Bab 19

2.6K 465 135
                                    

Maaf untuk keterlambatannya, terima kasih untuk komentarnya maaf belum bisa aku bales satu-satu. Terima kasih banyaaak yang udah setia sama cerita ini. Sangkyuuu...

_
_
_
_

Setelah Dara mengucapkan kata-kata itu, hubungan di antara mereka tidak ada yang berubah. Bahkan menurut Dara ucapannya kemarin itu seolah angin lalu bagi Rama, karena pria itu tidak membahasnya sama sekali. Jika Rama tidak bisa untuk menikahinya, berarti dia akan membuat Fita juga tidak bisa untuk menikah dengan Rama. Dia akan membiarkan wanita hina itu bahagia untuk sementara, tapi tidak untuk nanti. Fita dan juga ibunya harus mendapatkan balasan yang setimpal, karena membuat keluarganya berantakan. Lihat saja, dia akan membalasnya.

"Daffa." Panggil Dara dengan suara yang dibuat lembut.

"Iya Mama." Jawab Daffa antusias.

"Hari ini gimana kalau Mama yang anterin kamu ke sekolah, mau?"

Baik Daffa maupun Rama yang mendengar perkataan Dara kaget. Daffa bocah laki-laki itu kaget karena senang, berbeda dengan Rama yang duduk di hadapan Dara, memandang wanita itu dengan pandangan bertanya.

Rama jelas tidak percaya dengan apa yang di dengarnya, karena baru kali ini untuk pertama kalinya Dara berbicara lembut seperti itu pada Daffa. Bahkan wanita itu mau mengantar anaknya, ini benar-benar aneh dan tidak masuk akal. Tapi di sisi lain, Rama merasa senang karena Dara sudah mulai baik terhadap Daffa.

"Kamu benar akan pergi mengantar Daffa?" Tanya Rama dengan wajah yang tak menutupi ke kagetannya.

"Iya, apa itu masalah?"

Rama seketika menggeleng, "tentu saja tidak, hanya saja...."

"Bagaimana jika sekarang kita berangkat? Aku tidak mau jika Daffa terlambat ke sekolah."

Rama seolah tersadar, dan dia segera menyelesaikan sarapannya begitu juga Daffa yang tengah menghabiskan susunya.

Setelah sarapannya selesai, Dara dan Rama bergegas untuk mengantar Daffa ke sekolah. Untuk pertama kalinya setelah empat tahun lamanya, Dara kembali masuk ke dalam mobil Rama. Sebetulnya dia ingin duduk di belakang bersama Daffa, namun Rama tidak memperbolehkannya. Dara mengalah dan duduk di samping Rama, selama perjalanan itu. Daffa terus berbicara pada Dara, tentang sekolahnya, tentang teman-temannya. Dara jelas menanggapinya, meskipun tidak seheboh Daffa. Kali ini, Rama yang bertugas mendengarkan percakapan antara anak dan ibu. Yang biasanya selalu dilakukan olehnya dan Daffa.

Sesampainya di sekolah, Dara mengantarkan Daffa ke kelas yang jelas saja membuat Rama kembali kaget, berbeda sekali dengan Daffa yang begitu senang.

"Daffa ingat ya, jika kamu mau Mama terus begini sama kamu, kamu harus turutin Mama. Kalau ketemu sama Tante kemarin, kamu harus nolak dan nggak mau sama dia. Kamu juga harus tahan Papa supaya tidak pergi dengan Tante itu, paham?"

Daffa mengangguk mengerti, meskipun usia Daffa masih empat tahun lebih sedikit, tapi Daffa sudah mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh Mama nya.

"Bagus, dan Daffa harus janji. Daffa tidak boleh untuk mengatakan ini pada Papa. Kalau Papa tahu Mama yang mengatakan ini pada Daffa, Mama akan pergi ninggalin kamu dan Papa. Biar kamu tinggal sama Papa dan Tante itu saja."

Daffa seketika menggeleng, "Jangan, Maa. Daffa bakalan nurut sama Mama, Daffa nggak mau Mama pergi,"

Dara mengangguk sambil tersenyum, tangan kanannya mengusap rambut ikal sang anak. "Kalau gitu, kamu kamu harus ingat perkataan, Mama."

Daffa mengangguk sebagai jawaban.

"Mama pulang," pamit Dara yang di angguki kembali oleh Daffa.

Begitu Dara kembali, Rama dan mobilnya masih tetap berdiri di depan gerbang sekolah Daffa menunggu Dara.

The BeginingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang