Bab 31

1.4K 238 49
                                    

"Ram, Ram, Rama. Dha-Dhafa hilang, Ram!" Serunya panik dan jelas ketakutan.

Rama yang mendengar perkataan dari Dara jelas terdiam, dia seketika merutuki kebodohannya. Tak ingin membuat Dara semakin kalut, Rama lantas menyuruh Dara untuk ke rumahnya. Walaupun Dara sedikit bingung dengan perkataan Rama namun dia menurut juga.

Dara menghela napasnya, Rama menyuruhnya untuk datang ke sini. Sampai sekarang dia tidak habis pikir, mengapa Rama masih tetap tinggal di rumahnya, rumah lamanya yang dulu dia tinggali bersama kedua orangtuanya. Pria itu tidak mungkin kehabisan uang kan? Dia masih bisa membeli apartement atau pun rumah, tapi kenapa dia tetap tinggal di sini?

Dara memencet bel bekas rumahnya, meskipun seharusnya dia bisa masuk begitu saja tanpa perlu memencet bel. Tapi tak dia lakukan, karena dia sudah bertekad. Begitu dia keluar dari sini, rumah ini bukan lagi miliknya.

"Kau sudah datang?" Tanya Rama terdengar nada antuasis dari suaranya.

Dara hanya mengangguk, ekspresi Dara seketika kembali berubah.

"Ram, kita harus cari Dhafa. Dha, Dhafa---"

Belum juga Dara mengeluarkan melanjutkan ucapannya, dari dalam rumah terdengar langkah kaki yang berlari yang mengarah ke arah mereka. Sampai Dara dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri, jika sosok yang berlari itu adalah anaknya-Dhafa. Perasaan terkejut, senang bercampur jadi satu yang membuat Dara seketika memeluk tubuh kecil anaknya itu. Air matanya perlahan turun membasahi wajahnya, dia begitu lega karena anaknya ada di sini. Dara menciumi seluruh wajah Dhafa dengan air mata yang terus membasahi wajahnya.

Tindakan Dara tak lepas dari pindaian mata elang Rama. Dia tersentuh melihat Dara yang benar-benar mengkhawatirkan Dhafa. Seolah kejadian beberapa tahun lalu menghilang, saat Dara membenci Dhafa.

"Kamu nggak apa-apa kan, Sayang? Kamu ketemu, Papa dimana?" Tanya Dara setelah melepaskan pelukannya.

Pertanyaan Dara membuat Dhafa bingung, pasalnya dia kemarin tidak pergi kemana-mana, papa-nya lah sendiri yang menjemputnya di sekolah, tapi mengapa ibunya bertanya seperti itu.

"Aku nggak kemana-mana, Maa ... kemarin Papa kan jemput Dhaf di sekolah,"

Dan jawaban dari Dhafa jelas saja membuat Dara langsung memandang Rama dengan marah.

"Dhafa sayang, boleh ke dalam dulu nggak. Sarapan dulu, sama bibi yah. Mama sama Papa mau bicara dulu."

"Tapi Mama nggak akan pulang kan, ninggalin Dhafa?"

Dara menggeleng sambil tersenyum, mendapati jawaban seperti itu dari sang ibu membuat Dara mengangguk lalu masuk kembali ke dalam rumah.

"Brengsek yah lo, Ram! Maksudnya apa coba lo culik anak gue!" Sembur Dara marah.

Rama memandang Dara tidak suka atas kata-kata yang dilontarkan wanita itu kepadanya.

"Ra, Dhafa juga anak aku. Aku ayahnya, aku cuman mau jemput dia aja kok."

"Tapi nggak gini caranya! Elo nggak tahu apa, kemarin gue hampir gila gara-gara Dhafa gak ada di sekolah waktu gue jemput! Gue seharian cari Dhafa, dan lo nggak kabarin gue, brengsek! Elo tuh maunya apa sih, Ram? Balas dendam sama gue, iya?!"

Rama yang mendengar semua itu hanya diam, dia benar-benar merasa berdosa. Niat hati tidak ingin membuat Dara seperti ini, nyatanya wanita di depannya itu meledak-ledak seperti ini membuatnya menyesal.

"Ra, maaf. Aku nggak bermaksud bikin kamu kayak gitu."

"Cukup, Ram. Gue nggak perlu penjelasan elo, jangan sampai gue nggak kasih izin liat Dhafa lagi."

The BeginingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang