahnya.

"Mama?" Panggilnya lagi, tapi nihil, tak ada jawaban.

Rumah besar itu gelap dan sepi, sama seperti hati pemiliknya. Rain menghidupkan lampu ruang utama, betapa terkejutnya dia ketika melihat rumahnya yang sudah berantakan. Vas bunga berjatuhan dan foto keluarganya yang sudah jatuh mengenaskan di lantai, pecah, seperti menggambarkan keadaan keluarganya saat ini.

Rain tersenyum garing, "kalau boleh gue milih, gue milih nggak punya papa, daripada Mama selalu jadi bahan amukan seperti ini."

Ya, dia Raino Elgarra. Banyak orang mengira kehidupannya sempurna, Rain yang bahagia karna harta dan orang tua yang masih utuh, tapi nyatanya dia itu luka. Keluarganya sudah retak, meskipun tidak berpisah. Terkadang rumahnya sendiri bukan tempat nyaman untuk pulang, tapi demi Mama nya dia rela melakukan semua diluar kehendaknya.

Rain mengendap perlahan menuju kamar Mamanya.

Ceklek!

Pintunya tidak dikunci, terlihat Mamanya meringkuk di ranjang sambil berselimut tebal.

"Ma?" Panggilnya, tapi mungkin Mamanya sudah tidur.

Rain perlahan mendekati Mama, mata wanita itu terlihat sembab, siapa lagi pelakunya kalau bukan Papa Rain.

Rain mengusap bekas air mata yang ada di pelupuk mata Mamanya, "Maaf ma, Rain nggak selalu ada buat Mama saat keadaan seperti ini."

Wanita itu melenguh pelan, buru buru Rain menghapus bulir bening yang turun tanpa permisi, ia tidak boleh terlihat lemah. Dia hidup hanya untuk Mamanya, tanpa ada tujuan lain.

"Rain, udah pulang?" Tanyanya.

"Papa lagi, ma?" Tanya Rain to the point yang hanya mendapat anggukan lemah dari sang Mama.

"Kenapa Mama nggak cerai sama papa aja? Rain janji akan kerja buat Mama, harta nggak akan berarti kalau nggak ada bahagia di dalam pernikahan itu, Ma?" Tanya Rain sedikit meninggi, ia lelah, lelah dengan perkataan Mamanya yang katanya baik baik saja, padahal tak ada manusia yang baik baik saja ketika perpecahan sudah dikomando.

Mamanya menggeleng kuat, lantas ia memposisikan dirinya untuk bersandar di ranjang. "Papa kamu itu baik Rain, Mama punya banyak sekali hutang budi sama dia, Mama.. nggak mau cerai," Katanya lemah.

Mata Rain memanas, antara sedih dan kecewa Mamanya sudah jatuh sedalam-dalamnya kepada seorang brengsek yang menyamar dalam sebutan papa.

"Mama bertahan sama dia karna hutang budi kan Ma, bukan cinta kan?" Tanya Rain memastikan.

"Berapapun ma, berapapun Rain akan bayar untuk semua hal yang Mama bilang hutang budi itu. Rain nggak rela kalau setiap hari Mama nangis, Mama sedih kayak gini," ucap Rain melemah.

"Rain, Mama nggak papa nak."

"MA! RAIN CAPEK SETIAP MAMA BERTENGKAR SAMA PAPA, MAMA SELALU BILANG NGGAK PAPA DAN NGGAK PAPA! MAMA EGOIS, EGOIS SAMA DIRI MAMA SENDIRI!" Nafas Rain memburu, banyak sekali sorot kecewa yang ia berikan.

ETERNIDADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang